Selasa, 29 Agustus 2017

SEJARAH QURBAN



Asal usul ibadah qurban dalam agama Islam secara umum dimulai sejak zaman Nabi Adam as. Yaitu peristiwa antara Habil dan Qabil yang diabadikan dalam al-Quran Surat al-Maidah: 27
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ آدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْآخَرِ قَالَ لَأَقْتُلَنَّكَ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ (27)
Artinya:”Dan ceritakanlah (Muhammad) yang sebenarnya kepada mereka tentang kisah kedua puta Adam, yang keduanya mempersembahkan qurban, maka (qurban) salah seorang dati mereka berdua (Habil) yang diterima dan dari yang lain (Qabil) tidak diterima.Dia (Qabil) berkata: sungguh aku pasti akan membunuhmu. Dia (Habil) berkata: Sesungguhnya Allah hanya menerima  (amal) dari orang tang bertaqwa (QS. Al-Maidah: 27)

Ibadah qurban  juga dikaitkan dengan peristiwa yang dialami oleh Nabi Ibrahim dan anaknya, Nabi Ismail. Peristiwa penyembelihan yang dilakukan Nabi Ibrahim terhadap anaknya dimulai dari mimpi Nabi Ibrahim as. Dalam mimpi tersebut Nabi Ibrahim as mendapat perintah dari Allah SWT untuk menyembelih anaknya. Kemudian Nabi Ibrahim as membawa Ismail ke suatu tempat yang sunyi. Sebelum penyembelihan dilaksanakan, Ismail mengajukan tiga syarat:
1.      Sebelum meneyembelih, hendaknya Nabi Ibrahim menajamkan pisaunya agar Ismail cepat mati dan tidak timbul rasa kasihan maupun penyesalan dari ayahnya.
2.      Ketika disembelih, muka Ismail harus ditutupi agar tidak timbul rasa ragu dalam hati ayahnya karena rasa kasihan melihat wajah anaknya.
3.      Bila penyembelihan telah selesai, agar pakaian Ismail dibawa ke hadapan ibunya, sebagai bukti bahwa qurban telah dilaksanakan.
Nabi Ibrahim as adalah seorang Nabi yang tidak diberi keturunan selama bertahun-tahun, sampai akhirnya Siti Sarah mengizinkan Nabi Ibrahim menikahi hamba sahaya mereka bernama Siti Hajar. Dengan izin Allah Siti Hajar mengandung dan melahirkan putra mereka yang diberi nama Ismail. Setelah Ismail lahir Siti Hajar dan Ismail dibawa oleh Nabi Ibrahim ke suatu tempat, lembah  yang tandus. Ibrahim berpesan kepada istrinya Siti Hajar supaya tidak meninggalkan tempat tersebut apapun yang terjadi sampai beliau (Nabi Ibrahim) kembali. Siti Hajar dengan air mata yang berlinang menjawab: Jika ini perintah Allah, baiklah. Allh pasti akan mencukupi kebutuhan kami.
Berbagai cobaan dialami oleh siti Hajar dan Ismail di lembah yang tandus itu. Tidak ada tempat meminta pertolongan kecuali hanya kepada Allah. Mulai dengan usaha mencari air bolak balik antara bukit safa dan marwah hingga muncul sumber mata air yang sekarang kita kenal dengan air zam-zam. Allah abadikan ketaatan siti Hajar berlari-lari kecil antara safa dan marwah sebagai salah satu rukun ibadah haji yaitu sa’i.
Firman Allah:
رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ (37)
Artinya: Ya Tuhan, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunan di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan (yang demikian itu) agar mereka melaksanakan sholat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berikanlah kepada mereka rezekidari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. (QS. Ibrhaim:37)

Ibrahim, Siti Hajar dan Ismail berkumpul kembali setelah beberapa waktu hingga kegembiraan Ibrahim terganggu oleh mimpinya yang menakutkan. Dalam mimpinya Nabi Ibrahim mendapat wahyu bahwa ia harus mengurbankan Nabi Ismail kepada Allah. Mimpi ini begitu mengusiknya, betapa tidak, sudah lama Nabi Ibrahim menantikan memiliki anak, begitu dikaruniani anak Nabi Ibrahim harus berpisah dengan Ismail selama 12 tahun, dan begitu Ismail berumur 13 tahun ada perintah untuk mengkurbankan anak satu-satunya itu.
Kisah ini diabadikan dalam Al-Quran secara jelas :
فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلَامٍ حَلِيمٍ (101) فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ (102) فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ (103) وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ (104) قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (105) إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ (106) وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ (107) وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ (108) سَلَامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ (109) كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (110) إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُؤْمِنِينَ (111)
Artinya: “Maka kami eri kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang sangat sabar (Ismail). Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata: Wahai anakku sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!, Dia (Ismail) menjawab: Wahai ayahku lakukanlah apayang diperintahkan (Allah) kepadamu, insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar. Maka ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipisnya, (untuk melaksanakan perintah Allah). Lalu Kami panggil dia, wahai Ibrahim. Sungguh engkau telah membenarkan mimpi itu. Sungguh, demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Dan Kami abadikan untuk (Ibrahim) di kalangan orang-orang yang datang kemudian. Selamat sejahtera bagi Ibrahim. Demikianlah Kami memberi balsan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sungguh dia termasuk hamba-hamba kami yang beriman. (QS. Ash-Shaffat: 101-111)

Setelah Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Rasulullah, perintah qurban  bersamaan dengan perintah melaksanakan shalat pada tahun pertama beliau di Madinah, Perintah  melaksanakan ibadah qurban itu dilakukan pada hari raya ‘Idul Adha dan hari-hari Tasyrik, Perintah qurban ada di dalam surat Al-Kautsar ayat 1-3:
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ (1) فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ (2) إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ (3)
Artinya:“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu  nikmat yang banyak, Maka dirikanlah sholat karena Tuhanmu, dan berqurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus”. (QS. Al-Kautsar:1-3)

Berbicara tentang kenikmatan, Allah mengingatkan:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ (7)
Artinya: “Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tiadalah dapat kamu mengitungnya” (QS:Ibrahim: 7).

Oleh karena itu berkaitan dengan ibadah qurban yang sudah ada sejak Nabi Adam as, Nabi Ibrahim as dan Nabi Muhammad SAW. Allah berfirman SWT: “Dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berqurbanlah”. Sholat merupakan hubungan vertikal dengan Allah untuk mensyukuri nikmat Allah. Hubungan antara sesama manusia secara horisontal diwujudkan bahwa setelah shalat Idul Adha yaitu dengan berqurban memotong hewan ternak berupa kambing atau sapi untuk dibagikan kepada fakir miskin. Qurban merupakan masalah ubudiyah yang bersifat sosial  (keshalehan sosial) yang berhubungan dengan sesama manusia. Wallahua’lam bish shawab 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar