A. Pengertian
Haidh atau haid
(dalam ejaan bahasa Indonesia) adalah darah yang keluar dari rahim seorang
wanita pada waktu-waktu tertentu yang bukan karena disebabkan oleh suatu
penyakit atau karena adanya proses persalinan, dimana keluarnya darah itu
merupakan sunnatullah yang telah ditetapkan oleh Allah kepada seorang wanita.
Allah Ta’ala
berfirman:
وَيَسْأَلُونَكَ
عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُواْ النِّسَاء فِي الْمَحِيضِ وَلاَ
تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىَ يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ
أَمَرَكُمُ اللّهُ
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang (darah)
haidh. Katakanlah, “Dia itu adalah suatu kotoran (najis)”. Oleh sebab itu
hendaklah kalian menjauhkan diri dari wanita di tempat haidhnya (kemaluan). Dan
janganlah kalian mendekati mereka, sebelum mereka suci (dari haidh). Apabila
mereka telah bersuci (mandi bersih), maka campurilah mereka itu di tempat yang
diperintahkan Allah kepada kalian.” (QS. Al-Baqarah: 222)
Dari Aisyah ra berkata:
كَانَ
يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلَا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ
الصَّلَاةِ
Artinya: “Kami
dahulu juga mengalami haidh, maka kami diperintahkan untuk mengqadha puasa dan
tidak diperintahkan untuk mengqadha shalat.” (HR. Al-Bukhari No. 321 dan Muslim
No. 335)
B. Warna darah Haidh
Umumnya
darah Haidh berwarna merah yang cenderung kehitaman, berbau tidak sedap,
kental, hangat ketika keluar, deras ketika pertama kali keluar dst..namun boleh
jadi tiap wanita tidak selalu sama persis kondisi darah haidhnya dengan
sifat-sifat ini, sehingga ciri-ciri umum darah Haidh tersebut tetap tidak bisa
dijadikan sebagai patokan yang kaku.
C. Lamanya Haidh
Mayoritas ulama – madzhab
Maliki, Syafii, dan Hambali – berpendapat bahwa batas maksimal waktu haidh
adalah 15 hari. Sedangkan menurut Hanafiyah, batas maksimal haidh adalah 10
hari.
Berikut keterangan dalam
masing-masing kitab madzhab yang menyatakan batas maksimal haidh 15 hari,
1. Madzhab
Mailiki
Dalam al-Mudawanah ‘ala al-Fiqh al-Maliki
dinyatakan,
قال
ابن نافع عن عبد الله بن عمرو عن ربيعة ويحيى بن سعيد وعن أخيه عبد الله أنهما
كانا يقولان: أكثر ما تترك المرأة الصلاة للحيضة خمسة عشرة ليلة ثم تغتسل وتصلي
Artinya:”Ibnu Nafi mengatakan dari Abdullah bin
Amr dari Rabi’ah dan Yahya bin Said, dari saudaranya Abdullah bin Said,
keduanya mengatakan,
“Batas
maksimal seorang wanita boleh meninggalkan shalat karena haidh adalah 15 hari,
kemudian dia harus mandi dan shalat.” (al-Mudawanah, 1/151).
2. Madzhab
Syafiiyah
Dalam Matan Ghayah wa Taqrib (Matan Abi
Syuja’) dinyatakan,
وأقل
الحيض : يوم وليلة وأكثره : خمسة عشر يوما وغالبه : ست أو سبع
Batas minimal haidh adalah sehari
semalam, sedangkan batas maksimalnya adalah 15 hari, dan umumnya haidh terjadi
selama 6 atau 7 hari.
(Matan Ghayah wa Taqrib, Abi Syuja’, hlm. 51)
3. Madzhab
Hambali
Dalam Kasyaful Qana’ dinyatakan
(وأكثره) أي: الحيض (خمسة عشر يوماً) بلياليهن؛ لقول علي: ما زاد
على الخمسة عشر استحاضة
Maksimal
haidh adalah 15 hari/malam, berdasarkan keterangan dari Ali bin Abi Thalib,
“Yang lebih dari 15 hari, statusnya mustahadhah.” (Kasyaful Qana’, 1/203).
Hal
yang sama juga disampaikan Ibnu Qudamah,
وأقل
الحيض يوم وليلة، وأكثره خمسة عشر يوماً. هذا الصحيح من مذهب أبي عبد الله، وقال
الخلال: مذهب أبي عبد الله لا اختلاف فيه، أن أقل الحيض يوم، وأكثره خمسة عشر
يوماً
Batas minimal haidh adalah sehari
semalam, dan maksimal waktu haidh adalah 15 hari. Inilah pendapat yang benar
dalam madzhab Imam Ahmad (Abu Abdillah). Al-Khallal mengatakan, ‘Pendapat Abu
Abdillah – Imam Ahmad’ – bahwa batas minimal haidh sehari semalam, dan batas
maksimalnya 15 hari.
(al-Mughni, 1/224)
4. Mazhab Hanafi
Menurut mazhab
Hanafi paling sedikitnya haidh 3 hari 3 malam dan maksimalnya 10 hari 10
malam.Jika masanya lebih dari 10 hari maka itu bukan lagi darah haidh tetapi
darah istihadah (darah penyakit yang keluar dari rahim bukan karena haidh atau
nifas).Berdasarkan hadits dari Aisyah binti Abu bakar mengatakan "Masa haidh
minimal bagi wanita perawan atau sudah kawin adalah 3 hari 3 malam dan
maksimalnya 10 hari".(HR.Tabrani dan Daruqutni).
Pendapat jumhur berdalil dengan
keterangan dari seorang tabiin, Atha bin Abi Rabah yang diriwayatkan oleh
Bukhari secara muallaq.
وَقَالَ
عَطَاءٌ: الحَيْضُ يَوْمٌ إِلَى خَمْسَ عَشْرَةَ
Atha
mengatakan, ”Haidh minimal sehari hingga 15 hari.” (HR. Bukhari secara muallaq).
Indikator selesainya masa haidh
adalah dengan adanya gumpalan atau lendir putih (seperti keputihan) yang keluar
dari jalan rahim. Namun, bila tidak menjumpai adanya lendir putih ini, maka
bisa dengan mengeceknya menggunakan kapas putih yang dimasukkan ke dalam
vagina. Jika kapas itu tidak terdapat bercak sedikit pun, dan benar-benar
bersih, maka wajib mandi dan shalat.
Sebagaimana disebutkan bahwa
dahulu para wanita mendatangi Aisyah radhiyallahu ‘anhadengan menunjukkan
kapas yang terdapat cairan kuning, dan kemudian Aisyah mengatakan :
لاَ
تَعْجَلْنَ حَتَّى تَرَيْنَ القَصَّةَ البَيْضَاءَ
“Janganlah kalian terburu-buru sampai
kalian melihat gumpalan putih.” (Atsar ini terdapat dalam Shahih
Bukhari).
D. Amalan Yang Dilarang dalam masa Haidh
Amalan yang dilarang berdasarkan
dalil kepada wanita haidh
adalah seperti berikut:
1) Larangan
menunaikan sholat dengan ijma’ ulama.
Dalil bagi larangan ini berdasarkan antaranya dari sebuah Hadits
yang panjangAbi Sa’ied al-Khudriy di dalamnya RasulullahSAW bersabda:
أليس
إذا حاضت لم تصل ولم تصم
Artinya: “Bukankah
seseorang wanita apabila berhaidh, dia tidak perlu sholat dan berpuasa.”(HR
al-Bukhari dan Muslim)
2) Larangan
berpuasa dengan ijma’ ulama.
Dalilnya
adalah seperti di atas.
3) Larangan
melakukan hubungan suami-isteri
Berdasarkan
hadits Nabi SAW:
اصنعوا
كل شيء إلا النكاح
Artinya: “Kamu
boleh melakukan semuanya (dengan isteri ketika dia haidh) melainkan al-Nikah.” (HR
Muslim)
Demikian juga hadits dari Abu Hurairah
RA, Rasulullah
SAW bersabda:
من
أتى حائضاً أو امرأة في دبرها أو كاهناً فقد كفر بما أنزل على محمد
Artinya: “Barangsiapa yang mendatangi (isteri)
yang berhaidh, atau melalui duburnya atau tukang tenung (untuk menenung nasib),
maka sesunggnya dia telah ingkar
dengan apa yang diturunkan kepada Muhammad.” (HR Ahl al-Sunan. Dinilai
Sahih oleh al-Albani)
4) Larangan
Tawaf di Ka’bah dengan
ijma’ ulama.
Antara dalilnya ialah hadits yang panjang daripada ‘Aisyah
RA menceritakan beliau datang
haidh ketika hendak melakukan haji. Lalu Rasulullah SAW
bersabda kepadanya:
افعلي
ما يفعل الحاج غير ألا تطوفي بالبيت حتى تطهري
Artinya: “Lakukan
apa-apa yang dilakukan oleh orang yang menunaikan haji, melainkan jangan engkau
tawaf di Kaabah sehinggalah kamu suci (daripada haidh).” (HR
al-Bukhari dan Muslim)
5)
Larangan menyentuh mashaf al-quran
Dalilnya adalah hadits daripada ‘Amr bin Hazm yang
menceritakan di dalam surat yang ditulis oleh Nabi SAW kepadanya ada terdapat
ayat:
ولا
يمس القرآن إلا طاهر
Artinya: “Dan
tidak menyentuh al-Quran melainkan orang yang suci.” (HR al-Daraqutni,
Ahmad dan Malik. Al-Albani menilai hadits ini sebagai Sahih
Lighairihi di dalam Irwa’ al-Ghalil 1/158. Beliau
menyebut: “dan
rumusannya: Bahwa hadits ini terdapat beberapa jalan, semuanya tidak
sunyi dari kelemahan. Akan tetapi kelemahan yang sedikit, tidak terdapat di
dalam sanadnya periwayat yang dihukum dusta, sebaliknya hanya cacat disebabkan
Irsal atau hafalan yang lemah. Maka termasuk yang diakui di dalam ilmu
“mustalah al-Hadits” bahwa jalan-jalan periwayatan hadits yang banyak boleh
menguatkan antara satu dengan yang lain, jika tidak terdapat (periwayat) yang
dituduh dusta. Sama seperti yang diperakui oleh al-Nawawi di dalam Taqribnya dan
al-Suyuthi di dalam Syarahnya. Karena itu maka saya (al-Albani) lebih tenang untuk
menilai hadits ini sebagai sahih, terutamanya ia telah dijadikan hujjah oleh
Imam al-Sunnah Ahmad bin Hambal dan dinilai sahih juga oleh sahabat beliau
al-Imam Ishak bin Rahuwaih”
6) Larangan
suami menjatuhkan talak kepada isteri yang sedang haidh.
7) Larangan menetap di
dalam masjid berdasarkan pandangan sebahagian ulama.
Antara dalilnya hadits daripada Ummu ‘Atiyyah RA yang
berkata:
أمرنا
أن نخرج العواتق والحيض في العيدين يشهدن الخير ودعوة المسلمين وتعتزل الحيض
المصلى
Artinya: “Kami
diarahkan agar dibawa juga
para hamba, wanita yang haidh pergi sholat dua hari raya agar mereka
menyaksikan kebaikan dan doa para muslimin. Dan (hendaklah) wanita yang berhaidh
menjauhi tempat sholat” (HR al-Bukhari dan Muslim)
E.
Amalan yang
diperbolehkan ketika Haidh
1. Berdzikir
kepada Allah
Berdzikir tetap dapat
dilakukan meskipun wanita sedang mengalami haidh. Dengan berdzikir, seorang
mukmin bisa mendapatkan ketenangan yang hakiki. Sebagaimana firman Allah:
الَّذِينَ
آَمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ
تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“Orang-orang yang beriman, hati mereka
menjadi tenang dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah,
hati menjadi tenang” (QS.
Ar Ra’du : 28)
2. Berdoa
kepada Allah
Dalam kondisi haidh, seorang
muslimah tetap dapat berdoa. Berdoa apapun, baik yang berdasarkan keadaan
karena mau keluar rumah dan naik kendaraan, maupun berdoa secara umum. Doa
merupakan senjata mukmin. Jika dalam kondisi haidh ruhiyah turun, berdoalah
kepada Allah.
3. Membaca
hadits
Berbeda dengan membaca Al Qur’an yang diharamkan oleh jumhur
ulama jika dibaca wanita haidh, membaca hadits tidak dilarang. Membaca hadits
memang tidak berpahala seperti membaca Al Qur’an, tetapi seorang muslimah dapat
memperoleh pahala dari membaca hadits sebagaimana pahala belajar atau mencari
ilmu.
4. Mendengarkan
bacaan Al Qur’an
Seorang muslimah yang sedang haidh
dilarang membaca dan menyentuh mushaf. Tentu jauh dari Al Qur’an rasanya tidak
enak bagi muslimah yang telah terbiasa dekat dengannya. Untungnya,
diperbolehkan bagi mereka untuk mendengarkan bacaan atau murattal Al Qur’an,
baik melalui kaset maupun dibaca oleh orang lain secara langsung.
5. Membaca
buku
Wanita yang haidh boleh
membaca buku atau kitab yang ditulis oleh para ulama, misalnya tauhid,
tazkiyatun nafs, fiqih dan lain-lain. Meskipun di dalamnya dikutip ayat Al
Qur’an.
6. Mendengarkan
ceramah agama
Wanita yang haidh juga boleh
mendengarkan ceramah agama, baik yang didengarkan melalui kaset maupun
pengajian langsung.
Mengikuti majelis taklim. Wanita yang haidh boleh
mengikuti majelis taklim, selama tidak berada di dalam masjid
7. Semua
amal haji dan umrah kecuali thawaf
Muslimah yang sedang haidh
oleh melakukan ihram, wukuf di Arafah, dan semua amalan haji dan umrah kecuali
thawaf di sekeliling ka’bah. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam kepada Aisyah:
فَافْعَلِى
مَا يَفْعَلُ الْحَاجُّ ، غَيْرَ أَنْ لاَ تَطُوفِى بِالْبَيْتِ حَتَّى تَطْهُرِى
Artinya: “Kerjakanlah seperti orang yang menjalankan ibadah haji
kecuali melakukan thawaf di Ka’bah hingga kamu bersuci” (Muttafaq ‘alaih)
Wallahu a’lam bish shawab
Dikutip dari berbagai sumber