Kamis, 30 April 2015

Kepemimpinan Islam

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Secara universal, manusia adalah makhluk Allah yang memiliki potensi kemakhlukan yang paling bagus, mulia, pandai, dan cerdas. Mereka mendapatkan kepercayaan untuk menjalankan dan mengembankan titah-titah amanat-Nya serta memperoleh kasih sayang-Nya yang sempurna.[1]
Sebagai wujud kesempurnaannya, manusia diciptakan oleh Allah setidaknya memiliki dua tugas dan tanggung jawab besar. Pertama, sebagai seorang hamba ('abdullah)[2] yang berkewajiban untuk memperbanyak ibadah kepada-Nya sebagai bentuk tanggung jawab  'ubudiyyah  terhadap Tuhan yang telah menciptakannya.[3] Kedua, sebagai khalifatullah yang memiliki jabatan ilahiyah sebagai pengganti Allah dalam mengurus seluruh alam.[4]  Dengan kata lain, manusia sebagai  khalifah berkewajiban untuk menciptakan kedamaian, melakukan perbaikan, dan tidak membuat kerusakan, baik untuk dirinya maupun untuk makhluk yang lain.[5]
Tugas dan tanggung jawab itu merupakan amanat ketuhanan yang sungguh besar dan berat. Oleh karena itu, semua yang ada di langit dan di bumi menolak amanat yang sebelumnya telah Allah tawarkan kepada mereka. Akan tetapi, manusia berani menerima amanat tersebut, padahal ia memiliki potensi untuk mengingkarinya.
$¯RÎ) $oYôÊttã sptR$tBF{$# n?tã ÏNºuuK¡¡9$# ÇÚöF{$#ur ÉA$t6Éfø9$#ur šú÷üt/r'sù br& $pks]ù=ÏJøts z`ø)xÿô©r&ur $pk÷]ÏB $ygn=uHxqur ß|¡RM}$# ( ¼çm¯RÎ) tb%x. $YBqè=sß Zwqßgy_ ÇÐËÈ
"Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh"[6]
Ibn 'Abbas sebagaimana dikutip oleh Ibn Kasir dalam tafsirnya "Tafsir al-Qur'an al-'Azim" menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan amanat pada ayat di atas adalah ketaatan dan penghambaan atau ketekunan beribadah.[7] Ada juga yang memaknai kata amanah sebagai al-taklif atau pembebanan, karena orang yang tidak sanggup memenuhinya berarti membuat utang atas dirinya. Adapun orang yang melaksanakannya akan memperoleh kemuliaan.[8]
Dari sekian banyak penafsiran ulama tentang amanah, dapat ditarik sebuah "benang merah" yang dapat menghubungkan antara satu dengan yang lain, yaitu al-mas'uliyyah (tanggung jawab) atas anugerah Tuhan yang diberikan kepada manusia, baik berupa jabatan (hamba sekaligus khalifah) maupun nikmat yang sedemikian banyak. Dengan kata lain, manusia berkewajiban untuk menyampaikan "laporan pertanggungjawaban" di hadapan Allah atas limpahan karunia Ilahi yang diberikan kepadanya. Hal ini juga berarti bahwa pemimpin bukan hanya orang yang memiliki jabatan organisasi/instansi dan atau lembaga tertentu tetapi setiap manusia adalah pemimpin skala paling kecil.
Seorang pemimpin adalah seseorang yang memiliki sifat yang lebih dari anggota-anggotanya dan biasanya memiliki ciri yang khas dalam kepemimpinannya tersebut. Dalam hal ini sangat berkaitan dengan bagaimana cara seorang pemimpin tersebut memimpin suatu oraganisasi baik berupa organisasi formal maupun non formal. Seorang pemimpin harus memiliki  power atau kekuatan di dalam suatu organisasi sehingga ia dapat memegang kekuasaan.
Berbicara masalah pemimpin ideal menurut Islam erat kaitannya dengan figur Rasulullah SAW. Beliau adalah pemimpin agama dan juga pemimpin negara. Rasulullah merupakan suri tauladan bagi setiap orang, termasuk para pemimpin karena dalam diri beliau hanya ada kebaikan, kebaikan dan kebaikan. Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam Al-Qur’an:
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_ötƒ ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sŒur ©!$# #ZŽÏVx. ÇËÊÈ  
Artinya:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”. (QS Al-Ahzab:21).

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis merumuskan rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Apa pengertian kepemimpinan dalam Islam?
2.      Apa  dasar-dasar  kepemimpinan  menurut al-Quran  dan  as- Sunnah?
3.      Bagaimana karakteristik kepemimpinan dalam Islam?
4.      Apa Tujuan Kepemimpinan dalam Islam?
C.    Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.      Mengetahui pengertian kepemimpinan dalam Islam
2.      Mengetahui dasar-dasar kepemimpinan menurut al-Quran dan as- Sunnah
3.      Mengetahui karakteristik kepemimpinan dalam Islam
4.      Mengetahui tujuan kepemimpinan dalam Islam
















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Kepemimpinan Dalam Islam
Dalam Islam terdapat beberapa istilah yang digunakan untuk membahasakan istlah pemimpin, diantaranya sebagai berkut :
1.      Kholifah
Dilihat dari segi bahasa, khalifah tiga macam makna yaitu mengganti kedudukan, belakangan dan perubahan.Dalam al-Qur`an ditemukan dua bentuk kata kerja dengan makna yang berbeda. Bentuk kata kerja yang pertama ialah khalafa-yakhlifu dipergunakan untuk arti “mengganti”, dan bentuk kata kerja yang kedua ialah istakhlafa-yastakhlifu dipergunakan untuk arti “menjadikan”.
Pengertian mengganti di sini dapat merujuk kepada pergantian generasi ataupun pergantian kedudukan kepemimpinan. Tetapi ada satu hal yang perlu dicermati bahwa konsep yang ada pada kata kerja khalafa disamping bermakna pergantian generasi dan pergantian kedudukan kepemimpinan, juga berkonotasi fungsional artinya seseorang yang diangkat sebagai pemimpin dan penguasa di muka bumi mengemban fungsi dan tugas-tugas tertentu.
Dalam Al-Qur’an kata kholifah diulang beberapa kali dalam arti yang sama yaitu pemimpin, diantaranya yang sering digunakan adalah sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al-Baqoroh ayat 30.
øŒÎ)ur tA$s% š/u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$# ZpxÿÎ=yz ( (#þqä9$s% ã@yèøgrBr& $pÏù `tB ßÅ¡øÿム$pÏùà7Ïÿó¡our uä!$tBÏe$!$# ß`øtwUur ßxÎm7|¡çR x8ÏôJpt¿2 â¨Ïds)çRur y7s9 ( tA$s% þÎoTÎ) ãNn=ôãr& $tB Ÿw tbqßJn=÷ès? ÇÌÉÈ  
Artinya :
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."( Al-Baqoroh ayat 30).
2.      Amiir (Ulul Amr)
Kata al-Amr itu sendiri merupakan bentuk mashdar dari kata kerja Amara-Ya`muru artinya menyuruh atau memerintahkan atau menuntut seseorang untuk mengerjakan sesuatu. Dengan demikian term Ulu al-Amr dapat kita artikan sebagai pemilik kekuasaan dan pemilik hak untuk memerintahkan sesuatu. Seseorang yang memiliki kekuasaan untuk memerintahkan sesuatu berarti yang bersangkutan memiliki kekuasaan untuk mengatur dan mengendalikan keadaan.
Al-Qur’an juga menegaskan pengertian yang sama dalam hal ini, sebagaimana difirmankan dalam surat  An-Nisa:59
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# Í<'ré&ur ÍöDF{$# óOä3ZÏB ( bÎ*sù ÷Läêôãt»uZs? Îû &äóÓx«çnrŠãsù n<Î) «!$# ÉAqߧ9$#ur bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$# 4 y7ÏsŒ ×Žöyz ß`|¡ômr&ur ¸Írù's?  ÇÎÒÈ
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.(Q.S. An-Nisa:59).
Berdasarkan ayat diatas dapat dipahami bahwa pemimpin adalah sesorang yang memiliki hak atau wewenang untuk memerintah atas dasar ketaatan kepada Allah dan Rosul-Nya. Sehingga ketaatan kepada seorang pemimpin harus ditarik garis lurus selama masih sejalan dengan perintah Allah dan Rosul-Nya.
3.      Imam (imaamah)
Menurut Prof. Dr. H. Mahmud Yunus (1989:48), kata  Imam  berarti pemimpin, ikutan, atau panutan, sedangkan  imaamah berarti  keimaman atau kepemimpinan.
Kata imam dalam kepemimpinan Islam lebih spesifik terhadap aspek keteladanan, artinya seorang Imam adalah seorang figur yang mampu menjadi panutan dan memberi keteladanan (uswatun khasanah) bagi rakyatnya. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Isro ayat 17.
tPöqtƒ  (#qããôtR ¨@à2 ¤¨$tRé& ÷LÏiÏtBÎ*Î/ ( ô`yJsù uÎAré& ¼çmt7»tFÅ2 ¾ÏmÏÏJuÎ/ šÍ´¯»s9'ré'sù tbrâätø)tƒ óOßgt7»tGÅ2Ÿwur tbqßJn=ôàムWx‹ÏFsù ÇÐÊÈ  
Arinya :
“ (ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap umat dengan pemimpinnya; dan Barangsiapa yang diberikan kitab amalannya di tangan kanannya Maka mereka ini akan membaca kitabnya itu, dan mereka tidak dianiaya sedikitpun”. (Q.S. Al-Isro :71).
4.   Al-Wilayah
Kalimat “wali” kadangkala artinya mutawali (orang yang mengatur) semua urusan dan memiliki otoritas untuk bertindak terhadap suatu perkara, orang yang mempunyai kekuasaan negara/wilayah, yang memotivassi rakyat, dan sebagainya.  Terkadang kata wali artinya penolong atau kawan, dan konteks redaksi lah yang menentukan kapan diartikan pelindung dan penolong.
Ketika Al-Qur’an memerintahkan mencintai orang-orang yang beriman dan melarang mencintai di luar orang-orang mukmin dari orang-orang kafir dan ahli kitab, maka muwalah diartikan memberikan pertolongan dan kecintaan seperti firman Allah,
وَدُّوا لَوْ تَكْفُرُونَ كَمَا كَفَرُوا فَتَكُونُونَ سَوَاءً فَلَا تَتَّخِذُوا مِنْهُمْ أَوْلِيَاءَ حَتَّى يُهَاجِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَخُذُوهُمْ وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ وَلَا تَتَّخِذُوا مِنْهُمْ وَلِيًّا وَلَا نَصِيرًا (٨٩)
Artinya:
Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka). Maka janganlah kamu jadikan di antara mereka penolong-penolong(mu), hingga mereka berhijrah pada jalan Allah. Maka jika mereka berpaling, tawan dan bunuhlah mereka di mana saja kamu menemuinya, dan janganlah kamu ambil seorangpun di antara mereka menjadi pelindung, dan jangan (pula) menjadi penolong” (An-Nisa 89)
Allah berfirman,
الَّذِينَ يَتَّخِذُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَيَبْتَغُونَ عِنْدَهُمُ الْعِزَّةَ فَإِنَّ الْعِزَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا (١٣٩)
Artinya:
(yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah.  (An-Nisa 139)
5.      Ar-Ri’ayah
Kepemimpinan dalam terminologi ro’i mencakup kepemimpinan negara, masyarakat, rumahtangga, kepemimpinan moral, yang mencakup juga kepemimpinan laki-laki maupun wanita. Oleh karena itu, tak seorang pun di dunia ini lepas dari tanggung jawab kepemimpinan, minimal terhadap dirinya sendiri. Setiap orang mengemban amanah, dan setiap amanah pasti akan dimintai pertanggungjawabannya.
Ro’i berasal dari kata ro’a-yar’a-ro’yan-ri’ayatan. Kepemimpinan dalam terminologi ro’i menyiratkan pentingnya makna ri’ayah yang artinya menggembala, memelihara, mengarahkan, dan memberdayakan orang-orang yang ada dipimpinnya (ra’iyah). Kata rakyat dalam bahasa Indonesia berasal dari kata ra’iyah.
Rasulullah bersabda:
عن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما: أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال: ألا كلكم راع وكلكم مسؤول عن رعيته فالإمام الاعظم الذي على الناس راع وهو مسؤول عن رعيته .......
Artinya:
"…… Abdullah bin Umar r.a. berkata bahwa Rasulullah saw telah bersabda, “Ketahuilah: kalian semua adalah pemimpin (pemelihara) dan bertanggung jawab terhadap rakyatnya. Pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya tentang rakyat yang dipimmpinnya.”[9]  
B.     Dasar-dasar kepemimpinan menurut al-Quran dan as-Sunnah
1.      Berdasarkan al-Quran
a.       Q.S. Al-Baqoroh :30
øŒÎ)ur tA$s% š/u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$# ZpxÿÎ=yz ( (#þqä9$s% ã@yèøgrBr& $pÏù `tB ßÅ¡øÿム$pÏù à7Ïÿó¡ouruä!$tBÏe$!$# ß`øtwUur ßxÎm7|¡çR x8ÏôJpt¿2 â¨Ïds)çRur y7s9 ( tA$s% þÎoTÎ) ãNn=ôãr& $tB Ÿw tbqßJn=÷ès? ÇÌÉÈ  
Artinya :
ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
b.      Q.S. Al-Baqoroh :124
وَإِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ (١٢٤)

          Artinya :
beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku". Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim"
c.       Q.S. Al-An’am : 165

uqèdur Ï%©!$# öNà6n=yèy_ y#Í´¯»n=yz ÇÚöF{$# yìsùuur öNä3ŸÒ÷èt/ s-öqsù <Ù÷èt/ ;M»y_uyŠ öNä.uqè=ö7uŠÏj9 Îû !$tB ö/ä38s?#uä bÎ) y7­/u ßìƒÎŽ|  É>$s)Ïèø9$# ¼çm¯RÎ)ur Öqàÿtós9 7Ïm§ ÇÊÏÎÈ  
Artinya :
Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu Amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
d.      Q. S. Al Fathir: 39

uqèd Ï%©!$# ö/ä3n=yèy_ y#Í´¯»n=yz Îû ÇÚöF{$# 4 `yJsù txÿx. Ïmøn=yèsù ¼çnãøÿä. ( Ÿwur ßƒÌtƒ tûï͍Ïÿ»s3ø9$# öNèdãøÿä. yZÏãöNÍkÍh5u žwÎ) $\Fø)tB ( Ÿwur ßƒÌtƒ tûï͍Ïÿ»s3ø9$# óOèdãøÿä. žwÎ) #Y‘$|¡yz ÇÌÒÈ  
Artinya :
Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi. Barangsiapa yang kafir, Maka (akibat) kekafirannya menimpa dirinya sendiri. dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian mereka belaka.
2.      Berdasarkan as-Sunnah
a.       H.R. Bukhari
عن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما: أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال: ألا كلكم راع وكلكم مسؤول عن رعيته فالإمام الاعظم الذي على الناس راع وهو مسؤول عن رعيته والرجل راع على أهل بيته وهو مسؤول عن رعيته والمرأة راعية على أهل بيت زوجها وولده وهي مسؤولة عنهم وعبد الرجل راع على مال سيده وهو مسؤول عنه ألا فكلكم راع وكلكم مسؤول عن رعيته
Artinya:
"…… Abdullah bin Umar r.a. berkata bahwa Rasulullah saw telah bersabda, “Ketahuilah: kalian semua adalah pemimpin (pemelihara) dan bertanggung jawab terhadap rakyatnya. Pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya tentang rakyat yang dipimmpinnya. Suami adalah pemimpin bagi keluarganya dan akan dimintai pertanggungjawabannya tentang keluarga yang dipimpinnya. Isteri adalah pemelihara rumah suami dan anak-anaknya. Budak adalah pemelihara harta tuannya dan ia bertanggung jawab mengenai hal itu. Maka camkanlah bahwa kalian semua adalah pemimpin dan akan dituntut (diminta pertanggungjawaban) tentang hal yang dipimpinnya”[9]
b.      H.R. Bukhari-Muslim

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ
Artinya:
Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi saw, beliau bersabda: “ Ada tujuh kelompok yang akan mendapat naungan Allah pada hari yang tiada naungan kecuali naungan-Nya yaitu: Pemimpin yang adil, remaja yang senantiasa beribadah kepada Allah ta’alaa, seseorang yang senantiasa hatinya dipertautkan dengan masjid, dua orang yang saling cinta mencintai karena Allah dimana keduanya berkumpul dan berpisah karena-Nya, seorang laki-laki yang ketika dirayu oleh wanita bangsawan lagi rupawan, lalu menjawab: “sesungguhnya saya takut kepada Allah”, seseorang yang mengeluarkan shadakah kemudian ia merahasiakannya sampai-sampai tangan kiri tidak mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kanannya, dan seseorang yang berdzikir kepada Allah di tempat yang sunyi kemudian kedua matanya meneteskan air mata”..
c.       H.R. Bukhari Muslim

عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ إِلَّا أَنْ يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ فَإِنْ أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ
Artinya :
Dari Ibn Umar ra., dari Nabi Saw., sesungguhnya bliau bersabda : “Seorang Muslim wajib mendengar dan taat terhadap perintah yang disukai maupun tidak disukainya. Kecuali bila diperintahkan mengerjakan kemaksiatan, maka ia tidak wajib mendengar dan taat”
d.      H.R. Bukhari
حديث عبدالرّحمن بن سمرة، قال: قال النّبىّ صلّى الله عليه وسلّم: يا عبدالرّحمن إبن سمرة! لاتسأل الإمارة، إن أوتيتها عن مسئلة وكلت أليها، وإن أوتيتها من غير مسئلة أعنت عليها.
أخرجه البخارى فى: ٨٣ كتاب الأيمان والنذور: ١ باب قول الله تعالى - لا يؤاخذكم الله باللغو فى أيمانكم

Artinya:
Hadits diriwayatkan oleh Abdurrahman bin Samurah, ia berkata: Telah bersabda Nabi SAW: “Wahai Abdurrahman janganlah engkau mengharapkan suatu jabatan. Sesungguhnya jika jabatan itu diberi karena ambisimu maka kamu akan menanggung seluruh bebannya. Namun bila engkau ditugaskan tanpa ambisimu, maka kamu akan ditolong oleh Allah SWT untuk mengatasinya
C.    Karakteristik kepemimpinan dalam Islam
Islam memberi gambaran tentang sosok pemimpin yang benar-benar layak memimpin umat menuju kemaslahatan dan keselamatan dunia dan akhirat, baik dari Al-Qur’an, Hadist, maupun keteladanan Rosul dan para sahabat sebagai sosok pemimpin ideal bagi umat Islam.
Pemimpin ideal menurut Islam erat kaitannya dengan figur Rasulullah SAW. Beliau adalah pemimpin agama dan juga pemimpin negara. Rasulullah SAW  merupakan suri tauladan bagi setiap orang, termasuk para pemimpin karena dalam diri beliau hanya ada kebaikan, kebaikan dan kebaikan. Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam Al-Qur’an:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا (٢١)
Artinya:
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. (QS Al-Ahzab:21)
Merujuk kepada kepemimpinan Rasulullah SAW, maka karakteristik kepemimpinan adalah:
1.      Shidiq (Jujur)
Kejujuran adalah lawan dari dusta dan ia memiliki arti kecocokan sesuatu sebagaimana dengan fakta. Nabi Muhammad saw. sebagai utusan terpercaya Allah jelas tidak dapat lagi diragukan kejujurannya, kerena apa yang beliau sampaikan adalah petunjuk (wahyu) Allah yang bertitik pada kebenaran yaitu ridlo Allah. Sebagaimana difirmankan dalam QS. An-Najm:3-4.
$tBur ß,ÏÜZtƒ Ç`tã #uqolù;$# ÇÌÈ   ÷bÎ) uqèd žwÎ) ÖÓórur 4ÓyrqムÇÍÈ  
Artinya:
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).”(QS. An-Najm:3-4).
Kejujuran merupakan syarat utama bagi seorang pemimpin. Masyarakat akan menaruh respek kepada pemimpin apabila dia diketahui dan juga terbukti memiliki kwalitas kejujuran yang tinggi. Pemimpin yang memiliki prinsip kejujuran akan menjadi tumpuan harapan para pengikutnya. Mereka sangat sadar bahwa kualitas kepemimpinannya ditentukan seberapa jauh dirinya memperoleh kepercayaan dari pengikutnya.[9] Seorang pemimpin yang sidiqatau bahasa lainnya honest akan mudah diterima di hati masyarakat, sebaliknya pemimpin yang tidak jujur atau khianat akan dibenci oleh rakyatnya. Kejujuran seorang pemimpin dinilai dari perkaataan dan sikapnya. Sikap pemimpin yang jujur adalah manifestasi dari perkaatannya, dan perkatannya merupakan cerminan dari hatinya.
Dalam Al-Qur’an surat At-taubah ayat 119, Allah SWT mengisyaratkan kepada muslimin untuk senantiasa bersama orang-orang yang jujur.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ (١١٩)
Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.( QS. At-Taubah:119)
Rasulullah SAW bersabda mengenai pentingnya kejujuran.
عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلىَ البِرِّ وَإِنَّ البرَّ يَهْدِيْ إِلىَ الجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتىَّ يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِيْقاً وَإِيَّاكُمْ وَالكَذِبَ فَإِنَّ الكَذِبَ يَهِدِى إِلىَ الفُجُوْرِ وَإِنَّ الفُجُورْ
يَهْدِي إِلىَ النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيتَحَرَّى الكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كذاباً
Abdullah bin Mas’ud berkata: “Bersabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam : Kalian harus jujur karena sesungguhnya jujur itu menunjukan kepada kebaikan dan kebaikan itu menunjukkan kepada jannah. Seseorang senantiasa jujur dan berusaha untuk jujur sehingga ditulis di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan jauhilah oleh kalian dusta karena sesungguhnya dusta itu menunjukkan kepada keburukan dan keburukan itu menunjukkan kepada neraka. Seseorang senantiasa berdusta dan berusaha untuk berdusta sehingga ditulis disisi Allah sebagai seorang pendusta” (HR Muslim)
2.      Amanah/Terpercaya
Sebelum diangkat menjadi rasul, nabi Muhammad SAW bahkan telah diberi gelar Al-Amien yang artinya orang yang dapat dipercaya. Hal ini tentunya karena beliau adalah pribadi yang benar- banar dapat dipercaya dikalangan kaumnya. Sperti yang telah dijelaskan oleh Eaton (2006:175). Pada tahun 605 dewan pemerintah Quraisy memutuskan untuk merenovasi ka’bah, pada saat pemindahan hajar aswad terjadi sengketa antara bbeberapa klan (bani), ketidak sepakatan ini muncul karena masing-masing mereka berebut untuk memperoleh kehormatan memindahkan hajar aswad pada tempatnya. Diputuskan bahwa orang pertama yang masuk lapangan (segi empat ka’bah) lewat satu pintu tertentu hendaknya diminta bertindak sebagai juru damai, dan orang pertama yang adalah Muhammad. Ia mengatakan kepada penduduk untuk menghamparkan sebuah jubah besar, menempatkan batu itu diatasnya dan memanggil wakil tiap klan untuk bersama-sama mengangkatnya dalam posisi, kemudian ia sendiri meletakkan batu itu ketempatnya.
Allah mengisyaratkan dengan tegas untuk mengangkat “pelayan rakyat” yang kuat & dapat dipercaya dalam surat Al-Qoshos ayat 26.
ôMs9$s% $yJßg1y÷nÎ) ÏMt/r'¯»tƒ çnöÉfø«tGó$# ( žcÎ) uŽöyz Ç`tB |Nöyfø«tGó$# Èqs)ø9$# ßûüÏBF{$# ÇËÏÈ  

Artinya :
Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya".( Q.S.Al-Qoshos:26).
Amanah merupakan kualitas yang harus dimiliki seorang pemimpin. Dengan memiliki sifat amanah, pemimpin akan senantiasa menjaga kepercayaan masyarakat yang telah dibebankan sebagai amanah mulia di atas pundaknya. Kepercayaan maskarakat berupa penyerahan segala macam urusan kepada pemimpin agar dikelola dengan baik dan untuk kemaslahatan bersama.
Mengenai nilai amanah, Daniel Goleman mencatat beberapa ciri orang yang memiliki sifat tersebut.
§  Dia bertindak berdasarkan etika dan tidak pernah mempermalukan orang
§  Membangun kepercayaan diri lewat keandalan diri dan autentisitas (kemurnia/kejujuran)
§  Berani mengakui kesalahan sendiri dan berani menegur perbuatan tidka etis ornag lain
§  Berpegang kepada prinsip secara teguh, walaupun resikonya tidak disukai serta memiliki komitmen dan menepati janji
§  Bertangung jawab sendiri untuk memperjuangkan tujuan serta terorganisir dan cermat dalam bekerja. [10]
Amanah erat kaitanya dengan janggung jawab. Pemimpin yang amanah adalah pemimpin yang bertangggung jawab. Dalam perspektif Islam pemimpin bukanlah raja yang harus selalu dilayani dan diikuti segala macam keinginannya, akan tetapi pemimpin adalah khadim. Sebagaimana pepatah Arab mengatakan “sayyidulqaumi khodimuhum”, pemimpin sebuah masyarakat adalah pelayan mereka.
Sebagai seorang pembantu, pemimpin harus merelakan waktu. Tenaga dan pikiran untuk melayani rakyatnya. Pemimpin dituntut untuk melepaskan sifat individualis yang hanya mementingkan diri sendiri. Ketika menjadi pemimpin maka dia adalah kaki-tangan rakyat yang senantiasa harus melakukan segala macam pekerjaan untuk kemakmuran dan keamanan rakyatnya.Dalam buku The 21 Indispensable Quality of Leader, John C. Maxwell menekankan bahwa tanggung jawab bukan sekedar melaksanakan tugas, namun pemimpin yang bertanggung jawab harus melaksanakan tugas dengan lebih, berorienatsi kepada ketuntasan dan kesempurnaan. “Kualitas tertinggi dari seseorang yang bertangging jawab adalah kemampuannya untuk menyelesaikan”[11].
3.      Tablig (Komunikatif)
Kemampuan berkomunikasi merupakan potensi dan kualitas prinsip yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Karena dalam kinerjanya mengemban amanat memaslahatkan umat, seorang pemimpin akan berhadapan dengan kecenderungan masayarakat yang berbeda-beda. Oleh karena itu komunikasi yang sehat merupakan kunci terjalinnya hubungan yang baik antara pemimpin dan rakyat.
Allah berfirman :
$pkšr'¯»tƒ zÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qç7ŠÉftGó$# ¬! ÉAqߧ=Ï9ur #sŒÎ) öNä.$tãyŠ $yJÏ9 öNà6‹ÍŠøtä ( (#þqßJn=ôã$#uržcr& ©!$# ãAqçts šú÷üt/ ÏäöyJø9$# ¾ÏmÎ7ù=s%ur ÿ¼çm¯Rr&ur ÏmøŠs9Î) šcrçŽ|³øtéB ÇËÍÈ  
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan Sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan.
Salah satu ciri kekuatan komunikasi seorang pemimpin adalah keberaniannya menyatakan kebenaran meskipun konsekuensinya berat. Dalam istilah Arab dikenal ungkapan, “kul al-haq walau kaana murran”, katakanlah atau sampaikanlah kebenaran meskipun pahit rasanya.
Tablig juga dapat diartikan sebagai akuntabel, atau terbuka untuk dinilai. Akuntabilitas berkaitan dengan sikap keterbukaan (transparansi) dala kaitannya dengan cara kita mempertanggungkawabkan sesuatu di hadapan orang lain. Sehingga, akuntabilitas merupakan bagian melekat dari kredibilitas. Bertambah baik dan benar akuntabilitas yang kita miliki, bertambah besar tabungan kredibilitas sebagai hasil dari setoran kepercayaan orang-orang kepada kita[12].
4.    Fathonah (cerdas)
Seorang pemimpin sebagai visioner haruslah orang yang berilmu, berwawasan luas, cerdas, kreatif, dan memiliki pandangan jauh ke depan. Karena untuk mewujudkan kemaslahatan dan kemakmuran masyarakat dibutuhkan pemikiran besar dan inovatif serta tindakan nyata. Kecerdasa (inteleligen) dalam hal ini mencakup segala aspek kecerdasan, baik kecerdasan emosional (EQ), spiritual (SQ) maupun intelektual (IQ).
Cerdas sendiri dapat diartikan sebagai “kemampuan individu untuk memahami, berinovasi, memberikan bimbingan yang terarah untuk perilaku, dan kemampuan mawas diri. Ia merupakan kemampuan individu untuk memahami masalah, mencari solusinya, mengukur solusi atau mengkritiknya, atau memodifikasinya”.(Al-Hajjaj,2009:20).
Kecerdasan pemimpin tentunya ditopang dengan keilmuan yang mumpuni. Ilmu bagi pemimpin yang cerdas merupakan bahan bakar untuk terus melaju di atas roda kepemimpinannya. Pemimpin yang cerdas selalu haus akan ilmu, karena baginya hanya dengan keimanan dan keilmuan dia akan memiliki derajat tinggi di mata manusia dan juga pencipta. Hal ini sebagaimana janji Allah yang tertuang dalam surat Al-Mujadalah ayat 11.
Æìsùötƒ ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uyŠ 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ×ŽÎ7yz ÇÊÊÈ  

 Artinya :
“...Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.(Q.S. Al-Mujadalah:11).
D.    Tujuan kepemimpinan dalam Islam
Kepemimpinan dalam Islam memiliki dua tujuan pokok yang harus direalisasikan, yaitu :
1.      Menegakkan agama Islam (Iqamatuddin)
Imam Al-Kamal Bin Hammad Al-Hanafi berkata, “Tujuan pertama dalam penegakkan imamah (kepemimpinan) adalah untuk menegakkan agama. Maksudnya adalah menegakkan syi’ar-syi’ar agama sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah, yaitu dengan memurnikan segala ketaatan kepada Allah, menghidupkan sunnah-sunnah, dan menghilangkan bid’ah agar seluruh manusia bisa sepenuhnya menaati Allah Ta’ala.” (Al-Musamarah Syarh Al-Musayarah, hal. 153)
Syaikh Ad-Dumaiji menjelaskan bahwa penegakkan Islam bisa dicapai dengan dua cara yang dilaksanakan secara serentak, yaitu:
a.       Menjaga kemurniaan agama (hifzhuddin),
yaitu menjaga kemurnian pemahaman Islam dari segala keyakinan yang menyimpang atau pemikiran-pemikiran sesat yang dapat menghilangkan keotentikan ajaran Islam. Seorang pemimpin memiliki kewajiban untuk menjaga kemurnian akidah rakyatnya. Menjaga pemahaman mereka agar sesuai dengan apa yang telah disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dalam tataran pelaksanaannya, ada beberapa hal yang harus dilaksanakan oleh pemimpin agar kemurnian ajaran Islam tetap terjaga.
1)      Menyebarkan dakwah di tengah kaum Muslimin dan senantiasa menyeru umat-umat non Muslim kepada ajaran Islam.
2)      Mendakwahi penguasa kafir dan bangsa-bangsa non Muslim melalui jalan jihad, yaitu dengan menawarkan tiga pilihan: masuk Islam, bayar jizyah, atau perang.
3)      Menolak segala macam bentuk bid’ah, syubhat dan pemikiran-pemikiran batil yang menyelisihi sunnah.
b.      Melaksanakan ajaran Islam dalam semua aspek kehidupan. (Tanfidzuddin)
Syariat Islam diterapkan oleh imam dengan cara menegakkan hukum-hukum Allah serta membimbing masyarakat untuk menaati perintah-perintah syar’i dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Ibnu Taimiyah berkata, “Penegakkan hudud adalah kewajiban pemimpin, yaitu dengan menetapkan hukuman bagi siapa saja yang meninggalkan kewajiban atau melakukan perbuatan haram.” (Ibnu Taimiyah, Al-Hisbah, hal. 55)
Dalam hal ini, di antara hal yang menjadi kewajiban pemimpin adalah:
1)      Mengelola zakat, fa’i, ghanimah, jizyah, kharaj, wakaf dan sedekah.
2)      Mengatur dan mengirim pasukan-pasukan jihad fi sabilillah.
3)      Menegakkan hukum-hukum hudud dan jinayat (pidana) atas perilaku kriminal.
4)      Mendirikan pengadilan syariat dan mengangkat para qadhi (hakim syariat) yang mengadili perkara-perkara syariat.
5)      Mendirikan lembaga hisbah yang bertugas melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar.
2.      Mengatur dunia berdasarkan syariat Islam
Para ulama sepakat bahwa seorang pemimpin wajib mengatur seluruh aspek kehidupan manusia berdasarkan syariat Allah, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, maupun militer. Semuanya harus sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an dan As-Sunnah. Karena seluruh aturan manusia telah Allah tetapkan di dalamnya.
Syariat Islam merupakan hukum yang bersifat syumul, berlaku setiap kondisi dan tidak pernah lekang dengan bergantinya zaman. Semuanya ditetapkan oleh Dzat yang Maha Mengetahui segala sesuatu. Tidak ada hukum yang lebih baik dan sempurna daripada hukum Allah. Oleh karena itu Allah pun memerintahkan kepada hamba-Nya untuk senantiasa berhukum dengan hukum Allah. Firman-Nya:
فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ
Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.”(QS. Al-Maidah: 48)

Oleh karena itu, hal ini menuntut seorang pemimpin untuk melaksanakan tugas-tugas berikut ini:
a.       Menegakkan keadilan dan memberantas kezhaliman
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS. An-Nahl: 90)
b.      Menjaga persatuan umat Islam dan mencegah perpecahan
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat,” (QS. Al-Hujurat: 10)
Menjaga persatuan kaum Muslimin termasuk dasar tujuan tegaknya kepemimpinan. Banyak hal yang diperselisihkan dalam menjalankan ibadah. Misalnya dalam masalah ru’yah ketika menentukan awal Ramadhan. Adanya pemimpin menjadi tempat mengembalikan perselisihan yang timbul diantara umat. Sehingga dalam sebuah kaidah fiqhiyah para ulama menyebutkan
حكم الحاكم يرفع الخلاف
“Hukum atau ketetapan pemimpin menghilangkan perbedaan.” (Al-Qarafi, Al-Furuq, 2/103)
c.       Menjaga perbatasan wilayah dan menciptakan keamanan bagi setiap warga yang ada dalam kepemimpinannya
Imam Haramain Al-Juwaini berkata, “Perhatian pemimpin untuk menjaga perbatasan merupakan perkara yang cukup penting, yaitu dengan menjaga benteng perbatasan, menyimpan cadangan makanan yang cukup, menggali parit, serta menyediakan alat perlengkapan militer untuk pertahanan wilayah dan menyiapkan para pasukan di sepajang jalur perbatasan.” (Al-Juwaini,Ghiyasul Umam, hal. 156)
Pendapat ini juga dikuatkan oleh Al-Mawardi dalam Ahkamu Sultaniyah, hal. 16, dan Abu Ya’la dalam Ahkum Sultaniyah, hal 27.
d.      Mengelola kekayaan alam untuk kemaslahatan Islam dan kaum Muslimin
Diantara tujuan dari adanya kepemimpinan dalam Islam adalah mengelola kekayaan alam yang telah diciptakan oleh Allah. Sebagaimana firman-Nya:
هُوَ أَنْشَأَكُمْ مِنَ الأرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا
“…Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya…”(QS. Hud: 61)
Dengan demikian, di antara tujuan yang paling mendasar adanya konsep kepemimpinan dalam Islam. Seorang pemimpin dipilih untuk melanjutkan tugas kenabian yang bertanggung jawab untuk menegakkan agama dan mengatur kemaslahatan umat. Di tangannya-lah urusan umat akan berjalan dengan teratur.
Semua ketetapan tersebut tak lain dikarenakan pemimpin menjadi wasilah bagi kaum Muslimin dalam mengamalkan perintah Allah secara utuh. Sehingga ketaatan kepadanya tidak mutlak, akan tetapi berada di bawah ketaatan kepada Allah. Jika pemimpin tersebut memerintahkan kepada kemaksiatan maka ketika itu tidak wajib ditaati, bahkan hukumnya berubah menjadi haram.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar