BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Secara universal, manusia adalah
makhluk Allah yang memiliki potensi kemakhlukan yang paling bagus, mulia,
pandai, dan cerdas. Mereka mendapatkan kepercayaan untuk menjalankan dan
mengembankan titah-titah amanat-Nya serta memperoleh kasih sayang-Nya yang
sempurna.
[1]
Sebagai wujud kesempurnaannya,
manusia diciptakan oleh Allah setidaknya memiliki dua tugas dan tanggung jawab
besar. Pertama, sebagai seorang hamba (
'abdullah)
[2] yang berkewajiban untuk
memperbanyak ibadah kepada-Nya sebagai bentuk tanggung jawab
'ubudiyyah
terhadap Tuhan yang telah menciptakannya.
[3] Kedua, sebagai
khalifatullah yang
memiliki jabatan
ilahiyah sebagai pengganti Allah dalam
mengurus seluruh alam.
[4] Dengan kata lain, manusia
sebagai
khalifah berkewajiban untuk menciptakan kedamaian,
melakukan perbaikan, dan tidak membuat kerusakan, baik untuk dirinya maupun
untuk makhluk yang lain.
[5]
Tugas dan tanggung jawab itu
merupakan amanat ketuhanan yang sungguh besar dan berat. Oleh karena itu, semua
yang ada di langit dan di bumi menolak amanat yang sebelumnya telah Allah
tawarkan kepada mereka. Akan tetapi, manusia berani menerima amanat tersebut,
padahal ia memiliki potensi untuk mengingkarinya.
$¯RÎ) $oYôÊttã sptR$tBF{$# n?tã ÏNºuq»uK¡¡9$# ÇÚöF{$#ur ÉA$t6Éfø9$#ur ú÷üt/r'sù br& $pks]ù=ÏJøts z`ø)xÿô©r&ur $pk÷]ÏB $ygn=uHxqur ß`»|¡RM}$# ( ¼çm¯RÎ) tb%x. $YBqè=sß Zwqßgy_ ÇÐËÈ
"Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat
kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul
amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu
oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh"[6]
Ibn 'Abbas sebagaimana dikutip oleh Ibn Kasir dalam tafsirnya
"Tafsir
al-Qur'an al-'Azim" menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan amanat
pada ayat di atas adalah ketaatan dan penghambaan atau ketekunan beribadah.
[7] Ada juga yang memaknai kata
amanah sebagai
al-taklif atau pembebanan, karena orang yang
tidak sanggup memenuhinya berarti membuat utang atas dirinya. Adapun orang yang
melaksanakannya akan memperoleh kemuliaan.
[8]
Dari sekian banyak penafsiran ulama tentang amanah, dapat ditarik sebuah
"benang merah" yang dapat menghubungkan antara satu dengan yang lain,
yaitu al-mas'uliyyah (tanggung jawab) atas anugerah Tuhan yang
diberikan kepada manusia, baik berupa jabatan (hamba sekaligus khalifah) maupun
nikmat yang sedemikian banyak. Dengan kata lain, manusia berkewajiban untuk
menyampaikan "laporan pertanggungjawaban" di hadapan Allah atas
limpahan karunia Ilahi yang diberikan kepadanya. Hal ini juga berarti bahwa
pemimpin bukan hanya orang yang memiliki jabatan organisasi/instansi dan atau
lembaga tertentu tetapi setiap manusia adalah pemimpin skala paling kecil.
Seorang pemimpin
adalah seseorang yang memiliki sifat yang lebih dari anggota-anggotanya dan
biasanya memiliki ciri yang khas dalam kepemimpinannya tersebut. Dalam hal ini sangat berkaitan dengan bagaimana cara seorang
pemimpin tersebut memimpin suatu oraganisasi baik berupa organisasi formal
maupun non formal. Seorang pemimpin harus memiliki power atau kekuatan di
dalam suatu organisasi sehingga ia dapat memegang kekuasaan.
Berbicara masalah pemimpin ideal
menurut Islam erat kaitannya dengan figur Rasulullah SAW. Beliau adalah
pemimpin agama dan juga pemimpin negara. Rasulullah merupakan suri tauladan
bagi setiap orang, termasuk para pemimpin karena dalam diri beliau hanya ada
kebaikan, kebaikan dan kebaikan. Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam Al-Qur’an:
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_öt ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sur ©!$# #ZÏVx. ÇËÊÈ
Artinya:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”. (QS Al-Ahzab:21).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah di atas, maka penulis merumuskan rumusan masalah sebagai
berikut:
1.
Apa pengertian kepemimpinan
dalam Islam?
2.
Apa dasar-dasar kepemimpinan menurut al-Quran dan as-
Sunnah?
3.
Bagaimana karakteristik
kepemimpinan dalam Islam?
4.
Apa Tujuan Kepemimpinan dalam
Islam?
C.
Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.
Mengetahui pengertian
kepemimpinan dalam Islam
2.
Mengetahui dasar-dasar
kepemimpinan menurut al-Quran dan as- Sunnah
3.
Mengetahui karakteristik
kepemimpinan dalam Islam
4.
Mengetahui tujuan
kepemimpinan dalam Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kepemimpinan Dalam Islam
Dalam Islam terdapat beberapa
istilah yang digunakan untuk membahasakan istlah pemimpin, diantaranya sebagai
berkut :
1.
Kholifah
Dilihat dari segi bahasa, khalifah tiga macam makna
yaitu mengganti kedudukan, belakangan dan perubahan.Dalam al-Qur`an ditemukan dua
bentuk kata kerja dengan makna yang berbeda. Bentuk kata kerja yang pertama
ialah khalafa-yakhlifu dipergunakan untuk arti “mengganti”, dan bentuk kata
kerja yang kedua ialah istakhlafa-yastakhlifu dipergunakan untuk arti
“menjadikan”.
Pengertian mengganti di sini dapat merujuk kepada
pergantian generasi ataupun pergantian kedudukan kepemimpinan. Tetapi ada satu
hal yang perlu dicermati bahwa konsep yang ada pada kata kerja khalafa
disamping bermakna pergantian generasi dan pergantian kedudukan kepemimpinan,
juga berkonotasi fungsional artinya seseorang yang diangkat sebagai pemimpin
dan penguasa di muka bumi mengemban fungsi dan tugas-tugas tertentu.
Dalam Al-Qur’an kata kholifah
diulang beberapa kali dalam arti yang sama yaitu pemimpin, diantaranya yang
sering digunakan adalah sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al-Baqoroh ayat
30.
øÎ)ur tA$s% /u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$# ZpxÿÎ=yz ( (#þqä9$s% ã@yèøgrBr& $pkÏù `tB ßÅ¡øÿã $pkÏùà7Ïÿó¡our uä!$tBÏe$!$# ß`øtwUur ßxÎm7|¡çR x8ÏôJpt¿2 â¨Ïds)çRur y7s9 ( tA$s% þÎoTÎ) ãNn=ôãr& $tB w tbqßJn=÷ès? ÇÌÉÈ
Artinya :
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para
Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah)
di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah,
Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui."( Al-Baqoroh ayat 30).
2.
Amiir (Ulul Amr)
Kata al-Amr itu sendiri merupakan bentuk mashdar dari kata kerja
Amara-Ya`muru artinya menyuruh atau memerintahkan atau menuntut seseorang untuk
mengerjakan sesuatu. Dengan demikian term Ulu al-Amr dapat kita artikan sebagai
pemilik kekuasaan dan pemilik hak untuk memerintahkan sesuatu. Seseorang yang
memiliki kekuasaan untuk memerintahkan sesuatu berarti yang bersangkutan
memiliki kekuasaan untuk mengatur dan mengendalikan keadaan.
Al-Qur’an juga menegaskan
pengertian yang sama dalam hal ini, sebagaimana difirmankan dalam surat
An-Nisa:59
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# Í<'ré&ur ÍöDF{$# óOä3ZÏB ( bÎ*sù ÷Läêôãt»uZs? Îû &äóÓx«çnrãsù n<Î) «!$# ÉAqߧ9$#ur bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$# 4 y7Ï9ºs ×öyz ß`|¡ômr&ur ¸xÍrù's? ÇÎÒÈ
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan
taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu
berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al
Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.(Q.S. An-Nisa:59).
Berdasarkan ayat diatas dapat
dipahami bahwa pemimpin adalah sesorang yang memiliki hak atau wewenang untuk
memerintah atas dasar ketaatan kepada Allah dan Rosul-Nya. Sehingga ketaatan
kepada seorang pemimpin harus ditarik garis lurus selama masih sejalan dengan
perintah Allah dan Rosul-Nya.
3.
Imam (imaamah)
Menurut Prof. Dr. H. Mahmud Yunus
(1989:48), kata Imam berarti pemimpin, ikutan, atau panutan,
sedangkan imaamah berarti keimaman atau kepemimpinan.
Kata imam dalam
kepemimpinan Islam lebih spesifik terhadap aspek keteladanan, artinya seorang
Imam adalah seorang figur yang mampu menjadi panutan dan memberi
keteladanan (uswatun khasanah) bagi rakyatnya. Hal ini sesuai
dengan firman Allah dalam surat Al-Isro ayat 17.
tPöqt (#qããôtR ¨@à2 ¤¨$tRé& ÷LÏiÏJ»tBÎ*Î/ ( ô`yJsù uÎAré& ¼çmt7»tFÅ2 ¾ÏmÏYÏJuÎ/ Í´¯»s9'ré'sù tbrâätø)t óOßgt7»tGÅ2wur tbqßJn=ôàã WxÏFsù ÇÐÊÈ
Arinya :
“ (ingatlah)
suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap umat dengan pemimpinnya; dan
Barangsiapa yang diberikan kitab amalannya di tangan kanannya Maka mereka ini
akan membaca kitabnya itu, dan mereka tidak dianiaya sedikitpun”. (Q.S. Al-Isro
:71).
4. Al-Wilayah
Kalimat “wali” kadangkala artinya mutawali
(orang yang mengatur) semua urusan dan memiliki otoritas untuk bertindak
terhadap suatu perkara, orang yang mempunyai kekuasaan
negara/wilayah, yang memotivassi rakyat, dan sebagainya. Terkadang kata wali artinya penolong atau
kawan, dan konteks redaksi lah yang menentukan kapan diartikan pelindung
dan penolong.
Ketika Al-Qur’an memerintahkan mencintai
orang-orang yang beriman dan melarang mencintai di luar orang-orang mukmin dari
orang-orang kafir dan ahli kitab, maka muwalah diartikan
memberikan pertolongan dan kecintaan seperti firman Allah,
وَدُّوا لَوْ
تَكْفُرُونَ كَمَا كَفَرُوا فَتَكُونُونَ سَوَاءً فَلَا تَتَّخِذُوا مِنْهُمْ
أَوْلِيَاءَ حَتَّى يُهَاجِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا
فَخُذُوهُمْ وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ وَلَا تَتَّخِذُوا مِنْهُمْ
وَلِيًّا وَلَا نَصِيرًا (٨٩)
Artinya:
“Mereka
ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu
kamu menjadi sama (dengan mereka). Maka janganlah kamu jadikan di antara mereka
penolong-penolong(mu), hingga mereka berhijrah pada jalan Allah. Maka jika
mereka berpaling, tawan dan bunuhlah mereka di mana saja kamu menemuinya, dan
janganlah kamu ambil seorangpun di antara mereka menjadi pelindung, dan jangan
(pula) menjadi penolong”
(An-Nisa 89)
Allah berfirman,
الَّذِينَ
يَتَّخِذُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَيَبْتَغُونَ
عِنْدَهُمُ الْعِزَّةَ فَإِنَّ الْعِزَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا (١٣٩)
Artinya:
“(yaitu)
orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong
dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi
orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah.” (An-Nisa 139)
5.
Ar-Ri’ayah
Kepemimpinan dalam terminologi ro’i mencakup kepemimpinan negara,
masyarakat, rumahtangga, kepemimpinan moral, yang mencakup juga kepemimpinan
laki-laki maupun wanita. Oleh karena itu, tak seorang pun di dunia ini lepas
dari tanggung jawab kepemimpinan, minimal terhadap dirinya sendiri. Setiap
orang mengemban amanah, dan setiap amanah pasti akan dimintai
pertanggungjawabannya.
Ro’i berasal dari kata ro’a-yar’a-ro’yan-ri’ayatan. Kepemimpinan dalam terminologi ro’i menyiratkan pentingnya makna ri’ayah yang artinya menggembala, memelihara,
mengarahkan, dan memberdayakan orang-orang yang ada dipimpinnya (ra’iyah). Kata rakyat dalam
bahasa Indonesia berasal dari kata ra’iyah.
Rasulullah bersabda:
عن عبد الله بن عمر رضي الله
عنهما: أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال: ألا كلكم راع وكلكم مسؤول عن رعيته
فالإمام الاعظم الذي على الناس راع وهو مسؤول عن رعيته .......
Artinya:
"…… Abdullah bin Umar r.a.
berkata bahwa Rasulullah saw telah bersabda, “Ketahuilah: kalian semua adalah
pemimpin (pemelihara) dan bertanggung jawab terhadap rakyatnya. Pemimpin akan
dimintai pertanggungjawabannya tentang rakyat yang dipimmpinnya.”[9]
B.
Dasar-dasar
kepemimpinan menurut al-Quran dan as-Sunnah
1.
Berdasarkan al-Quran
a.
Q.S. Al-Baqoroh :30
øÎ)ur tA$s% /u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$# ZpxÿÎ=yz ( (#þqä9$s% ã@yèøgrBr& $pkÏù `tB ßÅ¡øÿã $pkÏù à7Ïÿó¡ouruä!$tBÏe$!$# ß`øtwUur ßxÎm7|¡çR x8ÏôJpt¿2 â¨Ïds)çRur y7s9 ( tA$s% þÎoTÎ) ãNn=ôãr& $tB w tbqßJn=÷ès? ÇÌÉÈ
Artinya :
ingatlah ketika Tuhanmu berfirman
kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah
di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa
yang tidak kamu ketahui."
b.
Q.S. Al-Baqoroh
:124
وَإِذِ ابْتَلَى
إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ
لِلنَّاسِ إِمَامًا قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِي
الظَّالِمِينَ (١٢٤)
Artinya :
beberapa kalimat
(perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman:
"Sesungguhnya aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia".
Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku". Allah
berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim"
c.
Q.S. Al-An’am : 165
uqèdur Ï%©!$# öNà6n=yèy_ y#Í´¯»n=yz ÇÚöF{$# yìsùuur öNä3Ò÷èt/ s-öqsù <Ù÷èt/ ;M»y_uy öNä.uqè=ö7uÏj9 Îû !$tB ö/ä38s?#uä 3¨bÎ) y7/u ßìÎ| É>$s)Ïèø9$# ¼çm¯RÎ)ur Öqàÿtós9 7LìÏm§ ÇÊÏÎÈ
Artinya :
Dan Dia lah yang menjadikan
kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas
sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang
diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu Amat cepat siksaan-Nya dan
Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
d.
Q. S. Al Fathir: 39
uqèd Ï%©!$# ö/ä3n=yèy_ y#Í´¯»n=yz Îû ÇÚöF{$# 4 `yJsù txÿx. Ïmøn=yèsù ¼çnãøÿä. ( wur ßÌt tûïÍÏÿ»s3ø9$# öNèdãøÿä. yZÏãöNÍkÍh5u wÎ) $\Fø)tB ( wur ßÌt tûïÍÏÿ»s3ø9$# óOèdãøÿä. wÎ) #Y$|¡yz ÇÌÒÈ
Artinya :
Dia-lah yang
menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi. Barangsiapa yang kafir, Maka
(akibat) kekafirannya menimpa dirinya sendiri. dan kekafiran orang-orang yang
kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan
kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian
mereka belaka.
2.
Berdasarkan as-Sunnah
a.
H.R. Bukhari
عن
عبد الله بن عمر رضي الله عنهما: أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال: ألا كلكم
راع وكلكم مسؤول عن رعيته فالإمام الاعظم الذي على الناس راع وهو مسؤول عن رعيته
والرجل راع على أهل بيته وهو مسؤول عن رعيته والمرأة راعية على أهل بيت زوجها
وولده وهي مسؤولة عنهم وعبد الرجل راع على مال سيده وهو مسؤول عنه ألا فكلكم راع
وكلكم مسؤول عن رعيته
Artinya:
"…… Abdullah
bin Umar r.a. berkata bahwa Rasulullah saw telah bersabda, “Ketahuilah: kalian
semua adalah pemimpin (pemelihara) dan bertanggung jawab terhadap rakyatnya.
Pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya tentang rakyat yang dipimmpinnya.
Suami adalah pemimpin bagi keluarganya dan akan dimintai pertanggungjawabannya
tentang keluarga yang dipimpinnya. Isteri adalah pemelihara rumah suami dan
anak-anaknya. Budak adalah pemelihara harta tuannya dan ia bertanggung jawab
mengenai hal itu. Maka camkanlah bahwa kalian semua adalah pemimpin dan akan
dituntut (diminta pertanggungjawaban) tentang hal yang dipimpinnya”[9]
b. H.R. Bukhari-Muslim
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا
ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ
رَبِّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي
اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ
ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ
أَخْفَى حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ
اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ
Artinya:
Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi saw,
beliau bersabda: “ Ada tujuh kelompok yang akan mendapat naungan Allah pada
hari yang tiada naungan kecuali naungan-Nya yaitu: Pemimpin yang adil, remaja
yang senantiasa beribadah kepada Allah ta’alaa, seseorang yang senantiasa
hatinya dipertautkan dengan masjid, dua orang yang saling cinta mencintai
karena Allah dimana keduanya berkumpul dan berpisah karena-Nya, seorang
laki-laki yang ketika dirayu oleh wanita bangsawan lagi rupawan, lalu menjawab:
“sesungguhnya saya takut kepada Allah”, seseorang yang mengeluarkan shadakah
kemudian ia merahasiakannya sampai-sampai tangan kiri tidak mengetahui apa yang
diberikan oleh tangan kanannya, dan seseorang yang berdzikir kepada Allah di
tempat yang sunyi kemudian kedua matanya meneteskan air mata”..
c.
H.R. Bukhari Muslim
عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ السَّمْعُ
وَالطَّاعَةُ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ إِلَّا أَنْ يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ فَإِنْ
أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ
Artinya :
Dari Ibn Umar ra.,
dari Nabi Saw., sesungguhnya bliau bersabda : “Seorang Muslim wajib mendengar
dan taat terhadap perintah yang disukai maupun tidak disukainya. Kecuali bila
diperintahkan mengerjakan kemaksiatan, maka ia tidak wajib mendengar dan taat”
d.
H.R. Bukhari
حديث عبدالرّحمن بن سمرة، قال:
قال النّبىّ صلّى الله عليه وسلّم: يا عبدالرّحمن إبن سمرة! لاتسأل الإمارة، إن
أوتيتها عن مسئلة وكلت أليها، وإن أوتيتها من غير مسئلة أعنت عليها.
أخرجه
البخارى فى: ٨٣ كتاب الأيمان والنذور: ١ باب قول الله تعالى - لا يؤاخذكم الله
باللغو فى أيمانكم
Artinya:
Hadits
diriwayatkan oleh Abdurrahman bin Samurah, ia berkata: Telah bersabda Nabi SAW:
“Wahai Abdurrahman janganlah engkau mengharapkan suatu jabatan. Sesungguhnya jika jabatan itu diberi karena ambisimu maka kamu akan
menanggung seluruh bebannya. Namun bila engkau ditugaskan tanpa ambisimu, maka
kamu akan ditolong oleh Allah SWT untuk mengatasinya
C.
Karakteristik kepemimpinan dalam Islam
Islam
memberi gambaran tentang sosok pemimpin yang benar-benar layak memimpin umat
menuju kemaslahatan dan keselamatan dunia dan akhirat, baik dari Al-Qur’an,
Hadist, maupun keteladanan Rosul dan para sahabat sebagai sosok pemimpin ideal
bagi umat Islam.
Pemimpin
ideal menurut Islam erat kaitannya dengan figur Rasulullah SAW. Beliau adalah
pemimpin agama dan juga pemimpin negara. Rasulullah SAW merupakan suri tauladan bagi setiap orang,
termasuk para pemimpin karena dalam diri beliau hanya ada kebaikan, kebaikan
dan kebaikan. Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam Al-Qur’an:
لَقَدْ كَانَ
لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ
وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا (٢١)
Artinya:
Sesungguhnya telah ada pada
(diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang
mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut
Allah. (QS Al-Ahzab:21)
Merujuk kepada kepemimpinan
Rasulullah SAW, maka karakteristik kepemimpinan adalah:
1.
Shidiq (Jujur)
Kejujuran
adalah lawan dari dusta dan ia memiliki arti kecocokan sesuatu sebagaimana
dengan fakta. Nabi Muhammad saw. sebagai utusan terpercaya Allah jelas tidak
dapat lagi diragukan kejujurannya, kerena apa yang beliau sampaikan adalah
petunjuk (wahyu) Allah yang bertitik pada kebenaran yaitu ridlo Allah.
Sebagaimana difirmankan dalam QS. An-Najm:3-4.
$tBur ß,ÏÜZt Ç`tã #uqolù;$# ÇÌÈ ÷bÎ) uqèd wÎ) ÖÓórur 4Óyrqã ÇÍÈ
Artinya:
“Dan
tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya.
ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).”(QS.
An-Najm:3-4).
Kejujuran merupakan syarat utama
bagi seorang pemimpin. Masyarakat akan menaruh respek kepada pemimpin apabila
dia diketahui dan juga terbukti memiliki kwalitas kejujuran yang tinggi. Pemimpin
yang memiliki prinsip kejujuran akan menjadi tumpuan harapan para pengikutnya.
Mereka sangat sadar bahwa kualitas kepemimpinannya ditentukan seberapa jauh
dirinya memperoleh kepercayaan dari pengikutnya.
[9] Seorang pemimpin yang
sidiqatau
bahasa lainnya
honest akan mudah diterima di hati masyarakat,
sebaliknya pemimpin yang tidak jujur atau khianat akan dibenci oleh rakyatnya.
Kejujuran seorang pemimpin dinilai dari perkaataan dan sikapnya. Sikap pemimpin
yang jujur adalah manifestasi dari perkaatannya, dan perkatannya merupakan
cerminan dari hatinya
.
Dalam Al-Qur’an surat At-taubah
ayat 119, Allah SWT mengisyaratkan kepada muslimin untuk senantiasa bersama
orang-orang yang jujur.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ (١١٩)
Hai orang-orang yang beriman
bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang
benar.( QS. At-Taubah:119)
Rasulullah
SAW bersabda mengenai pentingnya kejujuran.
عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى
الله عليه وسلم : عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلىَ البِرِّ
وَإِنَّ البرَّ يَهْدِيْ إِلىَ الجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى
الصِّدْقَ حَتىَّ يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِيْقاً وَإِيَّاكُمْ وَالكَذِبَ
فَإِنَّ الكَذِبَ يَهِدِى إِلىَ الفُجُوْرِ وَإِنَّ الفُجُورْ
يَهْدِي إِلىَ النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ
وَيتَحَرَّى الكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كذاباً
Abdullah bin Mas’ud berkata: “Bersabda
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam : Kalian
harus jujur karena sesungguhnya jujur itu menunjukan kepada kebaikan dan
kebaikan itu menunjukkan kepada jannah. Seseorang senantiasa jujur dan berusaha untuk jujur sehingga
ditulis di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan jauhilah oleh kalian dusta
karena sesungguhnya dusta itu menunjukkan kepada keburukan dan keburukan itu
menunjukkan kepada neraka. Seseorang senantiasa berdusta dan berusaha untuk
berdusta sehingga ditulis disisi Allah sebagai seorang pendusta” (HR Muslim)
2.
Amanah/Terpercaya
Sebelum
diangkat menjadi rasul, nabi Muhammad SAW bahkan telah diberi gelar Al-Amien yang artinya
orang yang dapat dipercaya. Hal ini tentunya karena beliau adalah pribadi yang
benar- banar dapat dipercaya dikalangan kaumnya. Sperti yang telah dijelaskan
oleh Eaton (2006:175). Pada tahun 605 dewan pemerintah Quraisy memutuskan untuk
merenovasi ka’bah, pada saat pemindahan hajar aswad terjadi sengketa antara
bbeberapa klan (bani), ketidak sepakatan ini muncul karena masing-masing mereka
berebut untuk memperoleh kehormatan memindahkan hajar aswad pada tempatnya.
Diputuskan bahwa orang pertama yang masuk lapangan (segi empat ka’bah) lewat
satu pintu tertentu hendaknya diminta bertindak sebagai juru damai, dan orang
pertama yang adalah Muhammad. Ia mengatakan kepada penduduk untuk menghamparkan
sebuah jubah besar, menempatkan batu itu diatasnya dan memanggil wakil tiap
klan untuk bersama-sama mengangkatnya dalam posisi, kemudian ia sendiri
meletakkan batu itu ketempatnya.
Allah
mengisyaratkan dengan tegas untuk mengangkat “pelayan rakyat” yang kuat &
dapat dipercaya dalam surat Al-Qoshos ayat 26.
ôMs9$s% $yJßg1y÷nÎ) ÏMt/r'¯»t çnöÉfø«tGó$# ( cÎ) uöyz Ç`tB |Nöyfø«tGó$# Èqs)ø9$# ßûüÏBF{$# ÇËÏÈ
Artinya :
Salah seorang dari
kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang
bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil
untuk
bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat
dipercaya".( Q.S.Al-Qoshos:26).
Amanah
merupakan kualitas yang harus dimiliki seorang pemimpin. Dengan memiliki sifat
amanah, pemimpin akan senantiasa menjaga kepercayaan masyarakat yang telah
dibebankan sebagai amanah mulia di atas pundaknya. Kepercayaan maskarakat
berupa penyerahan segala macam urusan kepada pemimpin agar dikelola dengan baik
dan untuk kemaslahatan bersama.
Mengenai nilai amanah, Daniel
Goleman mencatat beberapa ciri orang yang memiliki sifat tersebut.
§ Dia
bertindak berdasarkan etika dan tidak pernah mempermalukan orang
§ Membangun
kepercayaan diri lewat keandalan diri dan autentisitas (kemurnia/kejujuran)
§ Berani
mengakui kesalahan sendiri dan berani menegur perbuatan tidka etis ornag lain
§ Berpegang
kepada prinsip secara teguh, walaupun resikonya tidak disukai serta memiliki
komitmen dan menepati janji
§ Bertangung
jawab sendiri untuk memperjuangkan tujuan serta terorganisir dan cermat dalam
bekerja.
[10]
Amanah erat kaitanya dengan
janggung jawab. Pemimpin yang amanah adalah pemimpin yang bertangggung jawab.
Dalam perspektif Islam pemimpin bukanlah raja yang harus selalu dilayani dan
diikuti segala macam keinginannya, akan tetapi pemimpin adalah khadim.
Sebagaimana pepatah Arab mengatakan “sayyidulqaumi khodimuhum”,
pemimpin sebuah masyarakat adalah pelayan mereka.
Sebagai seorang pembantu,
pemimpin harus merelakan waktu. Tenaga dan pikiran untuk melayani rakyatnya.
Pemimpin dituntut untuk melepaskan sifat individualis yang hanya mementingkan
diri sendiri. Ketika menjadi pemimpin maka dia adalah kaki-tangan rakyat yang
senantiasa harus melakukan segala macam pekerjaan untuk kemakmuran dan keamanan
rakyatnya.Dalam buku
The 21 Indispensable Quality of Leader, John
C. Maxwell menekankan bahwa tanggung jawab bukan sekedar melaksanakan tugas,
namun pemimpin yang bertanggung jawab harus melaksanakan tugas dengan lebih,
berorienatsi kepada ketuntasan dan kesempurnaan.
“Kualitas tertinggi
dari seseorang yang bertangging jawab adalah kemampuannya untuk menyelesaikan”[11].
3.
Tablig (Komunikatif)
Kemampuan
berkomunikasi merupakan potensi dan kualitas prinsip yang harus dimiliki oleh
seorang pemimpin. Karena dalam kinerjanya mengemban amanat memaslahatkan umat,
seorang pemimpin akan berhadapan dengan kecenderungan masayarakat yang
berbeda-beda. Oleh karena itu komunikasi yang sehat merupakan kunci terjalinnya
hubungan yang baik antara pemimpin dan rakyat.
Allah
berfirman :
$pkr'¯»t z`Ï%©!$# (#qãZtB#uä (#qç7ÉftGó$# ¬! ÉAqߧ=Ï9ur #sÎ) öNä.$tãy $yJÏ9 öNà6Íøtä ( (#þqßJn=ôã$#urcr& ©!$# ãAqçts ú÷üt/ ÏäöyJø9$# ¾ÏmÎ7ù=s%ur ÿ¼çm¯Rr&ur Ïmøs9Î) crç|³øtéB ÇËÍÈ
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman,
penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu
yang memberi kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allah
membatasi antara manusia dan hatinya dan Sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan
dikumpulkan.
Salah
satu ciri kekuatan komunikasi seorang pemimpin adalah keberaniannya menyatakan
kebenaran meskipun konsekuensinya berat. Dalam istilah Arab dikenal
ungkapan, “kul al-haq walau kaana murran”, katakanlah atau
sampaikanlah kebenaran meskipun pahit rasanya.
Tablig juga dapat diartikan
sebagai akuntabel, atau terbuka untuk dinilai. Akuntabilitas berkaitan dengan
sikap keterbukaan (transparansi) dala kaitannya dengan cara kita
mempertanggungkawabkan sesuatu di hadapan orang lain. Sehingga, akuntabilitas
merupakan bagian melekat dari kredibilitas. Bertambah baik dan benar
akuntabilitas yang kita miliki, bertambah besar tabungan kredibilitas sebagai
hasil dari setoran kepercayaan orang-orang kepada kita
[12].
4. Fathonah (cerdas)
Seorang
pemimpin sebagai visioner haruslah orang yang berilmu, berwawasan luas, cerdas,
kreatif, dan memiliki pandangan jauh ke depan. Karena untuk mewujudkan
kemaslahatan dan kemakmuran masyarakat dibutuhkan pemikiran besar dan inovatif
serta tindakan nyata. Kecerdasa (inteleligen) dalam hal ini mencakup segala
aspek kecerdasan, baik kecerdasan emosional (EQ), spiritual (SQ) maupun
intelektual (IQ).
Cerdas
sendiri dapat diartikan sebagai “kemampuan individu untuk memahami, berinovasi,
memberikan bimbingan yang terarah untuk perilaku, dan kemampuan mawas diri. Ia
merupakan kemampuan individu untuk memahami masalah, mencari solusinya, mengukur
solusi atau mengkritiknya, atau memodifikasinya”.(Al-Hajjaj,2009:20).
Kecerdasan
pemimpin tentunya ditopang dengan keilmuan yang mumpuni. Ilmu bagi pemimpin
yang cerdas merupakan bahan bakar untuk terus melaju di atas roda
kepemimpinannya. Pemimpin yang cerdas selalu haus akan ilmu, karena baginya
hanya dengan keimanan dan keilmuan dia akan memiliki derajat tinggi di mata
manusia dan juga pencipta. Hal ini sebagaimana janji Allah yang tertuang dalam
surat Al-Mujadalah ayat 11.
Æìsùöt ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uy 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ×Î7yz ÇÊÊÈ
Artinya
:
“...Niscaya
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa
yang kamu kerjakan”.(Q.S. Al-Mujadalah:11).
D.
Tujuan kepemimpinan dalam Islam
Kepemimpinan dalam Islam memiliki dua tujuan
pokok yang harus direalisasikan, yaitu :
1.
Menegakkan
agama Islam (Iqamatuddin)
Imam
Al-Kamal Bin Hammad Al-Hanafi berkata, “Tujuan pertama dalam penegakkan imamah
(kepemimpinan) adalah untuk menegakkan agama. Maksudnya adalah menegakkan
syi’ar-syi’ar agama sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah, yaitu dengan
memurnikan segala ketaatan kepada Allah, menghidupkan sunnah-sunnah, dan
menghilangkan bid’ah agar seluruh manusia bisa sepenuhnya menaati Allah
Ta’ala.” (Al-Musamarah Syarh Al-Musayarah, hal. 153)
Syaikh
Ad-Dumaiji menjelaskan bahwa penegakkan Islam bisa dicapai dengan dua cara yang
dilaksanakan secara serentak, yaitu:
a.
Menjaga
kemurniaan agama (hifzhuddin),
yaitu menjaga kemurnian pemahaman Islam dari
segala keyakinan yang menyimpang atau pemikiran-pemikiran sesat yang dapat
menghilangkan keotentikan ajaran Islam. Seorang pemimpin memiliki kewajiban
untuk menjaga kemurnian akidah rakyatnya. Menjaga pemahaman mereka agar sesuai
dengan apa yang telah disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
Dalam
tataran pelaksanaannya, ada beberapa hal yang harus dilaksanakan oleh pemimpin
agar kemurnian ajaran Islam tetap terjaga.
1)
Menyebarkan
dakwah di tengah kaum Muslimin dan senantiasa menyeru umat-umat non Muslim
kepada ajaran Islam.
2)
Mendakwahi
penguasa kafir dan bangsa-bangsa non Muslim melalui jalan jihad, yaitu dengan
menawarkan tiga pilihan: masuk Islam, bayar jizyah, atau perang.
3)
Menolak
segala macam bentuk bid’ah, syubhat dan pemikiran-pemikiran batil yang
menyelisihi sunnah.
b.
Melaksanakan
ajaran Islam dalam semua aspek kehidupan. (Tanfidzuddin)
Syariat
Islam diterapkan oleh imam dengan cara menegakkan hukum-hukum Allah serta
membimbing masyarakat untuk menaati perintah-perintah syar’i dan menjauhi
larangan-larangan-Nya. Ibnu Taimiyah berkata,
“Penegakkan hudud adalah kewajiban pemimpin, yaitu dengan menetapkan hukuman
bagi siapa saja yang meninggalkan kewajiban atau melakukan perbuatan haram.” (Ibnu
Taimiyah, Al-Hisbah, hal. 55)
Dalam
hal ini, di antara hal yang menjadi kewajiban pemimpin adalah:
1)
Mengelola
zakat, fa’i, ghanimah, jizyah, kharaj, wakaf dan sedekah.
2)
Mengatur
dan mengirim pasukan-pasukan jihad fi sabilillah.
3)
Menegakkan
hukum-hukum hudud dan jinayat (pidana) atas perilaku kriminal.
4)
Mendirikan
pengadilan syariat dan mengangkat para qadhi (hakim syariat) yang mengadili
perkara-perkara syariat.
5)
Mendirikan
lembaga hisbah yang bertugas melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar.
2.
Mengatur
dunia berdasarkan syariat Islam
Para
ulama sepakat bahwa seorang pemimpin wajib mengatur seluruh aspek kehidupan
manusia berdasarkan syariat Allah, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial,
budaya, maupun militer. Semuanya harus sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an dan
As-Sunnah. Karena seluruh aturan manusia telah Allah tetapkan di dalamnya.
Syariat
Islam merupakan hukum yang bersifat syumul, berlaku setiap kondisi dan
tidak pernah lekang dengan bergantinya zaman. Semuanya ditetapkan oleh Dzat
yang Maha Mengetahui segala sesuatu. Tidak ada hukum yang lebih baik dan
sempurna daripada hukum Allah. Oleh karena itu Allah pun memerintahkan kepada
hamba-Nya untuk senantiasa berhukum dengan hukum Allah. Firman-Nya:
فَاحْكُمْ
بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ
مِنَ الْحَقِّ
“Maka
putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang
kepadamu.”(QS. Al-Maidah: 48)
Oleh
karena itu, hal ini menuntut seorang pemimpin untuk melaksanakan tugas-tugas
berikut ini:
a.
Menegakkan
keadilan dan memberantas kezhaliman
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ
وَالإحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ
وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
“Sesungguhnya
Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum
kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.
Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS.
An-Nahl: 90)
b.
Menjaga
persatuan umat Islam dan mencegah perpecahan
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ
فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Sesungguhnya
orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua
saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat,” (QS.
Al-Hujurat: 10)
Menjaga
persatuan kaum Muslimin termasuk dasar tujuan tegaknya kepemimpinan. Banyak hal
yang diperselisihkan dalam menjalankan ibadah. Misalnya dalam masalah ru’yah
ketika menentukan awal Ramadhan. Adanya pemimpin menjadi tempat mengembalikan
perselisihan yang timbul diantara umat. Sehingga dalam sebuah kaidah fiqhiyah
para ulama menyebutkan
حكم
الحاكم يرفع الخلاف
“Hukum
atau ketetapan pemimpin menghilangkan perbedaan.” (Al-Qarafi, Al-Furuq,
2/103)
c.
Menjaga
perbatasan wilayah dan menciptakan keamanan bagi setiap warga yang ada dalam
kepemimpinannya
Imam
Haramain Al-Juwaini berkata, “Perhatian pemimpin untuk menjaga perbatasan
merupakan perkara yang cukup penting, yaitu dengan menjaga benteng perbatasan,
menyimpan cadangan makanan yang cukup, menggali parit, serta menyediakan alat
perlengkapan militer untuk pertahanan wilayah dan menyiapkan para pasukan di
sepajang jalur perbatasan.” (Al-Juwaini,Ghiyasul Umam, hal. 156)
Pendapat
ini juga dikuatkan oleh Al-Mawardi dalam Ahkamu Sultaniyah, hal. 16, dan
Abu Ya’la dalam Ahkum Sultaniyah, hal 27.
d.
Mengelola
kekayaan alam untuk kemaslahatan Islam dan kaum Muslimin
Diantara
tujuan dari adanya kepemimpinan dalam Islam adalah mengelola kekayaan alam yang
telah diciptakan oleh Allah. Sebagaimana firman-Nya:
هُوَ
أَنْشَأَكُمْ مِنَ الأرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا
“…Dia
telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya…”(QS.
Hud: 61)
Dengan
demikian, di antara tujuan yang paling mendasar adanya konsep kepemimpinan
dalam Islam. Seorang pemimpin dipilih untuk melanjutkan tugas kenabian yang
bertanggung jawab untuk menegakkan agama dan mengatur kemaslahatan umat. Di
tangannya-lah urusan umat akan berjalan dengan teratur.
Semua
ketetapan tersebut tak lain dikarenakan pemimpin menjadi wasilah bagi
kaum Muslimin dalam mengamalkan perintah Allah secara utuh. Sehingga ketaatan
kepadanya tidak mutlak, akan tetapi berada di bawah ketaatan kepada Allah. Jika
pemimpin tersebut memerintahkan kepada kemaksiatan maka ketika itu tidak wajib
ditaati, bahkan hukumnya berubah menjadi haram.