Sabtu, 02 Juli 2016

HAIDH DAN HUKUMNYA

A.     Pengertian
Haidh atau haid (dalam ejaan bahasa Indonesia) adalah darah yang keluar dari rahim seorang wanita pada waktu-waktu tertentu yang bukan karena disebabkan oleh suatu penyakit atau karena adanya proses persalinan, dimana keluarnya darah itu merupakan sunnatullah yang telah ditetapkan oleh Allah kepada seorang wanita.
Allah Ta’ala berfirman:
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُواْ النِّسَاء فِي الْمَحِيضِ وَلاَ تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىَ يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللّهُ
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang (darah) haidh. Katakanlah, “Dia itu adalah suatu kotoran (najis)”. Oleh sebab itu hendaklah kalian menjauhkan diri dari wanita di tempat haidhnya (kemaluan). Dan janganlah kalian mendekati mereka, sebelum mereka suci (dari haidh). Apabila mereka telah bersuci (mandi bersih), maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepada kalian.” (QS. Al-Baqarah: 222)
Dari Aisyah ra berkata:
كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلَا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلَاةِ
Artinya: “Kami dahulu juga mengalami haidh, maka kami diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha shalat.” (HR. Al-Bukhari No. 321 dan Muslim No. 335)

B.     Warna darah Haidh
Umumnya darah Haidh berwarna merah yang cenderung kehitaman, berbau tidak sedap, kental, hangat ketika keluar, deras ketika pertama kali keluar dst..namun boleh jadi tiap wanita tidak selalu sama persis kondisi darah haidhnya dengan sifat-sifat ini, sehingga ciri-ciri umum darah Haidh tersebut tetap tidak bisa dijadikan sebagai patokan yang kaku.

C.      Lamanya Haidh
Mayoritas ulama – madzhab Maliki, Syafii, dan Hambali – berpendapat bahwa batas maksimal waktu haidh adalah 15 hari. Sedangkan menurut Hanafiyah, batas maksimal haidh adalah 10 hari.
Berikut keterangan dalam masing-masing kitab madzhab yang menyatakan batas maksimal haidh 15 hari,
1.      Madzhab Mailiki
Dalam al-Mudawanah ‘ala al-Fiqh al-Maliki dinyatakan,
قال ابن نافع عن عبد الله بن عمرو عن ربيعة ويحيى بن سعيد وعن أخيه عبد الله أنهما كانا يقولان: أكثر ما تترك المرأة الصلاة للحيضة خمسة عشرة ليلة ثم تغتسل وتصلي
Artinya:”Ibnu Nafi mengatakan dari Abdullah bin Amr dari Rabi’ah dan Yahya bin Said, dari saudaranya Abdullah bin Said, keduanya mengatakan,
“Batas maksimal seorang wanita boleh meninggalkan shalat karena haidh adalah 15 hari, kemudian dia harus mandi dan shalat.” (al-Mudawanah, 1/151).

2.      Madzhab Syafiiyah
Dalam Matan Ghayah wa Taqrib (Matan Abi Syuja’) dinyatakan,
وأقل الحيض : يوم وليلة وأكثره : خمسة عشر يوما وغالبه : ست أو سبع
Batas minimal haidh adalah sehari semalam, sedangkan batas maksimalnya adalah 15 hari, dan umumnya haidh terjadi selama 6 atau 7 hari. (Matan Ghayah wa Taqrib, Abi Syuja’, hlm. 51)
3.      Madzhab Hambali
Dalam Kasyaful Qana’ dinyatakan
(وأكثره) أي: الحيض (خمسة عشر يوماً) بلياليهن؛ لقول علي: ما زاد على الخمسة عشر استحاضة
Maksimal haidh adalah 15 hari/malam, berdasarkan keterangan dari Ali bin Abi Thalib, “Yang lebih dari 15 hari, statusnya mustahadhah.” (Kasyaful Qana’, 1/203).
Hal yang sama juga disampaikan Ibnu Qudamah,
وأقل الحيض يوم وليلة، وأكثره خمسة عشر يوماً. هذا الصحيح من مذهب أبي عبد الله، وقال الخلال: مذهب أبي عبد الله لا اختلاف فيه، أن أقل الحيض يوم، وأكثره خمسة عشر يوماً
Batas minimal haidh adalah sehari semalam, dan maksimal waktu haidh adalah 15 hari. Inilah pendapat yang benar dalam madzhab Imam Ahmad (Abu Abdillah). Al-Khallal mengatakan, ‘Pendapat Abu Abdillah – Imam Ahmad’ – bahwa batas minimal haidh sehari semalam, dan batas maksimalnya 15 hari. (al-Mughni, 1/224)
4.      Mazhab Hanafi
Menurut mazhab Hanafi paling sedikitnya haidh 3 hari 3 malam dan maksimalnya 10 hari 10 malam.Jika masanya lebih dari 10 hari maka itu bukan lagi darah haidh tetapi darah istihadah (darah penyakit yang keluar dari rahim bukan karena haidh atau nifas).Berdasarkan hadits dari Aisyah binti Abu bakar mengatakan "Masa haidh minimal bagi wanita perawan atau sudah kawin adalah 3 hari 3 malam dan maksimalnya 10 hari".(HR.Tabrani dan Daruqutni).
Pendapat jumhur berdalil dengan keterangan dari seorang tabiin, Atha bin Abi Rabah yang diriwayatkan oleh Bukhari secara muallaq.
وَقَالَ عَطَاءٌ: الحَيْضُ يَوْمٌ إِلَى خَمْسَ عَشْرَةَ
Atha mengatakan, ”Haidh minimal sehari hingga 15 hari.” (HR. Bukhari secara muallaq).
Indikator selesainya masa haidh adalah dengan adanya gumpalan atau lendir putih (seperti keputihan) yang keluar dari jalan rahim. Namun, bila tidak menjumpai adanya lendir putih ini, maka bisa dengan mengeceknya menggunakan kapas putih yang dimasukkan ke dalam vagina. Jika kapas itu tidak terdapat bercak sedikit pun, dan benar-benar bersih, maka wajib mandi dan shalat.
Sebagaimana disebutkan bahwa dahulu para wanita mendatangi Aisyah radhiyallahu ‘anhadengan menunjukkan kapas yang terdapat cairan kuning, dan kemudian Aisyah mengatakan :
لاَ تَعْجَلْنَ حَتَّى تَرَيْنَ القَصَّةَ البَيْضَاءَ
“Janganlah kalian terburu-buru sampai kalian melihat gumpalan putih.” (Atsar ini terdapat dalam Shahih Bukhari).

D.     Amalan Yang Dilarang dalam masa Haidh
Amalan yang dilarang berdasarkan dalil kepada wanita haidh adalah seperti berikut:
1)     Larangan menunaikan sholat dengan ijma’ ulama.
Dalil bagi larangan ini berdasarkan antaranya dari sebuah Hadits yang panjangAbi Sa’ied al-Khudriy di dalamnya RasulullahSAW bersabda:

أليس إذا حاضت لم تصل ولم تصم

Artinya: “Bukankah seseorang  wanita apabila berhaidh, dia tidak perlu sholat dan berpuasa.”(HR al-Bukhari dan Muslim)
2)     Larangan berpuasa dengan ijma’ ulama. 
Dalilnya adalah seperti di atas.
3)     Larangan melakukan hubungan suami-isteri
Berdasarkan hadits Nabi SAW:

اصنعوا كل شيء إلا النكاح
Artinya: “Kamu boleh melakukan semuanya (dengan isteri ketika dia haidh) melainkan al-Nikah.” (HR Muslim)
Demikian juga hadits dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW  bersabda:

من أتى حائضاً أو امرأة في دبرها أو كاهناً فقد كفر بما أنزل على محمد

Artinya: Barangsiapa yang mendatangi (isteri) yang berhaidh, atau melalui duburnya atau tukang tenung (untuk menenung nasib), maka sesunggnya dia telah ingkar dengan apa yang diturunkan kepada Muhammad.” (HR Ahl al-Sunan. Dinilai Sahih oleh al-Albani)


4)     Larangan Tawaf di Kabah dengan ijma’ ulama. 
Antara dalilnya ialah hadits yang panjang daripada ‘Aisyah RA menceritakan beliau datang haidh ketika hendak melakukan haji. Lalu Rasulullah SAW bersabda  kepadanya:

افعلي ما يفعل الحاج غير ألا تطوفي بالبيت حتى تطهري

Artinya: “Lakukan apa-apa yang dilakukan oleh orang yang menunaikan haji, melainkan jangan engkau tawaf di Kaabah sehinggalah kamu suci (daripada haidh).” (HR al-Bukhari dan Muslim)
5)                 Larangan menyentuh mashaf al-quran
Dalilnya adalah hadits daripada ‘Amr bin Hazm yang menceritakan di dalam surat yang ditulis oleh Nabi SAW kepadanya ada terdapat ayat:

ولا يمس القرآن إلا طاهر

Artinya: “Dan tidak menyentuh al-Quran melainkan orang yang suci.” (HR al-Daraqutni, Ahmad dan Malik. Al-Albani menilai hadits ini sebagai Sahih Lighairihi di dalam Irwa’ al-Ghalil 1/158. Beliau menyebut: dan rumusannya: Bahwa hadits ini  terdapat beberapa jalan, semuanya tidak sunyi dari kelemahan. Akan tetapi kelemahan yang sedikit, tidak terdapat di dalam sanadnya periwayat yang dihukum dusta, sebaliknya hanya cacat disebabkan Irsal atau hafalan yang lemah. Maka termasuk yang diakui di dalam ilmu “mustalah al-Hadits” bahwa jalan-jalan periwayatan hadits yang banyak boleh menguatkan antara satu dengan yang lain, jika tidak terdapat (periwayat) yang dituduh dusta. Sama seperti yang diperakui oleh al-Nawawi di dalam Taqribnya dan al-Suyuthi di dalam Syarahnya. Karena itu maka saya (al-Albani) lebih tenang untuk menilai hadits ini sebagai sahih, terutamanya ia telah dijadikan hujjah oleh Imam al-Sunnah Ahmad bin Hambal dan dinilai sahih juga oleh sahabat beliau al-Imam Ishak bin Rahuwaih
6)     Larangan suami menjatuhkan talak kepada isteri yang sedang haidh. 
7)      Larangan menetap di dalam masjid berdasarkan pandangan sebahagian ulama.
 Antara dalilnya hadits daripada Ummu ‘Atiyyah RA yang berkata:

أمرنا أن نخرج العواتق والحيض في العيدين يشهدن الخير ودعوة المسلمين وتعتزل الحيض المصلى

Artinya: “Kami diarahkan agar dibawa juga para hamba, wanita yang haidh pergi sholat dua hari raya agar mereka menyaksikan kebaikan dan doa para muslimin. Dan (hendaklah) wanita yang berhaidh menjauhi tempat sholat” (HR al-Bukhari dan Muslim)

E.      Amalan yang diperbolehkan ketika Haidh
1.      Berdzikir kepada Allah
Berdzikir tetap dapat dilakukan meskipun wanita sedang mengalami haidh. Dengan berdzikir, seorang mukmin bisa mendapatkan ketenangan yang hakiki. Sebagaimana firman Allah:
الَّذِينَ آَمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“Orang-orang yang beriman, hati mereka menjadi tenang dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah, hati menjadi tenang” (QS. Ar Ra’du : 28)
2.      Berdoa kepada Allah
Dalam kondisi haidh, seorang muslimah tetap dapat berdoa. Berdoa apapun, baik yang berdasarkan keadaan karena mau keluar rumah dan naik kendaraan, maupun berdoa secara umum. Doa merupakan senjata mukmin. Jika dalam kondisi haidh ruhiyah turun, berdoalah kepada Allah.
3.      Membaca hadits
Berbeda dengan membaca Al Qur’an yang diharamkan oleh jumhur ulama jika dibaca wanita haidh, membaca hadits tidak dilarang. Membaca hadits memang tidak berpahala seperti membaca Al Qur’an, tetapi seorang muslimah dapat memperoleh pahala dari membaca hadits sebagaimana pahala belajar atau mencari ilmu.
4.      Mendengarkan bacaan Al Qur’an
Seorang muslimah yang sedang haidh dilarang membaca dan menyentuh mushaf. Tentu jauh dari Al Qur’an rasanya tidak enak bagi muslimah yang telah terbiasa dekat dengannya. Untungnya, diperbolehkan bagi mereka untuk mendengarkan bacaan atau murattal Al Qur’an, baik melalui kaset maupun dibaca oleh orang lain secara langsung.
5.      Membaca buku
Wanita yang haidh boleh membaca buku atau kitab yang ditulis oleh para ulama, misalnya tauhid, tazkiyatun nafs, fiqih dan lain-lain. Meskipun di dalamnya dikutip ayat Al Qur’an.
6.      Mendengarkan ceramah agama
Wanita yang haidh juga boleh mendengarkan ceramah agama, baik yang didengarkan melalui kaset maupun pengajian langsung.
Mengikuti majelis taklim. Wanita yang haidh boleh mengikuti majelis taklim, selama tidak berada di dalam masjid
7.      Semua amal haji dan umrah kecuali thawaf
Muslimah yang sedang haidh oleh melakukan ihram, wukuf di Arafah, dan semua amalan haji dan umrah kecuali thawaf di sekeliling ka’bah. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Aisyah:
فَافْعَلِى مَا يَفْعَلُ الْحَاجُّ ، غَيْرَ أَنْ لاَ تَطُوفِى بِالْبَيْتِ حَتَّى تَطْهُرِى
Artinya: “Kerjakanlah seperti orang yang menjalankan ibadah haji kecuali melakukan thawaf di Ka’bah hingga kamu bersuci” (Muttafaq ‘alaih)

Wallahu a’lam bish shawab

Dikutip dari berbagai sumber