Ibn Hisyam
mengutip dari Ibnu Ishaq berkata, "Setelah para sahabat hijrah ke Madinah,
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tetap di Makkah menunggu
diizinkan untuk hijrah. Semua kaum Muhajirin hijrah ke Madinah, kecuali sahabat
yang ditahan atau orang yang disiksa, terkecuali Ali bin Abu Thalib dan Abu
Bakar bin Abu Quhafah. Abu Bakar sudah seringkali meminta izin kepada
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam untuk hijrah ke Madinah, namun beliau
bersabda kepadanya, 'Engkau jangan terburu-buru, mudah-mudahan Allah memberimu
teman untuk hijrah.' Abu Bakar berharap kiranya ia bisa menemani hijrahnya
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam."
Perihal Daar
an-Nadwah
Daar an-Nadwah adalah rumah
milik Qushai bin Kilab tempat para tokoh
Quraisy menggelar rapat membahas situasi kota Mekkah menjelang hijrah Rasul
SAW. Menurut Ibn Ishak ada rasa khawatir dari pemuka-pemuka Quraisy ketika
mereka mengetahui bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
mempunyai banyak pengikut, sahabat-sahabat di negeri lain dan melihat hijrahnya
sahabat-sahabat beliau dari kaum Muhajirin ke sahabat-sahabat dari kaum Anshar,
mereka pun sadar bahwa kaum Muslimin telah mendapatkan negeri dan mendapatkan
perlindungan. Mereka mewaspadai hijrahnya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam ke Madinah dan sadar bahwa
kaum Muslimin telah bersatu padu untuk memerangi mereka. Karena itulah, mereka
segera menggelar rapat di Daar An-Nadwah membahas Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam.
Kehadiran Iblis
di Daar An-Nadwah bersama Kaum Musyrikin
Ibn Hisyam mengutip
riwayat dari Ibnu Ishaq dengan sanad yang bersambung bahwa, "Ketika
orang-orang Quraisy telah sepakat mengadakan rapat dan berjanji memasuki Daar
An-Nadwah untuk berembug mengenai Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam,
maka pada hari H-nya mereka berangkat ke Daar An-Nadwah. Hari tersebut
dinamakan Hari Az-Zahmah. Pada hari tersebut, mereka berpapasan dengan
iblis -semoga Allah mengutuknya- yang menjelma menjadi orang tua yang berwibawa
dan mengenakan pakaian tebal, kemudian ia berdiri di pintu Daar An-Nadwah.
Ketika orang-orang Quraisy melihatnya, mereka bertanya kepadanya, 'Bapak
berasal dari mana?' Iblis menjawab, 'Aku warga Najed yang mendengar bahwa
kalian berjanji rapat untuk membahas Muhammad. Aku ingin hadir bersama kalian
dan mendengar apa yang kalian katakan. Mudah-mudahan kalian mendapatkan
pendapat dan nasihat dariku.' Orang-orang Quraisy berkata, 'Baik, masuklah.'
Iblis pun masuk bersama mereka." [1]
Jumlah
Tokoh-tokoh Quraisy Yang Hadir di Daar An-Nadwah
Mengenai tokoh
yang hadir dalam pertemuan di daar an-Nadwah, Ibn Hisyam mengutip riwayat Abdullah
bin Abbas berkata, "Tokoh-tokoh Quraisy yang hadir di Daar An-Nadwah adalah
1.
Bani Abdu Syams : Utbah bin
Rabi'ah, Syaibah bin Rabi'ah dan Abu Sufyan bin Harb.
2.
Dari Bani Naufal bin Abdu Manaf adalah sebagai
berikut: Thu'aimah bin Adi, Jubair bin Muth'im, Al-Harts bin Amir bin
Naufal.
3.
Dari Bani Abduddaar bin Qushai hanya satu
orang, yaitu An-Nadhr bin Al-Harts bin Kaladah.
4.
Dari Bani Asad bin Abdul Uzza adalah sebagai
berikut: Abu Al-Bakhtari bin Hisyam, Zam'ah bin Al-Aswad bin Al-Muththalib, Hakim
bin Hizam.
5.
Dari Bani Makhzum hanya satu orang,
yaitu Abu Jahal bin Hisyam
6.
Dari Bani Sahm adalah sebagai
berikut: Nubaih bin Al-Hajjaj, Munabbih bin Al-Hajjaj.
7.
Dari Bani Jumah ialah Umaiyyah
bin Khalaf
Usulan-usulan mereka dalam
pertemuan tersebut adalah:
1.
Tahan Muhammad di penjara dan
kuncilah pintunya.
2.
Usir Muhammad dari negeri dan
asingkan ke negeri lain.
3.
Ambil dari setiap kabilah seorang
pemuda yang tangguh, berasal dari keluarga bangsawan dan orang yang paling baik
nasabnya, kemudian setiap orang dari mereka kita beri pedang tajam, kemudian
mereka semua pergi kepada Muhammad, kemudian tebas ia seperti tebasan satu
orang hingga dia tewas (usul dari Abu Jahal)
Iblis dalam bentuk orang tua
Najed yang hadir dalam pertemuan tersebut menolak dua pendapat pertama dan
menerima pendapat yang ketiga yaitu usulan dari Abu Jahal dan orang-orang Quraisy bubar dan menyepakati
usulan Abu Jahal tersebut.
Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam Menyuruh Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu Tidur
di Ranjang Beliau
Ibn Hisyam
menggambarkan kejadian ini merujuk kepada dua sumber, yaitu:
1.
Abdullah bin Abbas berkata,
"Malaikat Jibril datang kepada RasuluIIah Shallallahu Alaihi wa Sallam
dan berkata kepada beliau, 'Pada malam ini engkau jangan tidur di ranjang yang
biasa engkau pakai tidur.' Pada perte-ngahan malam, para pemuda pilihan Quraisy
berkumpul di pintu rumah RasuluIIah Shallallahu Alaihi wa Sallam untuk
mengintip kapan beliau tidur. Jika beliau telah tidur, mereka akan menyerang
beliau dengan tiba-tiba. Ketika RasuluIIah Shallallahu Alaihi wa Sallam
mengetahui tempat mereka, beliau berkata kepada Ali bin Abu Thalib, Tidurlah di
ranjangku dan kenakan selimutku dari Al-Hadhrami yang berwarna hijau ini,
karena sesungguhnya tindakan mereka yang engkau benci tidak akan menimpamu.
2.
Ibnu Ishaq berkata bahwa Yazid bin
Ziyad berkata kepadaku dari Muhammad bin Ka'ab AlQuradzi yang berkata,
"Ketika para pemuda Quraisy berkumpul di depan pintu rumah RasuluIIah Shallallahu
Alaihi wa Sallam, mereka ditemani Abu Jahal. Abu Jahal berkata kepada
mereka, 'Sesungguhnya Muhammad menduga bahwa jika kalian mengikutinya, kalian
akan menjadi pemimpin bagi orang-orang Arab dan orang-orang non-Arab, kalian
dibangkitkan setelah kematian kalian dan kalian diberi surga seperti taman
Yordania. Jika kalian tidak mengikutinya, kalian akan disembelih, kalian
dibangkitkan setelah kematian kalian, kalian diberi neraka dan dibakar
olehnya'."
Keluarnya
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
Ibn Hisyam
menggambarkan detik-detik Rasulullah keluar dari rumahnya dengan mengambil
riwayat dari Ibnu Ishaq yang mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi
wa Sallam keluar menemui para pemuda yang sudah menunggunya di luar rumah
dengan mengambil segenggam tanah,
kemudian beliau bersabda, 'Betul, aku memang pernah mengatakan seperti itu dan
engkau (Abu Jahal) adalah salah satu dari penghuni neraka.' Allah Ta 'ala
mengambil mata mereka hingga mereka tidak bisa melihat beliau. RasuluIIah Shallallahu
Alaihi wa Sallam menaburkan tanah ke atas kepala mereka sambil membaca surat Yaasiin: 1-9. Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam menaburkan tanah ke atas kepala mereka semua, kemudian
beliau pergi ke tempat yang beliau kehedaki. Para pemuda kafir tersadar dan mengintip
ke dalam rumah dan mendapati Ali bin Abu Thalib berada di ranjang Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam dan mengenakan selimut beliau dan mereka mengira
bahwa itu Rasulullah SAW. Hal ini digambarkan dalam al-Quran dalam surat Al-Anfal:
30 dan surat Ath-Thuur: 30-31.
Menurut Ibn
Hisyam, Abu Bakar sangat mendambakan bisa menemani Rasulullah SAW saat hijrah
seperti yang dikutip pada riwayat Ibnu Ishaq yang berkata, "Abu Bakar
adalah orang kaya. Ketika ia meminta izin untuk berhijrah kepada Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda, 'Engkau jangan terburuburu.
Mudah-mudahan Allah memberimu teman.' Abu Bakar mendambakan kiranya orang yang
dimaksud Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam adalah dirinya. Kemudian ia
membeli dua unta, menahan keduanya di rumahnya dan memberinya makan dengan
cukup sebagai persiapan hijrah."
Berada di Gua
Tsur
Ibnu Hisyam
menggambarkan kejadian di Gua Tsur seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq. Ketika
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memutuskan keluar dari Makkah
dan hijrah ke Madinah, beliau pergi ke rumah Abu Bakar, kemudian keduanya
keluar dari pintu rahasia rumah Abu Bakar di depan rumahnya. Setelah itu,
keduanya pergi ke Gua Tsur masuk ke dalamnya. Dalam hal ini Abu Bakar menyusun
beberapa strategi, antara lain:
1.
Memerintahkan anaknya, Abdullah bin
Abu Bakar untuk menjadi mata-mata apa yang terjadi di luar gua Tsur.
2.
Memerintahkan mantan budaknya, Amir
bin Fuhairah menggembalakan kambingnya di siang hari di dekat Gua Tsur dan sore
harinya ia membawa kambing tersebut kepada keduanya di gua.
3.
Memerintahkan Asma' binti Abu Bakar
mengantarkan makanan yang memadai untuk keduanya."
Ibnu Hisyam berkata Al-Hasan bin Al-Hasan Al-Bashri berkata,
"Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tiba di gua pada malam
hari. Abu Bakar masuk ke dalamnya terlebih dahulu sebelum Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam. Abu Bakar mengamati gua untuk melihat apakah di
dalamnya terdapat binatang buas atau ular? Ia melindungi Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam dengan dirinya." [2]
Menurut Muhammad Husain Haekal dalam bukunya Sejarah Hidup Muhammad
bahwa Rasulullah bersama Abu Bakar tinggal di gua Thaur selama 3 hari.
Sementara itu pihak Quraisy berusaha sungguh-sungguh mencari mereka tanpa
mengenal lelah. Betapa tidak. Mereka melihat bahaya sangat mengancam kalau
mereka tidak berhasil menyusul Muhammad dan mencegahnya berhubungan dengan
pihak Yathrib. Para pemuda yang dipilih dari tiap kelompok untuk membunuh
Rasulullah membawa pedang dan tongkat sambil mondar-mandir mencari ke segenap
penjuru. Tidak jauh dari gua Thaur itu mereka bertemu dengan seorang
pengembala. Ketika ditanya pengembala itu mengatakan tidak melihat ada orang
yang menuju ke sana. Rasulullah SAW semakin sungguh-sungguh berdoa dan Abu Bakar
semakin ketakutan. Ia merapatkan dirinya kepada kawannya itu dan Muhammad
berbisik di telinganya: لا
تحزن ان الله معنا, Jangan bersidih hati, Tuhan bersama
kita.[3]
Perjalanan ke
Madinah
Menurut Ibn
Hisyam pada suatu hari, datanglah seseorang dari Makkah Bawah yang bernyanyi
mendendangkan bait-bait lagu Arab.
Orang-orang membuntutinya, mendengarkan apa yang ia ucapkan dan apa yang mereka
lihat. Ketika ia keluar dari Makkah Atas, ia berkata: Semoga Allah, Tuhan
seluruh manusia membalas dengan balasan yang baik kepada dua sahabat yang tinggal di tenda
'Ummu Ma 'bad. Keduanya tiba dengan
membawa kebaikan kemudian keduanya pergi pada sore hari Sungguh beruntung orang
yang menemani Muhammad pada sore hari. Ibnu Hisyam berkata, "Ummu Ma'bad adalah
putri Ka'ab. la wanita dari Bani Ka'ab dari Khuza'ah. Bait syair, 'Dua sahabat
yang tinggal di tenda Ummu Ma 'bad, 'dan bait syair, 'Keduanya tiba dengan
membawa kebaikan kemudian keduanya pergi pada sore hari. Ibnu
Ishaq berkata bahwa Asma' binti Abu Bakar Radhiyallahu Anhuma berkata,
"Ketika kami mendengar ucapan orang di atas, kami pun tahu ke mana
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pergi, dan arah tujuan beliau
adalah ke Madinah. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pergi bersama tiga
orang, yaitu: Abu Bakar Radhiyallahu Anhu, Amir bin Fuhairah mantan budak Abu
Bakar, dan Abdullah bin Arqath sang penunjuk jalan."
Dalam buku
Sejarah Hidup Muhammad, Haekal menulis mereka berangkat, keluar dari gua.
Setiap orang mengenderai untanya sendiri dengan membawa bekal makanan. Abu Bakar membawa 5000 dirham dan
itu adalah seluruh hartanya yang ada. Abdullah bin ‘Uraiqit dari Banu Du’il
sebagai penunjuk jalan membawa mereka hati-hati sekali ke arah selatan di
bawahan Mekah, kemudian menuju Tihama di dekat pantai laut Merah. Oleh karena
mereka melalui jalan yang tidak biasa ditempuh orang, dibawanya mereka ke
sebelah utara di seberang pantai itu, dengan agak menjauhinya, mengambil jalan
yang paling sedikit dilalui orang.[4]
Kondisi
Keluarga Abu Bakar setelah Hijrahnya
Ibn hisyam
menggambarkan keadaaan keluarga Abu Bakar setelah hijrah melalui riwayat Ibnu
Ishaq berkata bahwa Yahya bin Ibad bin Abdullah bin Az-Zubair berkata kepadaku
bahwa ayahnya, Ibad, berkata kepadanya dari neneknya, Asma' binti Abu Bakar
yang berkata, "Ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pergi
bersama Abu Bakar, Abu Bakar membawa seluruh kekayaannya yang berjumlah lima
ribu dirham atau enam ribu dirham. Suatu ketika, kakekku, Abu Quhafah -ia sudah
buta- datang kepadaku dan berkata, 'Demi Allah, aku berpendapat bahwa Abu Bakar
berniat melaparkan kalian, karena ia membawa semua kekayaannya.' Aku berkata,
Tidak, sesungguhnya ayah meninggalkan kekayaan yang banyak untuk kita.'
Kemudian aku mengambil batu, meletakkannya di karung karena ayah biasa menaruh
kekayaannya di dalamnya dan aku menutupinya dengan kain. Setelah itu, aku pegang
tangan kakek dan aku katakan padanya, 'Kakek, letakkan tanganmu di kekayaan
ini.' Kakek pun meletakkan tangannya di karung tersebut. Ia berkata, 'Tidak
apa-apa. Jika ia meninggalkan kekayaan sebanyak ini, ia telah berbuat baik.' Di
sini terdapat pelajaran yang berharga bagi kalian. Demi Allah, ayah tidak
me¬ninggalkan apa-apa untuk kita. Aku berbuat yang demikian terhadap kakek,
karena aku ingin menenangkannya."
Perihal Suraqah
bin Malik
Ibnu Ishaq
berkata bahwa Az-Zuhri berkata kepadaku bahwa Abdurrahman bin Malik bin Ja'syum
berkata kepadanya dari ayahnya dari pamannya, Suraqah bin Malik yang berkata,
" Ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah keluar dari
Makkah untuk hijrah ke Madinah, orang-orang Quraisy menyediakan hadiah sebesar
seratus unta bagi siapa saja yang berhasil mengembalikan beliau kepada mereka.
Ketika aku sedang duduk di balai pertemuan kaumku, tiba-tiba salah seorang dari
kaumku datang kepada kami hingga ia berdiri di tengah-tengah kami. Ia berkata,
'Demi Allah, tadi aku melihat tiga orang berjalan melewati kami. Aku pastikan
bahwa ketiganya adalah Muhammad dan dua orang sahabatnya.' Aku memberi isyarat
dengan mataku kepada orang tersebut agar ia diam. Aku berkata, 'Tidak, mereka
orang-orang dari Bani Si Fulan yang sedang mencari barang mereka yang hilang.'
Orang tersebut berkata, 'Ya, bisa jadi begitu!' Setelah itu, orang tersebut
diam. Aku diam sebentar, kemudian aku berdiri dan pulang ke rumah. Aku suruh
keluargaku menyiapkan kudaku, kemudian kudaku diikat di lembah. Aku juga
menyuruh keluargaku menyiapkan senjata untukku. Keluargaku menge-luarkan
senjata untukku dari belakang kamarku. Aku ambil dadu undianku yang biasa aku
pakai mengundi. Kemudian aku keluar dengan mengenakan baju besiku, sambil
mengeluarkan daduku dan aku mengadakan undian dengannya. Ternyata yang keluar
adalah dadu yang aku benci yaitu tulisan, 'Tidak membahayakannya'. Aku berharap
bisa mengembalikan Muhammad kepada kaumnya dan dengan demikian aku mendapatkan
hadiah sebanyak seratus unta. Setelah itu, aku berjalan menelusuri jejak
Muhammad. Ketika kudaku berlari kencang membawaku, tiba-tiba kudaku tersandung
dan aku terpelanting darinya. Aku berkata, 'Apa arti ini semua?' Aku keluarkan
dadu undianku dan aku mengadakan undian dengannya. Ternyata dadu yang keluar
adalah dadu yang aku benci yang bertuliskan, 'Tidak membahayakannya.' Kendati
begitu, aku tetap ingin mengejar Muhammad dan menelusuri jejak Muhammad. Ketika
kudaku berlari kencang membawaku, tiba-tiba ia tergelincir dan aku terpelanting
darinya. Aku berkata, 'Apa arti ini semua?' Kemudian aku keluarkan dadu
undianku dan mengadakan undian dengannya. Ternyata yang keluar ialah dadu yang
aku benci yang bertuliskan, 'Tidak membahayakannya.' Aku tetap ingin mengejar
Muhammad dan menyusuri jejaknya. Ketika orang-orang tersebut (Muhammad dan Abu
Bakar) telah terlihat olehku, tiba-tiba untaku terperosok hingga kedua kakinya
masuk ke dalam tanah dan aku terjatuh darinya. Untaku mencabut kedua kakinya
dari dalam tanah dengan diiringi asap seperti badai. Ketika aku melihat
kejadian tersebut, aku sadar bahwa Muhammad dilindungi dari diriku dan bahwa
dia akan menang. Aku berseru kepada orang-orang tersebut (Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam dan Abu Bakar) dan aku katakan kepada mereka, 'Aku
Suraqah bin Ju'syum. Tunggulah aku, aku ingin bicara dengan kalian. Demi Allah,
aku tidak mencurigai kalian dan sesuatu yang kalian benci dariku tidak akan
datang kepada kalian.' Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda kepada Abu Bakar, 'Katakan kepadanya apa
yang ia minta dari kami.' Abu Bakar menyampaikan pesan Muhammad kepadaku. Aku
berkata kepada, Tulislah untukku tulisan yang menjadi bukti antara aku
denganmu.' Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, 'Tulislah tulisan
untuknya, wahai Abu Bakar!' Abu Bakar menulis untukku tulisan di tulang atau di
secarik kertas atau di tembikar kemudian ia melemparkannya kepadaku. Aku segera
mengambilnya dan menaruhnya di busur panahku. Setelah itu, aku pulang, diam dan
tidak bercerita sedikit pun tentang apa yang baru terjadi, hingga ketika
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berhasil menaklukkan Makkah, usai
Perang Hunain dan Perang Thaif, aku keluar membawa tulisan yang pernah
diberikan kepadaku untuk aku berikan kepada beliau. Aku bertemu dengan Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam di Al-Ji'ranah dan aku masuk dalam pasukan berkuda
kaum Anshar. Mereka menghalang-halangiku dengan tombak dan berkata kepadaku,
'Pergi sana! Pergi sana! Apa yang engkau inginkan?' Aku mendekat kepada
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam yang ketika itu sedang berada di atas
untanya. Demi Allah, aku lihat betis beliau putih seperti putihnya anak pohon
kurma. Aku angkat tanganku de¬ngan memegang tulisan tersebut dan aku berkata
kepada beliau, 'Wahai Rasulullah, inilah tulisanmu kepadaku. Aku Suraqah bin
Ju'syum.' Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, 'Sekarang hari
penetapan janji dan kebaikan. Dekatkan dia kepadaku!' Aku mendekat kepada
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan masuk Islam. Aku mengingat-ingat apa
yang pernah aku tanyakan kepada beliau, tapi aku tidak ingat. Aku berkata kepada
beliau, 'Wahai Rasulullah, unta telah memenuhi kolam-kolamku dan aku memenuhi
kolam-kolamku untuk unta-untaku. Jika aku memberi minum kepada unta-untaku,
apakah aku mendapatkan pahala?' Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
bersabda, 'Ya, di setiap yang mempunyai hati terdapat pahala.' Kemudian aku
pulang kepada kaumku dan aku serahkan shadaqahku kepada Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam."
Perjalanan
Hijrah
Ibnu Ishaq
berkata, "Ketika penunjuk jalan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
dan Abu Bakar, Abdullah bin Arqath berangkat, Abdullah bin Arqath berjalan
bersama keduanya melalui Makkah Bawah, kemudian berjalan melewati pesisir
hingga bertemu dengan jalan di Usfan Bawah, kemudian berjalan bersama keduanya
melewati Amaj Bawah, melintasinya hingga bertemu jalan setelah melintasi
Qudaid, kemudian meneruskan perjalanan melewati Al-Kharrar, kemudian melewati
Tsaniyyatul Marrah, kemudian berjalan melewati Liqf . Ibnu Hisyam
berkata, "Ada yang mengatakannya Lift, kemudian melintasi Madlaj
Liqf, kemudian memasuki Madlaj Mijaj (ada yang mengatakan Majaj seperti
dikatakan Ibnu Hisyam), kemudian melewati Marjih Majaj, kemudian memasuki
Marjih dari Dzi Al-Ghudzwaini (Ibnu Hisyam berkata, "Ada yang mengatakan,
"Al-Adhawaini."), kemudian memasuki Dzi Kasyri, kemudian melewati
Al-Jadajid, kemudian melewati Al-Ajrad. kemudian melewati Dzi Salam dari dalam
Madlaj Ta'hin, kemudian meiewati Al-Ababid (Ibnu Hisyam berkata, "Ada yang
mengatakan Al-Ababib dan Al-‘itsyanah, kemudian melintasi Al-Fajah, dan ada
yang mengatakan Al-Qahah seperti dikatakan Ibnu Hisyam)." Ibnu Hisyam
berkata, "Kemudian Abdullah bin Arqath bersama Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam dan Abu Bakar menuruni Al-Arju. Sungguh sebagian
perbekalan memperlambat perjalanan mereka bertiga, kemudian Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam dinaikkan seseorang yang telah masuk Islam yang bernama
Aus bin Hajar ke atas untanya yang bernama Ibnu Ar-Rada' menuju Madinah. Selain
itu, Aus bin Hajar menyertakan budak-nya yang bernama Mas'ud bin Hunaidah.
Kemudian Abdullah bin Arqath keluar dari Al-Arju, kemudian melewati Tsaniyyatul
A'ir (ada yang mengatakan TsaniyyatuI Ghabir menurut Ibnu Hisyam) dari sebelah
kanan Rakubah, kemudian menuruni Kabilah Rim, kemudian tiba di Quba' tepatnya
di Bani Amr bin Auf pada tanggal 12 Rabiul Awwal, hari Senin, ketika waktu
dhuha hampir habis dan ketika panas matahari sedang-sedang saja."
Menurut Haekal,
selama tujuh hari terus menerus mereka dalam keadaan panas terik dibakar
sahara, melintasi batu-batu karang dan lembah-lembah curam. Hanya karena adanya
ketenangan hati kepada Tuhan dan adanya kedip bintang-bintang yang berkilauan
dalam gelap malam membuat hati dan perasaan
mereka terasa lebih aman.[5]
Kaum Muslimin
Menunggu Kedatangan Rasulullah Shaallahu Alaihi wa Sallam di Ambang Madinah
Ibnu Hisyam
mnguraikan bahwa Ibnu Ishaq berkata bahwa Muhammad bin Ja'far bin Az-Zubair
berkata kepadaku dari Urwah bin Az-Zubair dari Abdurrahman bin Uwaim bin
Sa'idah yang berkata, bahwa beberapa sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi
wa Sallam yang berasal dari kaumku berkata kepadaku, "Ketika kita
mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah keluar dari
Makkah dan kedatangannya sudah dekat, maka usai shalat Shubuh, kita berjalan ke
luar perkampungan untuk menunggu kedatangan beliau. Demi Allah, kita tidak
beranjak hingga terik matahari menyengat kita. Jika kita tidak menemukan tempat
berteduh, kita masuk ke dalam rumah. Pada hari kedatangan Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam, kita duduk seperti sebelumnya. Ketika kita tidak
menemukan tempat berteduh, kita masuk ke dalam rumah kita masing-masing.
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam datang ketika kita telah masuk
ke dalam rumah. Orang yang pertama kali melihat kedatangan beliau adalah salah
seorang dari orang-orang Yahudi. la pernah melihat apa yang telah kita perbuat
ketika kita menunggu kedatangan beliau kepada kami. Orang Yahudi tersebut
berteriak keras, 'Hai Bani Qailah (kaum Anshar), ini dia kakek kalian telah datang kepada
kalian.' Kita segera keluar dari rumah untuk menemui Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam yang ketika itu berteduh di bawah pohon kurma ditemani Abu
Bakar yang seusia dengan beliau. Sebagian besar dari kita tidak pernah melihat
beliau sebelum ini. Kaum Anshar pun berkerumun di sekitar Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam dan mereka tidak bisa membedakan Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam dengan Abu Bakar. Ketika tempat tersebut tidak lagi bisa
menaungi Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, Abu Bakar berdiri dan
menaungi Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dengan bajunya. Ketika
itulah, kita baru mengetahui Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam."
Ali bin Abu
Thalib Radhiyallahu Anhu Mengembalikan Titipan sebelum Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam Hijrah
Ibnu Ishaq
berkata, "Ali bin Abu Thalib di Makkah selama tiga hari tiga malam. la
kembalikan semua titipan yang dititipkan kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi
wa Sallam. Ketika ia selesai mengembalikan semua barang titipan, ia menyusul
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam di Madinah dan singgah bersama beliau
di rumah Kultsum bin Hidam."
Ibnu Ishaq
berkata, "Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu berkata bahwa ia singgah di
Quba' semalam atau dua malam di rumah wanita Muslimah yang tidak bersuami. Ali
bin Abu Thalib berkata, 'Aku singgah di Quba" di rumah wanita Muslimah
yang tidak bersuami. Di pertengahan malam, aku lihat orang laki-laki datang
pada wanita Muslimah tersebut dan mengetuk pintu rumahnya. Wanita Muslimah
tersebut keluar menemui orang laki-laki itu kemudian laki-laki itu memberikan
sesuatu yang dibawanya kepada wanita tersebut dan diterimanya. Aku mencurigai
orang laki-laki itu, kemudian aku berkata kepada wanita tersebut, 'Hai hamba
Allah, siapa orang laki-laki yang datang kepadamu di setiap malam, kemudian
engkau keluar menemuinya dan ia memberikan sesuatu kepadamu. Aku tidak tahu apa
yang diberikan kepadamu, padahal engkau wanita Muslimah yang tidak bersuami?'
Wanita tersebut menjawab, 'Orang laki-laki itu adalah Sahl bin Hunaif. Ia tahu
kalau aku wanita yang tidak bersuami. Di petang hari, ia datang ke
berhala-berhala kaumnya, kemudian ia memecahkannya dan memberikannya kepadaku.'
Ali bin Abu Thalib berkata, 'Jadikan berhala-berhala tersebut sebagai kayu
bakar!' Ibnu Ishaq berkata bahwa hadits Ali bin Abu Thalib di atas dikisahkan
kepadaku oleh Hind bin Sa'ad bin Sahl bin Hunaif Radhiyallahu Anhu.
Masjid Quba'
Ibnu Ishaq
berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menetap di Quba' di Bani
Amr bin Auf pada hari Senin, hari Selasa, hari Rabu dan hari Kamis. Beliau
membangun masjid di Quba'. Dan Allah mengeluarkan Rasulullah Shallallahu Alaihi
wa Sallam dari kaum Anshar di Quba' pada hari Jum'at. Orang-orang Bani Amr bin
Auf mengklaim bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menetap di tempat
mereka agak lama. Allahu a’lam pendapat mana yang lebih benar."
Ibnu Ishaq berkata, "Ketika waktu shalat
Jum'at telah tiba, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sedang berada di
Bani Salim bin Auf, kemudian beliau mengerjakannya di masjid di tengah lembah,
tepatnya di lembah Ranuna'. Shalat Jum'at tersebut merupakan shalat Jum'at
pertama yang dikerjakan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam di
Madinah."
Undangan
Kabilah-kabilah di Madinah kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
Ibnu Ishaq
berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam didatangi Utban bin
Malik dan Abbas bin Ubadah bin Nadhlah bersama orang-orang Bani Salim bin Auf.
Mereka berkata, 'Wahai Rasulullah, tinggallah di tempat kami di tempat yang
banyak penduduknya, lengkap peralatan perangnya dan terlindungi.' Rasuluilah
Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, 'Biarkan unta ini bebas berjalan, karena
ia diperintah!' Mereka membiarkan unta Rasuluilah Shallallahu Alaihi wa Sallam
berjalan. Ketika unta tersebut berada di dekat perkampungan Bani Bayadhah,
Rasuluilah Shallallahu Alaihi wa Sallam berpapasan dengan Ziyad bin Labid dan
Farwah bin Amr bersama orang-orang Bani Bayadhah. Mereka berkata, 'Wahai
Rasuluilah, tinggallah di tempat kami yang banyak penduduknya, lengkap
perlengkapan perangnya dan terlindungi.' Rasuluilah Shallallahu Alaihi wa
Sallam bersabda, 'Biarkan unta ini berjalan semaunya, karena ia diperintah!'
Mereka melepas unta itu dan ia pun berjalan dan terus berjalan. Ketika unta itu
berjalan melewati per-kampungan Bani Saidah, Rasuluilah Shallallahu Alaihi wa
Sallam ditemui Sa'ad bin Ubadah dan Al-Mundzir bin Amr bersama orang-orang Bani
Saidah. Mereka berkata, 'Wahai Rasuluilah, mari tinggal bersama kami di tempat
yang banyak penduduknya, lengkap peralatan perangnya dan terlindungi.'
Rasuluilah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, 'Biarkan unta ini berjalan, karena ia
diperintah!' Mereka melepas unta itu dan unta itu terus berjalan. Ketika unta
itu tiba di perkampungan Bani Al-Harits bin Al-Khazraj, Rasuluilah Shalallahu
Alaihi wa Sallam ditemui Sa'ad bin Ar-Rabi', Kharijah bin Zaid dan Abdullah bin
Rawahah bersama orang-orang Bani Al-Harits bin Al-Khazraj. Mereka berkata,
'Wahai Rasuluilah, mari tinggal bersama kami, di tempat yang banyak
penduduknya, lengkap peralatan perangnya dan terlindungi.' Rasuluilah
Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, 'Biarkan unta ini berjalan, karena ia diperintah!'
Mereka melepas unta itu dan unta itu te-rus berjalan. Ketika unta itu melewati
perkampungan Bani Adi bin An-Najjar -mereka adalah paman-paman beliau. Ibu
Abdul Muththalib yang bernama Salma binti Amr berasal dari mereka-, unta itu
dihadang Salith bin Qais dan Abu Salith Asirah bin Abu Kharijah bersama
orang-orang dari Bani Adi bin An-Najjar. Mereka berkata, 'Wahai Rasuluilah,
mari tinggal bersama paman-pamanmu yang berpenduduk banyak, lengkap peralatan
perangnya dan terlindungi.' Rasuluilah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
'Biarkan unta ini berjalan, karena ia diperintah!'"
Tempat
Berhentinya Unta dan Pembangunan Masjid Nabawi Yang Mulia
Ibnu Ishaq
berkata, "Unta itu terus berjalan. Ketika unta itu melewati perkampungan
Bani Malik bin An-Najjar, ia duduk di pintu masjid Rasuluilah Shallallahu
Alaihi wa Sallam. Masjid beliau ketika itu masih berupa tempat pengeringan
kurma milik dua anak yatim Bani An-Najjar. Kedua anak yatim tersebut bernama
Sahl dan Suhail, keduanya anak Amr dan berada dalam asuhan Muadz bin Afra'
Sahl. Ketika unta itu berhenti dan Rasuluilah Shallallahu Alaihi wa Sallam
tidak turun daripadanya, unta itu melompat, kemudian berjalan tidak jauh.
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam meletakkan kendali unta itu dan beliau
tidak membelokkannya. Kemudian unta itu menoleh ke betakang, pergi ke tempat
duduk semula, duduk di dalamnya, diam tenang, berdiri di tempatnya dan
meletakkan dadanya di tanah. Ketika itulah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam turun daripadanya. Setelah itu, Abu Ayyub Khalid bin Zaid membawa bekal
perjalanan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan menaruhnya di rumahnya.
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menetap di rumah Abu Ayyub Khalid bin
Zaid. Beliau bertanya tentang tempat penjemuran kurma itu milik siapa? Muadz
bin Afra' berkata kepada beliau, 'Wahai Rasulullah, tempat penjemuran tersebut
milik Sahl dan Suhail, keduanya anak Amr. Keduanya anak yatim dan masih
keluargaku dan saya akan meminta kerelaan keduanya, kemudian jadikan tempat
tersebut sebagai masjid'."
Ibnu Ishaq
berkata, "Kemudian Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan
pembangunan masjid di tempat tersebut. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
sendiri menetap di rumah Abu Ayyub hingga usai pembangunan masjid beliau dan
rumah beliau. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam ikut terlibat dalam
pembangunan masjid dan rumah beliau untuk memotivasi kaum Muslimin. Kaum
Muslimin dari kaum Muhajirin dan kaum Anshar ikut terlibat dalam pembangunan
masjid beliau dengan bersungguh-sungguh. Salah seorang dari kaum Muslimin
berkata, Jika kita duduk, sedang Rasulullah bekerja Itu adalah amal yang sesat
dari kami Kaum Muslimin bekerja sambil mendendangkan syair, Tidak ada kehidupan
kecuali kehidupan akhirat Ya Allah, sayangilah kaum Anshar dan kaum Muhajirin
Ibnu Ishaq berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berkata,
'Tidak ada kehidupan melainkan kehidupan akhirat. Ya Allah, sayangilah
orang-orang Muhajirin dan orang-orang Anshar'."
Sabda
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam kepada Ammar bin Yasir Bahwa la Kelak
Dibunuh Kelompok Pemberontak
Ibnu Ishaq
berkata, "Kemudian masuklah Ammar bin Yasir. Orang-orang membebani Ammar
bin Yasir dengan batu bata yang memberatkannya. Ammar bin Yasir berkata, 'Wahai
Rasulullah, mereka telah membunuhku dengan membebankan kepadaku apa yang tidak
mampu mereka pikul.' Ummu Salamah, istri Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam berkata, 'Aku lihat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam membersihkan
debu di kepala Ammar bin Yasir dengan tangannya. Rambut Ammar bin Yasir adalah
keriting. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, 'Celaka anak
Sumaiyyah. Bukan mereka yang membunuhmu, tapi yang membunuhmu adalah kelompok
pemberontak.' Ali bin Abu Thalib melantunkan syair, Tidak sama antara orang
yang membangun masjid dengan serius dengan orang yang duduk tidak ikut
membangunnya Dan dengan orang yang terlihat debu padanya Ibnu Hisyam berkata,
"Aku bertanya kepada banyak pakar syair tentang syair di atas, mereka
menjawab, 'Kami diberitahu bahwa Ali bin Abu Thalib mengucapkan syair di atas,
namun tidak diketahui apakah dia yang menyusunnya ataukah orang lain?'"
Ibnu Ishaq berkata, "Ammar bin Yasir mengambil bait syair di atas dan
mendendangkannya." Ibnu Hisyam berkata, "Ketika Ammar bin Yasir
mengulang-ulang mendendangkan syair di atas, maka salah seorang sahabat
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menduga bahwa Ammar bin Yasir ingin
menyindir dengan syair tersebut, seperti dikatakan kepadaku oleh Ziyad bin
Abdullah bin Al-Bakkai dari Ibnu Ishaq. Ibnu Ishaq menyebutkan nama sahabat
tersebut." Ibnu Ishaq berkata, "Sahabat tersebut berkata, 'Hai Anak
Sumaiyyah, sejak hari ini, jika aku dengar apa yang engkau katakan. Demi Allah,
aku akan menonjokkan tongkat ini ke hidungmu.' Ketika itu sahabat tersebut
sedang memegang tongkat. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam marah karena
ucapan tersebut. Beliau bersabda, 'Apa yang terjadi antara mereka dengan Ammar.
Ammar mengajak mereka ke surga, sedang mereka me-ngajaknya ke neraka. Sesungguhnya
kulit Ammar adalah di antara mataku dan hidungku. Jika ucapan di atas diucapkan
orang tersebut dan ia tidak dapat diselamatkan, maka jauhilah dia!'" Ibnu
Hisyam berkata bahwa Sufyan bin Uyainah berkata dari Zakaria dari Asy-Sya'bi
yang berkata, "Orang yang pertama kali membangun masjid adalah Ammar bin
Yasir." Ibnu Ishaq berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
menginap di rumah Abu Ayyub selama pembangunan masjid dan rumah belum selesai.
Ketika pembangunan masjid dan rumah beliau telah rampung, beliau pindah ke
dalamnya dari rumah Abu Ayyub. Semoga Allah merahmati Abu Ayyub dan
meridhainya."
Keberadaan
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam di Rumah Abu Ayyub
Ibnu Ishaq
berkata bahwa Yazid bin Abu Habib berkata kepadaku dari Martsir bin Abdullah
bin Al-Yazini dari Abu Rahm As-Simai yang berkata bahwa Abu Ayyub berkata,
"Ketika Rasulullah menginap di rumahku, beliau menginap di lantai dasar,
sedang aku dan istriku, Ummu Ayyub tinggal di lantai atas. Aku berkata kepada
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, 'Wahai Nabi Allah, ayah ibuku menjadi
tebusanmu, sesungguhnya aku segan berada di atasmu sedangkan engkau berada di
bawahku. Silahkan engkau berada di lantai atas dan kami turun ke lantai bawah.'
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berkata, Hai Abu Ayyub, sesungguhnya
sambutan yang paling baik terhadap kami dan orang yang bersama kami adalah kami
berada di lantai bawah.' Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tetap tinggal
di lantai bawah, sedang kami tinggal dilantai atas. Suatu ketika guci kami yang
berisi air pecah, kemudian aku dan Ummu Ayyub mengambil selimut kami
satu-satunya, kemudian kami mengelap air dengannya karena kami khawatir air
menetes ke bawah mengenai Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan itu
membuat beliau terganggu."
Abu Ayyub
berkata, "Kami memasak makanan malam untuk Rasulullah Shallallahu Alaihi
wa Sallam kemudian kami mengantarkannya kepada beliau. Jika beliau
mengembalikan sisanya kepada kami, kami mencari tempat bekas tangan beliau,
kemudian kami makan dari tempat tersebut agar mendapatkan berkah dari beliau.
Pada suatu malam, kami mengirimkan makanan malam kepada Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam. Kami memasak makanan tersebut dengan bawang merah atau bawang
putih, namun beliau mengembalikannya kepada kami dan kami tidak melihat bekas
tangannya di dalamnya. Aku segera datang kepada beliau dengan perasaan was-was.
Aku berkata, 'Wahai Rasulullah, ayah dan ibuku menjadi tebusanmu, engkau
mengembalikan semua makanan malammu dan aku tidak melihat bekas tanganmu di
dalamnya., Biasanya jika engkau mengembalikan sisa makanan kepada kami, kami
mencari bekas tempat tanganmu, kemudian kami makan daripadanya dengan harapan
mendapatkan berkah di dalamnya.' Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
bersabda, 'Sesungguhnya aku mendapatkan bau pohon ini dan aku orang yang banyak
keringatnya. Jika kalian mau, silahkan makan makanan tersebut!' Sejak saat itu,
kami tidak memasak dengan pohon tersebut (bawang merah atau bawang
putih)."
Gelombang
Hijrah ke Madinah
Ibnu Ishaq
berkata, "Setelah itu, kaum Muhajirin menyusul kepada Rasulullah secara
bergelombang. Kaum Muslimin Makkah yang tidak bisa hijrah- pasti ia disiksa
atau di tahan orang-orang Quraisy. Kaum Muhajirin dari Makkah tidak bisa
membawa keluarga dan harta mereka kepada Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya
Shallallahu Alaihi wa Sallam kecuali Bani Madz'un dari Bani Jumah, Bani Jahsy
bin Riab sekutu Bani Umaiyyah, Bani Al-Bukair dari Bani Sa'ad bin Laits sekutu
dari Bani Adi bin Ka'ab. Rumah-rumah mereka ditutup lengang tanpa
penghuni."
Ibnu Ishaq
berkata, "Ketika Bani Jahsy bin Riab keluar dari rumah-rumah mereka, Abu
Sufyan bin Harb pergi ke sana kemudian menjualnya kepada Amr bin Alqamah,
saudara Bani Amr bin Luai. Ketika Bani Jahsy mendengar tindakan Abu Sufyan bin
Harb terhadap rumah-rumah mereka, Abdullah bin Jahsy menceritakannya kepada
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, kemudian beliau bersabda kepada
Abdullah bin Jahsy, 'Wahai Abdullah, apakah engkau tidak senang, jika Allah
memberimu rumah di surga yang lebih baik daripada rumahmu tersebut?' Abdullah
bin Jahsy menjawab, 'Ya.' Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
'Rumah di surga tersebut menjadi milikmu.' Ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi
wa Sallam menaklukkan Makkah, Abu Ahmad berbicara kepada beliau tentang
rumahrumah mereka, tapi beliau tidak menanggapinya. Orang-orang berkata kepada
Abu Ahmad, 'Hai Abu Ahmad, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
tidak suka kalian menarik kembali harta yang telah diambil dari kalian di jalan
Allah Azza wa Jalla.' Abu Ahmad tidak meneruskan membicarakan rumah-rumahnya
kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. la berkata kepada Abu Sufyan
bin Harb, Ketahuilah, katakan kepada Abu Sufyan Tentang hasil akhir yang di
dalamnya terdapat penyesalan Rumah anak pamanmu telah engkau jual Dan engkau
haws menanggung hutang karenanya Anak saudaramu bersumpah kepada kalian dengan
Allah, Tuhan manusia dan sumpah yang tidak main-main Pergilah dengan sumpah
tersebut dan pergilah dengan sumpah tersebut Engkau akan dikalungi dengan rumah
tersebut seperti burung dara diberi kalung Ibnu Ishaq berkata, "Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam menetap di Madinah sejak beliau tiba di dalamnya
pada bulan Rabiul Awwal hingga bulan Shafar pada tahun itu juga, hingga
pembangunan masjidnya dan rumahnya rampung, serta perkampungan kaum Anshar
masuk Islam. Tidak ada perkampungan kaum Anshar, melainkan penduduknya telah
masuk Islam, kecuali perkampungan Khatmah, Waqif, Wail dan Umaiyyah.
Perkampungan-perkampungan tersebut adalah Ausullah. Semua perkampungan tersebut
bertahan dalam kesyirikan mereka."
Khutbah Pertama
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam di Madinah
Ibnu Ishaq
berkata, "Khutbah pertama RasuluUah Shallallahu Alaihi wa Sallam -seperti
dikatakan kepadaku dari Abu Salamah bin Abdurrahman-ialah dan kita berlindung
diri kepada Allah dari mengatakan sesuatu kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi
wa Sallam apa yang tidak beliau ucapkan. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam berdiri di depan kaum Muslimin, kemudian memuji Allah dan
menyanjung-Nya. Setelah itu, beliau berkata, amma ba du. Wahai manusia,
persiapkan untuk diri kalian, niscaya kalian demi Allah bahwa salah seorang
dari kalian pasti meninggal dunia. la . kambing-kambingnya tanpa penggembala. Rabb-nya
pasti berkata fcepadanya dan tidak ada penerjemah di antara keduanya atau
penghalang ± antara keduanya, 'Tidakkah telah datang kepadamu Rasul-Ku,
kemudian dia menyampaikan apa yang diterimanya kepadamu? Bukankah Aku telah
memberimu kekayaan dan melebihkanmu, namun kenapa engkau tidak mempersembahkan
sesuatu untuk dirimu?' la melihat ke kanan dan ke kiri, tapi ia tidak melihat
apa-apa. la melihat depannya, tapi ia tidak melihat selain Neraka Jahannam.
Barang siapa mampu melindungi wajahnya dari neraka, kendati hanya dengan
separoh biji kurma, hendaklah ia mengerjakannya. Barangsiapa tidak
mendapatkannya, hendaklah ia melindungi wajahnya dari neraka dengan perkataan
yang baik, karena sesungguhnya kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kebaikan
hingga tujuh ratus kali lipat lebih banyak. Akhirnya as-salamu alaikum wa
rahmatullahi wa barakaatuh'."
Ibnu Ishaq
berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berkhutbah lagi kepada
kaum Muslimin. Beliau berkata, 'Sesungguhnya segala pujian milik Allah. Aku memuji-Nya
dan meminta pertolongan-Nya. Kita berlindung diri kepada Allah dari keburukan
diri kita dan kesalahan amal perbuatan kita. Barangsiapa diberi petunjuk oleh
Allah, maka tidak ada yang bisa menye-satkannya. Barangsiapa disesatkan Allah,
maka tidak ada yang bisa memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa tidak ada
Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah saja yang tidak ada sekutu bagi-Nya.
Sesungguhnya perkataan yang paling baik adalah Kitab Allah Tabaraka wa Ta 'ala.
Sungguh beruntung orang yang hatinya dihiasi Allah dengan KitabNya,
memasukkannya ke dalam Islam setelah sebelumnya ia kafir dan memilih Al-Qur'an
daripada perkataan-perkataan manusia. Sesungguhnya Al-Qur'an adalah perkataan
yang paling baik dan paling sempurna. Cintailah apa saja yang dicintai Allah
dan cintailah Allah dengan seluruh hati kalian. Kalian jangan bosan dengan
firman Allah dan ingat kepadanya. Janganlah hati kalian keras terhadap
Al-Qur'an, karena sesungguhnya Allah memilih dari apa yang Dia ciptakan.
Sungguh, Allah telah memilih amal perbuatan yang paling baik, memilih
hamba-hamba-Nya, perkataan yang baik dan dari apa yang diberikan kepada
manusia; yang halal dan yang haram. Oleh karena itu, sembahlah Allah, jangan
menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, bertakwalah kepada-Nya dengan takwa
yang sebenar-benarnya, jujurlah kepada Allah dalam kebaikan yang kalian ucapkan
dengan mulut kalian dan hendaklah kalian saling mencintai karena Allah di
antara kalian, karena Allah sangat benci kalau perjanjianNya dilanggar.
Akhirnya, as-salamu alaikum wa rahmatullahi wa barakaatuh."
Penulis: Hafniati.
[1] Abu Muhammad
Abdul Malik bin Hisyam Al-Muafiri Muhaqqiq: Sa'id Muhammad Allahham, As-Sirah
An-Nabawiyah li Ibni Hisyam, Danjl Fikr, Beirut 1415 H./1994 M. h. 356
[2]
Abu Muhammad
Abdul Malik bin Hisyam Al-Muafiri Muhaqqiq: Sa'id Muhammad Allahham, As-Sirah
An-Nabawiyah li Ibni Hisyam, Danjl Fikr, Beirut 1415 H./1994 M. h. 361
[3] Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, PT.Pustaka Litera Antarnusa, Bogor, cet. XIX 2003, h. 180-181
[4]
Muhammad Husain
Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, PT.Pustaka Litera Antarnusa, Bogor, cet.
XIX 2003, h. 183-184
[5] Muhammad
Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, PT.Pustaka Litera Antarnusa,
Bogor, cet. XIX 2003, h. 186
Tidak ada komentar:
Posting Komentar