Sabtu, 14 Mei 2022

RESUME DAN REVIEW DISERTASI DAKWAH TUAN GURU DAN TRANSFORMASI SOSIAL DI LOMBOK NUSA TENGGARA BARAT Karya: Fahrurrozi (2010)

 

Pengantar

Tulisan ini merupakan tugas resume dan kritik terhadap suatu penelitian (disertasi). Reviewer melakukan beberapa tahapan, antara lain yaitu; Pertama; reviewer memahami isi disertasi kemudian menjadikannya sebuah ringkasan (resume) yang disajikan kedalam tulisan tidak melebihi sepuluh halaman. Reviewer berusaha seoptimal mungkin mencantumkan hal-hal yang terpenting mulai dari pendahuluan sampai hasil temuan penelitian serta kesimpulan. Kedua; reviewer melakukan kritik terhadap penelitian tersebut pada dua poin utama, yaitu; 1) mengkritisi metodologi yang digunakan penulis disertasi (meliputi bagian pendahuluan seperti rumusan masalah penelitian, signifikansi penelitian, pendekatan yang digunakan, metode pengumpulan data, dan merode analisis data), 2) mengkritisi teori yang digunakan penulis disertasi (meliputi pemilihan teori yang dipilih dalam penelitian, isi atau hasil temuan penelitian, serta kesimpulan).

Reviewer menawarkan dan atau memberi saran terhadap penelitian tersebut. Poin yang ditawarkan reviewer antara lain pada segi pendekatan yang digunakan, metodologi penelitian dan teori alternatif. Termasuk menawarkan outline penelitian yang relevan dalam pandangan reviewer.      Disertasi yang diresume dan dikritik ini berjudul “Dakwah Tuan Guru Dan Transformasi Sosial Di Lombok Nusa Tenggara Barat” yang ditulis oleh Fahrurrozi.

Bagian pertama: Resume

BAB I:  PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang  Masalah

Menurut Fahrurrozi transformasi sosial yang dilakukan oleh tuan guru di Lombok telah merubah konsep dakwah dari beberapa aspek, yaitu: 1) Aspek materi dakwah dari kandungan materi yang berisi ibadah dan tauhid menjadi materi tentang peduli kepada sesama dan lingkungan, 2) Materi dakwah yang hanya untuk kalangan tertentu menjadi terbuka untuk semua kalangan, di mana da’i harus bisa menerapkan persamaan hak dan kedudukan masyarakat Lombok, 3) Aspek Metodologi, perubahan dari monolog ke dialog, 4) Da’i melakukan pendekatan dengan institusi sebagai metode dalam penyebaran dakwah  5) Da’i melakukan pendekatan kepada masyarakat yang menengah ke bawah yang lemah dari sisi ekonomi dan pengetahuan sehingga mereka mendapat pembelaan hak-haknya dengan pendampingan para da’i,  6) Tuan guru bertindak sebagai pendamping dan pembela masyarakat dalam dalam memperoleh hak persamaan hukum [1]

B.    Pembatasan dan Perumusan Masalah

1.     Pembatasan Masalah

Menurut Fahrurrozi, masalah-masalah yang teridentifikasi di atas tidak mungkin dijawab semua. Karena itu masalah-masalah tersebut dibatasi pada aspek:

a.      Proses dakwah transformasi sosial oleh tuan guru dalam aspek politik, ekonomi dan budaya di Lombok Timur.

b.     Bentuk dakwah transformasi sosial oleh tuan guru dalam aspek ekonomi, sosial dan budaya di Lombok Timur

2.     Perumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini menurut Fahrurrozi adalah:

a.      Bagaimana proses dakwah transformasi sosial oleh tuan guru dalam aspek poliik, ekonomi dan budaya di Lombok Timur?

b.     Bagaimana bentuk dakwah transformasi sosial oleh tuan guru dalam aspek politik, sosial dan budaya di Lombok Timur?

C.    Manfaat penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang ditetapkan di atas, maka manfaat penelitian ini menurut Fahrurrozi adalah:

a.      Manfaat Teoritis

1.     Menambah khasanah ilmiah dalam kajian ilmu dakwah, mengingat bahwa bidang ini masih membutuhkan pendekatan-pendekatan ilmu lain atau paradigma baru di luar ilmu dakwah

2.     Memperkuat teori-teori dakwah dengan pendekatan ilmu komunikasi dan ilmu sosiologi

b.     Manfaat praktis

1.     Memberi inspirasi bagi para intelektual muslim untuk menggali potensi-potensi ajaran Islam dalam bidang dakwah dan komunikasi

2.     Memberikan dorongan kepada umat Islam baik secara individu maupun masyarakat untuk membnagun sumberdaya dan potensi yang mereka miliki demi terwujudnya kesejahteraan sosial.

3.     Memudahkan pengambilan kebijakan/pemerintah dalam upaya mencari dukungan dan suatu partisipasi dari umat untuk melakukan agenda-agenda perubahan sosial atau pengembangan masyarakat.

 

 

 

D.    Metodologi Penelitian

1.     Jenis Penelitian

Fahrurrozi menggunakan jenis penelitian kualitataif, maka fokus fokus penelitiannya pada sumber data yang diolah dari hasil penelitian lapangan (field reseach).

2.     Subjek Penelitian

Subjek penelitian Fahrurrozi dalam disertasi ini adalah para tuan guru yang ada di Lombok Timur yang berjumlah 114 orang. Fahrurrozi akan meneliti dan mengamati berdasarkan sampling guna memformulasikan pola dan model serta strategi dakwah yang mereka lakukan di tengah masyarakat.[2]  

Adapun Tuan guru yang dianggap refresentataif untuk dijadikan informan sebanyak 14 orang, yaitu: TGH. Muhammad Ruslan Zein Annahdly, TGH, Zainul Majdi, Lc, MA, TGH. Muhammad Yasin, TGH. M. Sibawahi Mutawali, TGH. Ismail Thahir Yasin, TGH. L. Thahir Badri, TGH. Husnuddu’at, TGH. Hudatullah, Lc MA, TGH. L. Anas Hasyri, TGH. M. Thahir Azhari, TGH. Hazmi Hazmar, TGH. Tajuddin Ahmad, TGH. Abdul Aziz, TGH. M. Yusuf Ma’mun.

3.     Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan  di Lombok Timur Propinsi Nusa Tenggara Barat pada 6 kecamatan tersebut adalah: Kecamatan Selong, Suralaga, Aikmel, Wanasaba, Sakra Barat, Jerowaru, dan Terara.  Alasan penentuan lokasi tersebut karena beberapa faktor pertimbangan: Lombok Timur merupakan basis Pasantren terbanyak di NTB, menjadi pusat Organisasi Islam terbesar di NTB  (Nahdhatul Watan (NW)), merupakan masyarakat muslim mayoritas dan terbanyak di NTB.

4.     Tehnik Pengumpulan data

a.      Pengamatan berperan serta

b.     Wawancara Mendalam (indepth interview)

c.      Studi dokumentasi

5.     Tehnik Analisis Data

a.      Reduksi data.

b.     Penyajian (display) data. Tahapan ini adalah penyususnan data dalam bentuk narasi-narasi berbentuk serangkaian informasi

c.      Pengambilan kesimpulan dan verifikasi

E.    Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang dilakukan ole Fahrurrozi dalam penelitian ini adalah:

1.     Pendekatan sosiologi karena berhubungan dengan masyarakat

2.     Pendekatan Sosiologi Komunikasi karena berhubungan dengan dakwah

3.     Pendekatan Antropologi Agama karena berhubngan dengan budaya.[3]

F.     Sistematika penulisan

Bab Pertama, Pendahuluan meliputi: Latar belakang masalah, batasan masalah dan perumusan masalah, tujuan penelitian, kajian terdahulu yang relevan, metodologi penelitian dan sistematika peneulisan.

Bab kedua, kajian Teori membahas tentang dakwah transformatif dan kepemimpinan tokoh agama, karakteristiknya, transfoemasi sosial dan kepemimpinan tokoh agama.

Bab ketiga, Setting sosial, ekonomi, politik dan relegius masyarakat Sasak Lombok Timur, mencakup: sosio-kultural, struktur budaya dan agama masyarakat Lombok Timur.

Bab keempat, proses dakwah transformatif Tuan guru dalam kehidupan masyarakat, meliputi: proses transformasi dakwah tuan guru, Dakwah tuan guru melalui politik, dan Dakwah tuan guru melalui sosial budaya

Bab kelima, Hasil transformasi sosial tuan guru dengan sistem dakwah transformatif, meliputi: tuan guru dan pemberdayaan ekonomi, politik dan budaya masyarakat, Bentuk transformasi Sosial, Model pemberdayaan masyarakat pedesaan, model pemberdayaan komunitas pasantren dan pemberdayyan pola pikir dan pola tingkah masyarakat

Bab keenam, Penutup berupa kesimpulan, saran, rekomedasi serta daftar pustaka dan lampiran-lampiran

BAB II: Dakwah Transformatif dan Kepemimpinan Tokoh Agama

A.    Konsep Dakwh Transformatif

Dakwah transformatif merupakan metode dakwah yang dilakukan da’i dengan menyampaikan materi-materi dakwah yang riil terjadi di tengah-tengah masyarakat berasaskan amar ma’ruf dan nahi munkar, dengan elakukan pendampingan masyarakat secara langsung..[4] Menurut Fahrurrozi ada lima faktor yang musti ada pada diri da’i dalam mewujudkan dakwah transformatif, yaitu: a) Penyampaian materi dakwah , yaitu dari kandungan materi yang berisi ibadah dan tauhid menjadi materi tentang peduli kepada sesama dan lingkungan,, b) Penggunaan metode dakwah, yaitu dari metode satu arah menjadi metode dua arah, artinya ada interaksi langsung antara masyarakat dengan da’i,  c) Memanfaatkan lembaga pemerintah dan swasta untuk memudahkan jalannya aktifitas dakwah,  d)  Ada wujud keberpihakan kepada kaum lemah (mustadh’afin), e) Juru dakwah melakukan advokasi dan pengorganisasian masyarakat terhadap suatu kasus yang terjadi di daerahnya untuk didampingi.

Fahrurrozi mengutip ayat tentang Dakwah transformatif yaitu: QS. Al-Anfal: 24, QS. Ali Imran: 164, QS. Al-A’raf: 157. Berdasarkan ayat di atas, dakwah transformatif dapat dilihat dari lima dimensi, yaitu: Dimensi Tilawah yaitu membaca ayat-ayat al-Quran, Dimensi Tazkiyah yaitu dorongan  untuk selalu membela dan menyuarakan  kebenaran dan keadilan sosial berazaskankan prinsip dakwah  amar makruf dan nahi munkar,  Dimensi Ta’lim yaitu mentransformasikan pengetahuan kepada masyarakat, Dimensi Islah yaitu: Upaya untuk perbaikan dan pembaharuan dan Dimensi Ihya’ (transformaasi, pemberdayaan) ke arah kemandirian masyarakat.[5]

B.    Karakteristik dakwah Transformatif

Menurut Fahrurrozi, karakteristik dakwah transformatif adalah:

1.     Kontekstual, artinya Islam dipahami sebagai ajaran yang terkait dengan konteks  zaman dan tempat

2.     Toleran. Perbedaan dalam menafsirkan pemahaman agama akan melahirkan toleransi

3.     Menghargai tradisi. Tradisi tidak dimusuhi tetapi menjadi sarana vitalisasi nilai-nilai Islam

4.     Progresif, kemajuan zamam bukan dipahami sebagai ancaman terhadap ajaran dasar  agama, namun sebagai pemicuuntuk melakukan respon kreatif secara intens

5.     Membebaskan. Dengan kebebasan Islam tidak hanya berbicara peribadatan dan alam ghaib saja, tetapi membahas pejuangan, penindasan, kemiskinan, keterbelakangan dan sebagainya untuk memikul peran sebagai rahmatan lil ‘alamin.[6]

C.    Prinsip Dakwah Transformatif

Dakwah transformatif harus berdasarkan pada prinsip: 1) Orientasi pada kesejahteraan lahir dan batin masyarakat luas , 2) Landasan berfikir da’i terhadap problematika sosial mesti dilakukan pemecahan dalam skala sosial, 3) Kebutuhan, bbaik materil maupun non materil, 4) Partisispasi, keterlibatan aktif masyarakat dalam proses dakwah untuk mndorong perubahan sikap dan perilaku  serta meningkatkan efektifitas fungsi dan peran  pemimpin lokal, 5) Keterpaduan, menyatukan segenap potensi dan sumberdaya yang dimiliki oleh masyarakat dalam mewujudkan dakwah yang sejuk dan damai untuk semua kalangan dan lapisan masyarakat, 6) Keberlanjutan, dakwah akan berkelanjutan tidak dibatasi oleh waktu.[7]

 

 

D.    Konsep Transformasi Sosial

Menurut  Fahrurrozi  transformasi sosial adalah perubahan secara menyeluruh dalam bentuk, rupa, sifat, watak dan sebagainya dalam hubungan timbal balik antar manusia, sebagai makhluk individu dan kelompok. Perubahan sosial memiliki tingkat analisis mulai dari tingkat analisis global, peradaban, kebudayaan, masyarakat, individu, interaksi dan sebagainya. Setiap tingkat analisis mempunyai keterwakilan studi maasing-masing.[8]

E.    Konsep Kepemimpinan Tokoh Agama

Dinamika kepemimpinan tokoh agama di tengah-tengah masyarakat adalah gerak perjuanagan yang mendorong terjadinya perubahan sikap perilaku yang dilakukan secara sengaja, terencana yang kemudia memberikan warna dan perubahan pola pikir pada masyarakat. Dinamika tersebut muncul karena desakan kebutuhan internal dan eksternal masyarakat sebagai objek sosial keagamaan dan merupakan dampak dari interaksi tokoh agama/tuan guru sebagai top leader.[9]

BAB III: Setting Sosial, Ekonomi dan  Politik Masyarakat Lombok Timur

A.    Setting Geografis Kabupaten Lombok Timur

Kabupaten Lombok Timur terletak antara 161⁰-117⁰BT dan 8⁰-9⁰ LS, berbatasan dengan Kabupaten Lombok Barat dan Lombok Tengah di sebelah barat, Selat Alas di sebelah Timur, Laut Jawa di sebelah Utara dan Samudera Indonesia di sebelah Selatan.  Luas wilayah kabupaten Lombok Timur 2.679,99 km2 , terdiri dari daratan 1.605,55 km2 (59,91%) dan lautan 1.074,33 km2 (49,09%). Proporsi penggunaan lahan meliputi 28,34% (45.502 Ha) lahan sawah dan 71,66% (115.053 Ha) lahan kering. Jumlah penduduk Kabupaten Lombok Timur berdasarkan data p4B pada akhir tahun 2003 tercatat sebanyak 1030,137 jiwa terdiri dari 46,83% laki-laki dan 53,1% perempuan. Tingkat kepadatan adalah 643 jiwa per km2 .[10]

B.    Sosio-Ekonomi Masyarakat lombok Timur

 Kabupaten Lombok Timur jika dilihat dari aspek perekonomian setelah berhasil melewati dampak krisis ekonomi pada tahun 1998, laju pertumbuhan ekonomi kabupaten Lombok Timur selama emapat tahun terakhir (1999-2002) mulai menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik. Laju pertumbuhan ekonomi tahun 1999sebesar 2,33% meningkat menjadi 2,51% pada tahun 2001 dan pada tahun 2002 naik menjadi 2,81%.[11]

 

 

C.    Sosio-Relegius Masyarakat Lombok Timur

Kehidupan Islam di Lombok pada umumnya tradisionalis,. Institusi pasantren dengan tuan guru yang ortodok-kharismatik merupakan sosok sentral yang mendominasi kehidupan keagamaan masyarakat muslim di Lombok. Kharisma dan pengaruh tuan guru didasarkan pada jaringan hubungan patronasi dengan santri-santri mereka yang datang dari seluruh Lombok bahkan sampai wilayah lain di luar Lombok seperti Bali dan Sumbawa.[12]

D.    Sosio-Politik Masyarakat Lombok Timur

Sikap politik dan afiliasi masyarakat Lombok Timur saat ini sangat bervariasi sesuai dengan afiliasi organisasi yang menjadi panutannya. Keragaman sikap politik masyarakat merupakan bagian dari proses pendewasaan dalam berpolitik dan ada sikap keterbukaan dalam menyikapi perbedaan, baik dalam aspek politik, organisasi maupun budaya. Sebab secara umum masyarakat Lombok TimurTimur cenderung memiliki sikap fanatisme yang sangat kuat terhadap organisasi atau tuan guru yang menjadi panutan mereka. Sikap fanatisme ini muncul karena faktor doktrinal yang mereka terima dari tuan guru-tuan guru mereka masing-masing.[13]

E.    Sosio-Kultural, Struktur Sosial Masyarakat lombok Timur

Seperti halnya dengan masyarakat lain yang memiliki budaya tertentu, masyarakat Sasak di Lombok juga memiliki budaya yaitu “Budaya Sasak”. Budaya Sasak adalah budaya suku Sasak yang merupakan penduduk asli dan merupakan kelompok etnis mayoritas di pulau Lombok. Hampir dapat dipastikan bahwa ketik masyarakat bergeser ke basis religi, pemuka agama menempati posisi yang sangat tinggi.[14]

BAB IV: Tuan Guru dan Proses Transformasi Sosial

Dalam Kehidupan Masyarakat

A.    Dakwah sedabagi Medium Interaksi Tuan Guru

Menurut Fahrurrozi dalam memerankan fungsi fungsi sosial sebagai tokoh masyarakat, tuan guru tetap berhubungan dengan semua kalangan, mulai dari rakyat jelata hingga elit penguasa. Interaksi sosial yang dilakukan oleh tuan guru selalu sarat dengan dinamika, apalagi tuan guru adalah manusia yang dinamis, kreatif dan inovatif yang selalu memerankan interaksi-interaksi yang bersifat simbolik dengan relasi sosialnya.[15]  

B.    Bentuk Dakwah Tuan Guru Dalam Proses Transformasi Sosial

Menurut Fahrurrozi pada dasarnya model dakwah yang dilakukan oleh para tuan guru dengan tiga cara, yaitu: bil lisan, bil hal dan bil kitabah. Dakwah tuan guru melalui majelis pengajian menjadi trend tersendiri bagi masyarakat Lombok karena semangat keberagamaan dan fanatisme kepada sosok tuan duru panutannya, menjadi faktor utama intensitas pengajian di setiap tempat. Dalam ceramahnya komunikasi dialogis antara jamaah menjadi ciri khas dalam berinteraksi dengan masyarakat.  Dalam hal ini para tuan guru bukan hanya sebagai penafsir syariah tetapi juga sebagai penjaga hukum Tuhan dari segala bentuk penyimpangan sehingga terlihat hubungan yang cukup jelass antara knowlegde dan power dalam eksistensi ulama, semua ini menghantarkan pada suatu etos di kalangan para tuan guru, yaitu: “al-mahafazah ala al-qadimal-shaleh wa al-akhzu bi al-jadid al aslah” (memelihara tradisi yang lama yang baik dan mengakomodasi tradisi baru yang lebih relevan).[16]

C.    Tahap-Tahap dakwah Tuan Guru dalam Proses Transformaasi sosial

Tahapan dakwah dalam interaksi tuan guru di Lombok menurut pengamatan Fahrurrozi sebagai berikut: 1) Mukhathabah atau dialog (interaksi dua arah) dan muwajahah (interaksi face to face) dengan mad’u secara dekat dan intens, 2) Istimrariyyah yaitu kesinambungan dakwah dalam berbagai kondisi, 3) Tiktariyyah (berulang-ulang), 4) Taisir (mempermudah dan mudah), artinya bisa dilakukan oleh setiap orang dan 5) Ta’awun (bekerjasama).[17] 

D.    Kepemimpinan tuan Guru dalam menciptakan Transformasi Sosial

Menurut Fahrurrozi, ada enam hal yang mempengaruhi  kepemimpinan dan dakwah transformasi sosial yang dilakukan oleh Tuan guru terhadap pengembangan masyarakat di Lombok, yaitu:

1.     Aspek materi dakwah yang disampaikan terjadi perubahan dari materi yang berhubungan dengan  ‘ubudiyah atau ukhrawi ke materi dakwah yang bersifat sosial

2.     Materi dakwah yang hanya untuk kalangan tertentu menjadi terbuka untuk semua kalangan, di mana da’i harus bisa menerapkan persamaan hak dan kedudukan masyarakat Lombok

3.     Aspek metodologi, yaitu perubahan dakwah dari monolog ke dialog

4.     Da’i melakukan pendekatan dengan institusi sebagai metode dalam penyebaran dakwah 

5.     Da’i melakukan pendekatan kepada masyarakat yang menengah ke bawah yang lemah dari sisi ekonomi dan pengetahuan sehingga mereka mendapat pembelaan hak-haknya dengan pendampingan para da’i, 

6.     Tuan guru bertindak sebagai pendamping dan pembela masyarakat dalam dalam memperoleh hak persamaan hukum.[18]

 

BAB V: Tuan Guru dan Bentuk Transformasi Sosial Dalam bidang Ekonomi, Politik, dan Sosial Kemasyarakatan

A.    Transformasi Sosial Tuan Guru dalam Bidang Ekonomi

Menurut Fahrurrozi Pemberdayaan masyarakat pesisir menjadi model dakwah yang dilakukan oleh tuan guru, salah satunya TGH. M. Sibawahi di kecamatan Jerowaru. Model pmberdayan tang dikaukannya Reboisasi hutan lindung, Pencegahan abrasi dengan penanaman hutan bakau, Membuka lahan non produktif menjadi lahan produktif, dan Pemberdayaan nelayan.  Dalam pemberdayaan masyarakat di bidang pertanian dan perikanan dilakukan oleh TGH. M. Ruslan Zain di kecamatan Aikmel. TGH. Mahmud Yasin memiliki konsep pemberdayaan ekonomi dengan menjalankan bisnis mebeuler dan furniture dan jenis barang lainnya..[19]

B.    Transformasi Sosial Tuan Guru dalam Bidang Politik

Dakwah politik Tuan Guru dapat dianalisis dari konsep good gevernance yang dipahami sebagai dasar pijakan dalam membangun ummat. Para Tuan guru sepakat bahwa politik adalah wasilah dakwah. Menurut Fahrurrozi sistem politik keagamaan yang nasionalis-relegius adalah sistem politik yang tidak lagi menonjolkan simbol-simbol agama, tetapi mengedepankan unsur-unsur rasional dalam sistem politik.[20]

C.    Transformasi Sosial Tuan Guru dalam Bidang Sosial Budaya

Fahrurrozi memaparkan indikator perubahan budaya masyarakat dapat dilihat pada beberapa aspek, seperti: aspek budaya keagamaan masyarakat, intensitas silaturrahim masyarakat yang meningkat , dan budaya sosial masyarakat masih tinggi. Di antara tokoh masyarakat non formal yang dipandang berjasa dalam merombak cara berfikir masyarakat Sasak adalah para ulama yang terdiri dari tuan guru, dan para muballigh. Sebagian besar dari mereka adalah patner positif pemerintah dalam mewujudkan pembagunan dan pembaharuan terutama dalam pembangunan mental spiritual  .[21]

D.    Resistensi Tuan Guru di Tengah Arus Globalisasi

Kharisma yang dimiliki oleh Tuan Guru merupakan salah satu kekuatan yang dapat menciptakan pengaruh dalam masyarakat, yaitu kharisma yang diperoleh secara given (alamiah) dan kharisma yang diperoleh melalui kemampuan penguasaan pengetahuan dan kepribadian yang shaleh. Untuk itu ada tiga hal penting yang harus dilakukan untuk memposisiskan diri di tengah arus globalisasi yang sudah merambah ke pelosok kampung dan desa, yaitu: 1) Kualitas dan kuantitas pendidikan di pasantren yang dibina oleh tuan guru harus terus ditingkatkan, 2) Tuan guru dan pada da’i lainnya harus dipersiapkan lebih baik lagi untuk mempelajari bahasa-bahasa dan kebudayaan dakwah, 3) Pembiayaan dakwah tak kunjung selesai jika juru dakwah tidak pintar mencari peluang untuk mengembangkan strategi dakwah.[22]

BAB VI: PENUTUP

A.    Kesimpulan

Fahrurrozi menyimpulkan disertasi ini dengan bertolak pada dua aspek penting yang sesuai dengan rumusan masalah, yaitu

1.     Proses Transformaasi Sosial

Yang menjadi prioritas pelaksanaan transformatif dakwah yng dilakukan oleh para tuan guru adalah keseimbangan sosial dalam mewujudkan lingkungan  suatu masyarakat dalam memperoleh kesejahteraan hidup dan ketrentraman batin karena tidak ada konflik norma dan nilai dalam masyarakat

2.     Bentuk Transformasi sosial

Bentuk transformasi sosial secara konkrit dapat dilihat dari pola pengembangan ekonomi masyarakat Sasak yang mulai berkembang, semangat berdemokrasi dalam masyarakat Sasak yang relatif tinggi, serta intensitas dan keterlibatan tuan guru dalam membentuk, membina budaya lokal dan budaya masyarakat ke arah yang lebih positif.

B.    Saran

Pada akhir disertasi Fahrurrozi merekomendasikan beberapa saran, yaitu:

1.     Kepada pemerintah tingkat I mauun tingkat II khususnya kabupaten Lombok Timur untuk memberikan perhatian yang serius kepada tokoh agama dalam hal ini tuan guru sebagai pengayom pasantren di wilayahnya masing-masing

2.     Bagi para tuan guru sangat diharapkan untuk meningkatka peran dan fungsinya dalam segala bidang

3.     Bagi masyarakat secara umum, legitimasi seorang tuan guru harus dilihat dari aspek kapabilitas, keilmuan, kelayakan dan moralitas bukan hanya sebatas kharismatik dan banyaknya pengikut

4.     Bagi peneliti, penelitian tentang persoalan pembrdayaan masyarakat yang melibatkan satu komponen pemberdaya yaitu tuan guru, masih perlu dikembangkan dengan melihat aspek-aspek lainnya  seperti keterlibat dan partisipasi masyarakat, kebijakan pemerintah dan peningkatan sumber daya alam

 

Bagian Kedua: Review

Judul disertasi “Dakwah Tuan Guru dan Tansformasi Sosial di Lombok Nusa Tenggara Barat”. Berdasarkan hasil penelitian yang dipaparkan dalam disertasi menurut  reviewer  lebih tepat jika judulnya “Metode Dakwah Tuan Guru Dalam Transformasi Sosial Masyarakat Lombok Nusa Tenggara Barat”.

Dalam identifikasi masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini Fahrurrozi masih ragu-ragu antara membahas dakwah transformatif atau transformasi sosial atau kedua-duanya. Sehingga judul disertasi kurang mewakili identifikasi masalah. Kontruksi pesan bisa dipahami dengan membingkai pesan sehingga lebih mudah untuk dimengerti dan dicerna. Dalam konteks kajian dakwah, seorang pendakwah dalam menyampaikan pesan yang dibingkai/dikontruksi adalah problem-problem yang terjadi ditengah masyarakat, kemudian dikoneksikan dengan dokrin agama (al-Quran dan Hadits)  sebagai upaya problem solving dari masalah tersebut. Dalam pandangan konstruksionis, semua proses konstruksi (memulai dari memilih fakta, sumber, pemakaian kata, dan lainnya) memberi andil bagaimana realitas tersebut hadir dihadapan khalayak.[23]

Pada latar belakang disertasi ini Fahrurrozi menyebutkan tentang Transformasi sosial yang dilakukan oleh tuan guru di Lombok telah merubah konsep dakwah dari beberapa aspek, yaitu: 1) Aspek materi dakwah dari kandungan materi yang berisi ibadah dan tauhid menjadi materi tentang peduli kepada sesama dan lingkungan, 2) Materi dakwah yang hanya untuk kalangan tertentu menjadi terbuka untuk semua kalangan, di mana da’i harus bisa menerapkan persamaan hak dan kedudukan masyarakat Lombok, 3) Aspek Metodologi, perubahan dari monolog ke dialog, 4) Da’i melakukan pendekatan dengan institusi sebagai metode dalam penyebaran dakwah  5) Da’i melakukan pendekatan kepada masyarakat yang menengah ke bawah yang lemah dari sisi ekonomi dan pengetahuan sehingga mereka mendapat pembelaan hak-haknya dengan pendampingan para da’i,  6) Tuan guru bertindak sebagai pendamping dan pembela masyarakat dalam dalam memperoleh hak persamaan hukum”.

Pada kalimat pernyataan tersebut  Fahrurrozi tidak mencantumkan spesifik nama tuan guru yang sudah menerapkan konsep dakwah tersebut untuk menguatkan latar belakang masalah

Dalam rumusan masalah yang dikemukakan Fahrurrozi  belum  menjawab pertanyaan tentang transformasi sosial, tetapi tentang dakwah transformasi sosial. Sehingga menurut reviewer pertanyaan untuk rumusan masalah dalam penelitian ini cukup satu kalimat saja, yaitu:  “bagaimana dakwah Tuan Guru dalam mewujudkan transformasi sosial di Lombok? ”.

Terkait judul yang disarankan reviewer,  lebih tepat kalau rumusan masalahnya adalah “Bagaimana Metode Dakwah Tuan Guru Dalam Transformasi Sosial Masyarakat Lombok Nusa Tenggara Barat?

Karena dalam proses dakwah tidak hanya pada salah satu unsur saja yang dipentingkan, melainkan semua unsur yaitu; dai, mad‟u, maddah, media, dan metode. Karena itu dalam judul disertasinya peneliti harus fokus pada unsur mana yang akan dijadikan rumusan dalam penelitian.

Disertasi ini menggunakan  penelitian kualitatif  yang menyajikan data dengan deskriptif  berdasarkan sumber data yang diolah dari hasil penelitian lapangan (field reseach) . Hanya saja pendekatan yang dipakai oleh Fahrurrozi  menurut reviewer kurang tepat jika menggunakan hanya menggunakan pendekatan sosiologi, sosiologi komunikasi dan antropologi agama.

Fahrurrozi melihat penelitian ini dimaksudkan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek penelitian (Tuan Guru) misalnya meliputi perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan sebagainya secara holistik, namun tidak menggunakan pendekatan fenomenologis dalam penelitiannya. Dalam pandangan reviewer, perlu ditambah pendekatan fenomenologis dan pendekatan psikologis agama. Menurut Bleeker, pendekatan fenomenologis terhadap agama adalah studi pendekatan agama dengan cara memperbandingkan berbagai macam gejala dari bidang yang sama antara berbagai macam agama, misalnya cara penerimaan penganut, doa-doa/tahlilan,  inisiasi, ziarah kubur dan sebagainya.[24] Fokus utama fenomenologi agama adalah aspek pengalaman keagamaan, dengan mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena keagamaan secara konsisten dalam orientasi keimanan atau kepercayaan objek yang diteliti. Pendekatan ini melihat agama sebagai komponen yang berbeda dan dikaji secara hati-hati berdasarkan sebuah tradisi keagamaan untuk mendapatkan pemahaman di dalamnya. Fenomenologi agama muncul dalam upaya untuk menghindari pendekatan-pendekatan yang sempit, etnosentris dan normatif dengan berupaya mendeskripsikan pengalaman-pengalaman agama dengan akurat.[25]

Sedangkan  pendekatan psikologis objeknya adalah manusia yang beragama, oleh karenanya pendekatan tersebut nantinya akan menghasilkan disiplin ilmu berupa psikologi agama (psychology of religion), di dalamnya akan membahas tentang keberagamaan seseorang, baik ketika masa kanak-kanak ataupun dewasa. Dalam hal ini Gordon Allport berpendapat bahwa bentuk agama yang akhirnya diambil seseorang atau cara yang mereka gunakan, pada dasarnya ditentukan oleh faktor-faktor yang ada pada masa kanak-kanak. Dia juga membedakan bentuk agama menjadi dua bagian, ekstrinsik dan intrinsik. Agama ekstrinsik adalah suatu manfaat dengan dirinya sendiri, bentuk keagamaan yang dapat melindungi diri sendiri yang memberikan kesenangan dan keselamatan kepada orang beriman dengan merugikan kelompok atau individu lainnya. Agama intrinsik menandai kehidupan dengan menginteriorkan (menjadikan sebagai bagian dalam) seluruh persaksian dari keimanannya tanpa syarat.[26]

Fahrurrozi  tidak merinci dengan detail dalam menentukan mana data primer dan sekunder. Dalam teknik penyimpulannya menggunakan metode deduktif (dari umum ke khusus). Saran dari reviewer mestinya harus induktif. Karena penelitian ini mengacu pada analisis deskriptif. Maka dalam pola pengkajiannya penulis menggunakan pola epagogis atau secara umum disebut metode induksi, yaitu suatu cara penganalisaan ilmiah yang dimulai dari hal-hal atau persoalan-persoalan yang bersifat umum (universal) ke khusus.

Termasuk proses observasi (pengamatan). Semestinya Fahrurrozi memperinci proses pengamatan. Teknik pengamatan berperan serta adalah strategi lapangan yang secara simultan memadukan analisis dokumen, wawancara dengan responden dan informan, partisipasi dan observasi secara langsung serta introspeksi.[27]

Dalam mendeskripsikan peran dakwah para tuan guru, Fahrurrozi tampaknya tidak mendapatkan data lengkap tentang keberhasilan dakwah tuan guru di Lombok  di berbagai bidang. Yang dijelaskan oleh Fahrurrozi hanya konsep dakwah tuan guru tapi tidak memaparkan hasil dari usaha yang sudah dijalankan dalam mencapai keberhasilan dakwahnya. Dengan adanya data yang lengkap akan menambah bobot penelitian

Fahrurrozi membahas tentang dakwah transformatif dan transformasi sosial tapi belum mengaitkan dengan tuan guru dan masyarakat lombok. Semestinya pada pembahasan ini sudah mulai mengarahkan teori-teori dengan hasil temua di lapangan. Menurut reviewer pembahasan diawali dengan Dakwah secara umum, unsur-unsur dakwah dan manajemen dakwah yang didukung oleh teori dan referensi yang memadai. Kemudian baru membahas tentang Dakwah transformatif dan transformsi dakwah.

Tentang Kondisi Masyarakat Lombok Timur dalam berbagai bidang Fahrurrozi belum menyebut bidang pendidikan. Padahal sebagian besar tuan guru adalah pendiri dan pengelola pondok pasantren. Pada bidang sosio-relegius juga Fahrurrozi belum membahas tingkat pemahaman agama masyarakat lombok baik secara tradisional maupun modern serta keberadaan ormas Islam selain Nahdhatul Watan yang ada di Lombok. Dalam bidang sosio-kultural Fahrurrozi belum membahas budaya asli suku Sasak yang yang diislamisasikan. Menurut reviewer ini penting untuk melengkapi data-data penelitian. 

Fahrurrozi membahas tentang kiprah para tuan guru dalam menerapkan dakwah trasformatif untuk menciptakan perubahan yang positif di masyarakat. Menurutnya kepiawaian berkomunikasi dan berinteraksi tuan guru dengan semua lapisan masyarakat adalah salah satu kunci keberhasilan dakwah transformatif dan transformasi sosial di Lombok. Di sini juga Fahrurrozi membahas bentuk-bentuk dakwah yang dijalankan oleh para tuan guru. Namun pembahasan kepribadian dan karakter tuan guru secara spesifik belum dibahas. Menurut reviewer ini sangat penting karena dengan mengetahui karakter dan kepribadiannya akan lebih meyakinkan pembaca dalam memahami arah dakwah tuan guru. Tidak adanya tokoh pembanding antara para tuan guru dengan non tuan guru dalam kiprah dakwah mereka. Hal ini untuk membuktikan bahwa memang masyarakat Lombok sangat menghargai dan mengikuti tuan guru sebagai panutan yang kharismatik

Fahrurrozi menuliskan bahwa: “Kharisma yang dimiliki oleh Tuan Guru merupakan salah satu kekuatan yang dapat menciptakan pengaruh dalam masyarakat, yaitu kharisma yang diperoleh secara given (alamiah) dan kharisma yang diperoleh melalui kemampuan penguasaan pengetahuan dan kepribadian yang shaleh.” Menurut reviewer ini sedikit berbeda dengan penelitian Dirdjosanjoto di daerah Muria (1994) yang dikutip oleh Suprayogo mengatakan karisma lahir dari banyak sumber. Di antaranya yang ia sebutkan; Pertama, dukungan dan penerimaan umat; Kedua, dukungan kelembagaan, Ketiga, jaringan hubungan antar kiai; Keempat, hubungan dengan pusat-pusat kekuasaan; Kelima, kualitas para kiai tersebut. Kemudian oleh Suprayogo ditambah dua sumber yaitu keterlibatan kiai dalam tarekat dan nasab atau faktor keturunan, ia mengkomparasikan dengan penelitiannya di daerah Tebon.[28]

Dalam hal tahap-tahap dakwah tuan guru, Fahrurrozi menulis “Tahapan dakwah dalam interaksi tuan guru di Lombok menurut pengamatan Fahrurrozi sebagai berikut: 1) Mukhathabah (berbincang-bincang) dan muwajahah (tatap muka) dengan mad’u secara dekat dan intens, 2) Istimrariyyah yaitu kesinambungan dakwah dalam berbagai kondisi, 3) Tiktariyyah (berulang-ulang), 4) Taisir (mempermudah dan mudah), artinya bisa dilakukan oleh setiap orang dan 5) Ta’awun (bekerjasama). Menurut reviewer, sebaiknya Fahrurrozi membahas terlebih dahulu tahap-tahap dakwah khususnya tahapan dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW seperti yang diungkapkan oleh Amirullah Ahmad, yaitu: Tahapan pertama adalah Takwin yaitu tahap pembentukan masyarakat dakwah dalam bentuk internalisasi dan sosialisasi ajaran tauhid . tahapan ini dimulai dari ittishal fardi, yaitu keluarga terdekat, lalu ittishal jama’i yaitu masyarakat pada umumnya (QS 26: 214-215 dan 15:94). Kegiatan utamanya dimulai dari dakwah billisan (tabligh) dan dakwah bil-hal (pengembangan masyarakat) seperti direpresentasikan dengan baitul aqabah. Internalisasi dan sosialisasi itu merupakan pembebasan masyarakat dari tata sosial dan budaya tughyan, yaitu model budaya dicirikan oleh legalisasi perbudakan, pemasungan hak-hak asasi manusia, pelestarian jurang pemisah yang dibiarkan semakin menajam dalam stratifikasi social dan penguasaan asset ekonomi. Dalam tahap ini, baiat merupakan inti pendorong yang signifikan, mereka yang ikut baiat membentuk masyarakat kecil sebagai basis komunitas dalam pembentukan masyarakat yang Khairu al-Ummah.

Tahap kedua adalah Tandzim (tahap penataan dakwah). Tahap ini merupakan hasil internalisasi dan sosialisasi (eksternalisasi) yang telah dilakukan pada tahap pertama. Tahap tandzim mengambil bentuk institusionalisasi Islam, yang diawali oleh Rasulullah SAW dengan hijrah. Dalam tahap ini takwin, proses dakwah adalah proses pembebasan dalam arti pembentukan ide tauhid sebagai pengganti ide batil, sedangkan dalam tandzim, pembebasan itu benar-benar dalam pengertian pemutusan secara fisik dan non fisik (ide atau cara pandang atau pemahaman) dari keterikatan mad’u pada tata sosial tughyan menuju tata sosial tauhid. Dalam tahapan ini subtahapanya meliputi pembangunan masjid, pembentukan lembaga ukhuwah Islamiyah dan ukhuwah-basyariyah (piagam madinah).

Tahapan utama ketiga adalah tahap pelepasan dan kemandirian. Tahap ini direpresentasikan dalam penyelenggaraan haji wada’, yaitu ketika masyarakat islam binaan Rasulullah SAW, telah siap menjadi masyarakat yang mandiri, sehingga siap meneruskan gerakan dakwah yang telah dimulai Rasulullah SAW.[29]

Kepemimpinan tuan guru dalam disertasinya Fahrurrozi menggambarkan bahwa “Ada enam hal yang mempengaruhi  kepemimpinan dan dakwah transformasi sosial yang dilakukan oleh Tuan guru terhadap pengembangan masyarakat di Lombok, yaitu:

1.     Aspek materi dakwah yang disampaikan terjadi perubahan dari materi yang berhubungan dengan  ‘ubudiyah atau ukhrawi ke materi dakwah yang bersifat sosial

2.     Materi dakwah yang hanya untuk kalangan tertentu menjadi terbuka untuk semua kalangan, di mana da’i harus bisa menerapkan persamaan hak dan kedudukan masyarakat Lombok

3.     Aspek metodologi, yaitu perubahan dakwah dari monolog ke dialog

4.     Da’i melakukan pendekatan dengan institusi sebagai metode dalam penyebaran dakwah 

5.     Da’i melakukan pendekatan kepada masyarakat yang menengah ke bawah yang lemah dari sisi ekonomi dan pengetahuan sehingga mereka mendapat pembelaan hak-haknya dengan pendampingan para da’i, 

6.     Tuan guru bertindak sebagai pendamping dan pembela masyarakat dalam dalam memperoleh hak persamaan hukum.”

Menurut reviewer, dalam kajian kepemimpinan, terdapat berbagai jenis tipologi kepemimpinan. Namun, dalam melihat tipologi kepemimpinan Tuan Guru ini, digunakan teori kepemimpinan yang erat kaitannya dengan perubahan sosial yaitu kepemimpinan transformasional dan kharismatis. Konsep kepemimpinan transformasional diperkenalkan oleh Burns pada tahun 1978, kemudian dikembangkan oleh Bass tahun 1985. Menurut Yukl, karakteristik kepemimpinan transformasional adalah charisma, intellectual stimulation, individualized consideration dan inspirational motivation[30] Adapun Avolio, Waldman and Yammarino menyebutnya dengan istilah 4 I’s yaitu idealized influence, inspirational motivation, intellectual stimulation, and individualized consideration.[31]

 Menurut Baharuddin dan Umiarso,[32] idealized influence adalah perilaku pemimpin yang membuat para pengikutnya mengagumi, menghormati dan sekaligus memercayainya. Ahli lain menyamakan antara idealized influence dengan charisma. Selanjutnya adalah inspirational motivation yang berarti bahwa seorang pemimpin diharapkan mampu memberikan inspirasi ataupun motivasi kepada masyarakat yang dipimpinnya baik secara sosial ataupun organisasi. Adapun konsiderasi individual (individualized consideration) adalah perilaku yang selalu peduli, penuh perhatian terhadap masyarakat yang dipimpinnya. Sedangkan ciri yang terakhir adalah stimulasi intelektual (intelectual stimulation), yaitu para pemimpin berupaya memberikan stimulasi pengikutnya untuk meningkatkan pemahaman, cara pandang baru ataupun nilai-nilai yang dianggap penting.

Dalam perspektif kepemimpinan dalam transformasi sosial, apa yang dilakukan Tuan Guru adalah kombinasi dari: (a), idealized influence, yaitu Tuan Guru mampu membuat para pengikutnya mengagumi, menghormati dan sekaligus mempercayainya sehingga niatnya untuk meluruskan atau memberdayakan masyarakat melalui pendidikan yang dilakukannya dapat tercapai. (b), inspirational motivation yang berarti bahwa Tuan Guru mampu memberikan inspirasi ataupun motivasi kepada masyarakat Muslim Sasak Lombok untuk mempelajarai ilmu-ilmu agama yang bukan hanya kewajiban, tetapi juga kebutuhan. (c), individualized consideration, yaitu para Tuan Guru menjadikan realitas yang ada dalam individuindividu di masyarakat sebagai pertimbangan dalam melakukan perubahan sosial, sehingga masyarakat merasa terayomi atau terlindungi dalam banyak hal yang berkaitan dengan hidup dan kehidupan. (d), intellectual stimulation, yaitu proses di mana para Tuan Guru memberikan rangsangan intelektual sebagai langkah untuk dapat melaksanakan ajaran islam secara lebih baik sesuai dengan syari’at ajaran Islam yang benar.

Berdasarkan paparan di atas, dipahami bahwa tipologi kepemimpinan Tuan dalam perubahan yang dilakukannya adalah kharismatis-transformatif. Tipe ini didasarkan pada kharisma yang dimilikinya dalam mentransformasi masyarakat Sasak.[33]

Dalam membahas Fahruddin membahas tentang transformasi sosial tuan guru dalam beberapa bidang seperti Ekonomi, Politik dan Budaya. Menurut reviewer pembahasan di bab ini isinya lebih menjurus kepada dakwah transformatif  tuan guru dalam pemberdayaan masyarakat. Dan Fahruddin tidak menyebut bidang pendidikan dan hukum secara spesifik dalam pembahasannya.

Pada Bab VI berisi kesimpulan dan saran, Fahruddin menyimpulkan proses transformasi sosial  dan bentuk transformasi sosial. Menurut reviewer kesimpulan lebih mengarah kepada peran dakwah transformatif dalam pemberdayaan masyarakat.  Inti kesimpulan penelitian tersebut adalah semakin optimis maka akan semakin dinamis. Sedangkan untuk saran reviewer hanya menambahkan adanya musyawarah besar (Mubes) para Tuan Guru setiap tahun untuk menyamakan visi dan misi dakwah di Nusa Tenggara Barat.

 

OUTLINE MENURUT REVIEWER

BAB I  PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

B.    Identifikasi masalah

C.    Pembatasan dan Rumusan masalah

D.    Tujuan dan manfaat penelitian

E.     Kajian terdahulu yang relevan

F.     Metodologi penelitian

G.    Sistematika pembahasan

BAB II METODE DAKWAH DAN TRANSFORMASI SOSIAL

A.    Pengertian Metode Dakwah

B.    Sumber Metode Dakwah

C.    Macam-Macam Metode Dakwah

D.    Pengertian Transformasi Sosial

E.     Pendekatan Dan Strategi  Transformasi Sosial

F.     Tahapan-tahapan Dakwah dalam Transformasi Sosial

G.    Metode Dakwah Tuan Guru di Lombok Timur

BAB III TRANSFORMASI SOSIAL MASYARAKAT LOMBOK TIMUR

A.    Letak Geografis dan keadaan penduduk Masyarakat Lombok

B.    Tuan Guru dan Masyarakat

C.    Kepemimpinan Tuan Guru di Lombok Timur

D.    Partisipasi Masyarakat Lombok Timur dalam Dakwah

BAB IV PERAN TUAN GURU DALAM PROSES TRANSFORMASI SOSIAL

A.    Peran Dan Kedudukan Tuan Guru Dalam Masyarakat Lombok

B.    Hambatan Kendala Yang Dihadapi Tuan Guru Di Lombok Timur

C.    Problem Solving Dakwah Tuan Guru Di Lombok

BAB V METODE DAKWAH TUAN GURU DALAM TRANSFORMASI MASYARAKAT LOMBOK TIMUR

A.    Transformasi sosial di bidang Agama

B.    Transformasi sosial di bidang Pendidikan

C.    Transformasi sosial di bidang Sosial

D.    Transformasi sosial di bidang Budaya

E.     Transformasi sosial di bidang Ekonomi

F.     Transformasi sosial di bidang Hukum

G.    Transformasi sosial di bidang Politik

BAB VI PENUTUP

A.        Kesimpulan

B.         Rekomendasi

DAFTAR PUSTAKA

A.Micheal Huberman & Miles B. Maththew, Analisis Data Kualitatif, Penj. Rohendi Rohidi, (Jakarta: UI Press, 1992)

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, (Bandung; Remaja Rosdakarya, 2006)

Amrullah Achmad,”Dakwah Islam Sebagai Ilmu”,Jurnal

Baharuddin & Umiarso, Kepemimpinan Pendidikan Islam ( Malang: Arruz Media, 2010)

Denzim Guba, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Penyunting Agus Salim, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1978)

Dirdjosanjoto, Pradjarta, Memelihara Umat, Kiai di Anatara Usaha Pembangunan dan Mempertahankan Identitas Lokal di Muri, (Amsterdam: VU University Press, 1994)

Eriyanto, Analisis Framing; Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, (Yogyakarta: LKiS, 2002),

Mary Kay Copeland, “The Emerging Significance Of Values Bbsed Leadership: A Literature Review”, International Journal of Leadership Studies, School of Business and Leadership, St. John Fisher College, USA, Regent University, Vol. 8 Iss. 2, 2014

Mohamad Iwan Fitriani, Kepemimpinan Kharismatis-Transformatif, Jurnal Al-Tahrir, Vol. 16, No. 1 Mei 2016

Musthafa Hamidi, et.al. Dakwah Transformatif, (Jakarta:Lakpesdam NU,2006) Cet.1

Robert H. Laurer, Perspektif tentang Perubahan Sosial, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993

Yukl, Gary. Kepemimpinan dalam Organisasi. terj. Jusuf Udaya Jakarta: Prenhallindo, 1994

http://en. wikipidia.org/phenomenology of religion, dikutip 6 Januari 2011



[1] Lihat Disertasi h. 1-7

[2] Data Emis Departemen Agama Lombok Timur danForum Komunikasi Pondok Pasantren NTB, 2004

[3] Lihat Disertasi h. 24-26

[4] Fahrurrozi mengutip dari: Musthafa Hamidi, et.al. Dakwah Transformatif, (Jakarta:Lakpesdam NU,2006) Cet.1 h. 4

[5] Lihat Disertasi h. 29-36

[6] Lihat Disertasi, h. 36-40

[7] Lihat Disertasi, h. 41-43

[8] Fahrurrozi mengutip dari: Robert H. Laurer, Perspektif tentang Perubahan Sosial, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993, h. 6

[9] Lihat Disertasi, h. 52-58

[10] Lihat Disertasi h. 59-61

[11] Lihat Disertasi h. 62-64

[12] Lihat Disertasi h. 64-66

[13]Lihat Disertasi h. 66-72

[14]Lihat Disertasi h. 72-77

[15] Lihat Disertasi h. 78-83

 

[16] Lihat Disertasi h. 83-127

[17] Lihat Disertasi h. 127-132

[18]Lihat Disertasi h. 132-155

[19] Lihat Disertasi h. 156-174

[20] Lihat Disertasi h. 175-200

[21] Lihat Disertasi h. 201-227

[22] Lihat Disertasi h. 227-248

 

[23] Eriyanto, Analisis Framing; Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, (Yogyakarta: LKiS, 2002), 26. Lihat juga Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, (Bandung; Remaja Rosdakarya, 2006)

[24] Cilve Erricker, “Phenomenological Approaches” dalam Peter Connolly (ed.), Approaches to the Study of Religion. Dalam versi terjemahan Bahasa Indonesinya, Aneka Pendekatan Studi Agama, (Yogyakarta: LKiS, 2011), Cet. III, hlm. 105-146

[25]  http://en. wikipidia.org/phenomenology of religion, dikutip 6 Januari 2011.

[26] Peter Connolly, Aneka Pendekatan Studi Agama, (Yogyakrta:LkiS, 2002) h. 234-235

[27]Denzin Guba, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial, penyunting Agus Salim, (Yogyakarta : Tiara Wacana, 1978), h. 183 

[28] Dirdjosanjoto, Pradjarta, Memelihara Umat, Kiai di Anatara Usaha Pembangunan dan Mempertahankan Identitas Lokal di Muri, (Amsterdam: VU University Press, 1994), h. 194-195. Lihat, Suprayogo, Kyai dan Politik, h. 183

[29] Amrullah Achmad,”Dakwah Islam Sebagai Ilmu”,Jurnal,h. 16-21

[30] Yukl, Gary. Kepemimpinan dalam Organisasi. terj. Jusuf Udaya Jakarta: Prenhallindo, 1994. h. 297

[31] Mary Kay Copeland, “The Emerging Significance Of Values Bbsed Leadership: A Literature Review”, International Journal of Leadership Studies, School of Business and Leadership, St. John Fisher College, USA, Regent University, Vol. 8 Iss. 2, (2014), 109

[32] Baharuddin & Umiarso, Kepemimpinan Pendidikan Islam ( Malang: Arruz Media, 2010), 240.

[33] Mohamad Iwan Fitriani, Kepemimpinan Kharismatis-Transformatif, Jurnal Al-Tahrir, Vol. 16, No. 1 Mei 2016 : 175 - 195

Tidak ada komentar:

Posting Komentar