Asal
usul ibadah qurban dalam agama Islam secara umum dimulai sejak zaman
Nabi Adam as. Yaitu peristiwa antara Habil dan Qabil yang diabadikan dalam
al-Quran Surat al-Maidah: 27
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ
نَبَأَ ابْنَيْ آدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ
أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْآخَرِ قَالَ لَأَقْتُلَنَّكَ قَالَ
إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ (27)
Artinya:”Dan ceritakanlah
(Muhammad) yang sebenarnya kepada mereka tentang kisah kedua puta Adam, yang
keduanya mempersembahkan qurban, maka (qurban) salah seorang dati mereka berdua
(Habil) yang diterima dan dari yang lain (Qabil) tidak diterima.Dia (Qabil)
berkata: sungguh aku pasti akan membunuhmu. Dia (Habil) berkata: Sesungguhnya
Allah hanya menerima (amal) dari orang
tang bertaqwa (QS. Al-Maidah: 27)
Ibadah
qurban juga dikaitkan dengan peristiwa
yang dialami oleh Nabi Ibrahim dan anaknya, Nabi Ismail. Peristiwa
penyembelihan yang dilakukan Nabi Ibrahim terhadap anaknya dimulai dari mimpi
Nabi Ibrahim as. Dalam mimpi tersebut Nabi Ibrahim as mendapat perintah dari
Allah SWT untuk menyembelih anaknya. Kemudian Nabi Ibrahim as membawa Ismail ke
suatu tempat yang sunyi. Sebelum penyembelihan dilaksanakan, Ismail mengajukan
tiga syarat:
1. Sebelum
meneyembelih, hendaknya Nabi Ibrahim menajamkan pisaunya agar Ismail cepat mati
dan tidak timbul rasa kasihan maupun penyesalan dari ayahnya.
2. Ketika
disembelih, muka Ismail harus ditutupi agar tidak timbul rasa ragu dalam hati
ayahnya karena rasa kasihan melihat wajah anaknya.
3. Bila
penyembelihan telah selesai, agar pakaian Ismail dibawa ke hadapan ibunya,
sebagai bukti bahwa qurban telah dilaksanakan.
Nabi
Ibrahim as adalah seorang Nabi yang tidak diberi keturunan selama
bertahun-tahun, sampai akhirnya Siti Sarah mengizinkan Nabi Ibrahim menikahi
hamba sahaya mereka bernama Siti Hajar. Dengan izin Allah Siti Hajar mengandung
dan melahirkan putra mereka yang diberi nama Ismail. Setelah Ismail lahir Siti
Hajar dan Ismail dibawa oleh Nabi Ibrahim ke suatu tempat, lembah yang tandus. Ibrahim berpesan kepada istrinya
Siti Hajar supaya tidak meninggalkan tempat tersebut apapun yang terjadi sampai
beliau (Nabi Ibrahim) kembali. Siti Hajar dengan air mata yang berlinang
menjawab: Jika ini perintah Allah, baiklah. Allh pasti akan mencukupi kebutuhan
kami.
Berbagai
cobaan dialami oleh siti Hajar dan Ismail di lembah yang tandus itu. Tidak ada
tempat meminta pertolongan kecuali hanya kepada Allah. Mulai dengan usaha
mencari air bolak balik antara bukit safa dan marwah hingga muncul sumber mata
air yang sekarang kita kenal dengan air zam-zam. Allah abadikan ketaatan siti
Hajar berlari-lari kecil antara safa dan marwah sebagai salah satu rukun ibadah
haji yaitu sa’i.
Firman Allah:
رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ
مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ
رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي
إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ (37)
Artinya:
Ya Tuhan, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunan di lembah
yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang
dihormati. Ya Tuhan (yang demikian itu) agar mereka melaksanakan sholat, maka
jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berikanlah kepada
mereka rezekidari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. (QS.
Ibrhaim:37)
Ibrahim, Siti Hajar dan Ismail
berkumpul kembali setelah beberapa waktu hingga kegembiraan Ibrahim terganggu
oleh mimpinya yang menakutkan. Dalam
mimpinya Nabi Ibrahim mendapat wahyu bahwa ia harus mengurbankan Nabi Ismail
kepada Allah. Mimpi ini begitu mengusiknya, betapa tidak, sudah lama Nabi
Ibrahim menantikan memiliki anak, begitu dikaruniani anak Nabi Ibrahim harus
berpisah dengan Ismail selama 12 tahun, dan begitu Ismail berumur 13 tahun ada
perintah untuk mengkurbankan anak satu-satunya itu.
Kisah ini diabadikan dalam
Al-Quran secara jelas :
فَبَشَّرْنَاهُ
بِغُلَامٍ حَلِيمٍ (101) فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ
إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا
أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
(102) فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ (103) وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا
إِبْرَاهِيمُ (104) قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي
الْمُحْسِنِينَ (105) إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ (106)
وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ (107) وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ (108)
سَلَامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ (109) كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (110) إِنَّهُ
مِنْ عِبَادِنَا الْمُؤْمِنِينَ (111)
Artinya: “Maka kami eri kabar
gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang sangat sabar (Ismail).
Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim)
berkata: Wahai anakku sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka
pikirkanlah bagaimana pendapatmu!, Dia (Ismail) menjawab: Wahai ayahku
lakukanlah apayang diperintahkan (Allah) kepadamu, insya Allah engkau akan
mendapatiku termasuk orang yang sabar. Maka ketika keduanya telah berserah diri
dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipisnya, (untuk melaksanakan
perintah Allah). Lalu Kami panggil dia, wahai Ibrahim. Sungguh engkau telah
membenarkan mimpi itu. Sungguh, demikianlah kami memberi balasan kepada
orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang
nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Dan Kami
abadikan untuk (Ibrahim) di kalangan orang-orang yang datang kemudian. Selamat
sejahtera bagi Ibrahim. Demikianlah Kami memberi balsan kepada orang-orang yang
berbuat baik. Sungguh dia termasuk hamba-hamba kami yang beriman. (QS.
Ash-Shaffat: 101-111)
Setelah Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi
Rasulullah, perintah qurban bersamaan
dengan perintah melaksanakan shalat pada tahun pertama beliau di Madinah, Perintah
melaksanakan ibadah qurban itu dilakukan
pada hari raya ‘Idul Adha dan hari-hari Tasyrik, Perintah qurban ada di
dalam surat Al-Kautsar ayat 1-3:
إِنَّا
أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ (1) فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ (2) إِنَّ شَانِئَكَ
هُوَ الْأَبْتَرُ (3)
Artinya:“Sesungguhnya
Kami telah memberikan kepadamu nikmat
yang banyak, Maka dirikanlah sholat karena Tuhanmu, dan berqurbanlah.
Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus”. (QS.
Al-Kautsar:1-3)
Berbicara tentang kenikmatan, Allah mengingatkan:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ
شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ (7)
Artinya: “Dan
jika kamu menghitung nikmat Allah, tiadalah dapat kamu mengitungnya” (QS:Ibrahim: 7).
Oleh karena itu berkaitan dengan ibadah qurban yang sudah ada
sejak Nabi Adam as, Nabi Ibrahim as dan Nabi Muhammad SAW. Allah berfirman SWT:
“Dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berqurbanlah”. Sholat merupakan
hubungan vertikal dengan Allah untuk mensyukuri nikmat Allah. Hubungan antara
sesama manusia secara horisontal diwujudkan bahwa setelah shalat Idul Adha
yaitu dengan berqurban memotong hewan ternak berupa kambing atau sapi untuk
dibagikan kepada fakir miskin. Qurban merupakan masalah ubudiyah yang bersifat
sosial (keshalehan sosial) yang
berhubungan dengan sesama manusia. Wallahua’lam bish shawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar