Rabu, 10 Oktober 2012

Shabar dan Syukur




Segala sesuatu di dunia ini, pada hakekatnya memiliki daya tarik dan
pesona keindahan. Seperti gelapnya malam akan terasa indah, manakala ada
bintang yang berkerlap-kerlip dan bulan purnama muncul. Burung merak
memiliki daya tarik, disebabkan oleh bulunya yang indah warna-warni.
Burung Beo memikat, karena suaranya yang indah dan pandai meniru. Emas,
mutiara, zamrud, kristal, banyak memikat orang, karena mempunyai pesona
yang memancar yaitu berupa kilauan sinarnya.
Nah sekarang bagaimana usaha manusia agar dirinya memiliki pesona yang
luar biasa? Maka disinilah Islam memberikan solusinya. Diantaranya melalui
sabar dan syukur yang mempunyai nilai penting untuk itu semua.
Secara etimologi, sabar (ash-shabr) berarti menahan (al-habs). Dari sini
sabar dimaknai sebagai upaya menahan diri dalam melakukan sesuatu atau
meninggalkan sesuatu untuk mencapai ridho Allah. Sabar, menurut Dzunnun
Al-Mishry, adalah menjauhkan diri dari hal-hal yang bertentangan dengan
agama dan bersikap tenang manakala terkena musibah, serta berlapang dada
dalam kefakiran di tengah-tengah medan kehidupan.
Lain lagi menurut syeikh Ibnu Qoyyim Al-jauziyah, bahwa sabar merupakan
budi pekerti yang bisa dibentuk oleh seseorang. Ia menahan nafsu, menahan
sedih, menahan jiwa dari kemarahan, menahan lidah dari merintih kesakitan,
dan juga menahan anggota badan dari melakukan yang tidak pantas. Sabar
merupakan ketegaran hati terhadap takdir dan hukum-hukum syari’at. Secara
umum sabar terbagi ke dalam tiga tingkatan.
Pertama, sabar dalam menghadapi sesuatu yang menyakitkan; musibah,
bencana, atau kesusahan.
Kedua, sabar dalam meninggalkan perbuatan maksiat.
Ketiga, sabar dalam menjalankan ketaatan.
Adapun contohnya apa yang terjadi pada nabi Ayyub, beliau ditinggalkan
oleh istri dan anak-anaknya tercinta meninggal dunia, kemudian ditambah
lagi dengan harta bendanya yang melimpah habis karena tertimpa bencana.
Inilah contoh sikap sabar dari yang pertama.
Adapun contoh selanjutnya, sebagaimana yang terjadi pada nabi Yusuf, Allah
SWT menguji kesabaran Yusuf dengan ujian yang lebih berat, yaitu rayuan
Siti Zulaikha, seorang wanita cantik lagi terpandang. Namun, dengan
kesabaran dan keteguhan iman, Nabi Yusuf pun mampu melewati ujian ini
dengan selamat. Padahal, saat itu Yusuf pun menyukai Zulaikha, dan suasana
pun sangat mendukung untuk melakukan maksiat.
Sedangkan contoh yang ketiga adalah kesabaran yang di miliki oleh nabi
Ibrahim dan anaknya Ismail, beliau berdua dengan tetap sabar dan taat atas
perintah Allah, meskipun saat itu sang ayah akan menyembelih anaknya
sendiri. Inilah bukti kesabaran dalam menjalani ketaatan atas
perintah-Nya.
Sabar itu indah, andaikata kita bisa memaknainya dengan benar.
Manusia seringkali berlaku egois. Ketika menginginkan sesuatu, ia berdoa
habis-habisan, sungguh-sungguh demi tercapai keinginannya. Tatkala
berhasil, ia pun melupakan Allah. Bahkan ia menganggap bahwa keberhasilan
itu adalah hasil jerih payah dirinya sendiri. Sebaliknya, saat ia gagal,
ia kecewa karenanya. Bahkan berburuk sangka kepada Allah. Padahal, rasa
kecewa, sedih, dan kesal itu lahir karena manusia terlalu berharap bahwa
kehendak Allah harus selalu cocok dengan keinginanya. Jelas dalam hal ini
ia melupakan sikap sabar dan syukur nikmat. Karenanya, beruntunglah orang
yang memiliki sikap sabar ketika musibah datang menimpa dan memiliki
syukur ketika keberuntungan datang menerpa. Dan dari sini pulalah kita
tahu bahwa antara sabar dan syukur merupakan dua hal yang saling
beriringan, berkaitan satu sama lain.
Ulama tasawwuf terdahulu, mereka membagi-bagi syukur itu atas tiga bagian
yaitu:
Syukur dengan hati
Syukur dengan lisan
Syukur dengan seluruh anggota badan
Syukur pada hati; maksudnya adalah kita meyakini, menyadari, mengetahui
bahwa segala nikmat itu bersumber dan bermuara dari Allah SWT.
Adapun syukur dengan lisan adalah penilaian hati, getaran hati yang
menjalar kepada anggota badan melalui mulutnya yang senantiasa basah,
memuji nikmat-Nya dan menyebut nama Allah berupa wirid dan dzikir seperti
tahmid, takbir, tasbih dan bentuk puji-pujian yang lain terhadap Allah.
Termasuk dalam katagori syukur pada lisan ini ialah seorang yang sentiasa
memuji-muji nikmat Allah di hadapan manusia lainya, mengajak manusia
untuk sama-sama bersyukur dan menzhohirkan kesyukuran itu melalui ibadat
dan majlis-majlis ilmu yang bertujuan untuk mengajak manusia supaya taat
dan patuh kepada Allah Ta’ala.
Selanjutnya yang termasuk dengan bersyukur pada seluruh anggota adalah
kita telah menyadari bahwa seluruh anggota badan, jiwa dan raga milik
Allah semata. Kemudian kita menggunakan dan memakainya untuk hal-hal
kebaikan juga. Dari mulai mata, telinga, tangan, kaki, mulut dan
sebagainya itu semua milik Allah dan kita harus menggunakannya untuk
keridhoan Allah juga.
Itulah tadi bentuk-bentuk kesyukuran, maka hendaknya kita untuk senantiasa
bersyukur kepada Allah yakni dengan terus memuji, baik itu dengan hati,
lisan ataupun anggota badan. Maka syukur nikmat bisa berarti bahwa kita
sentiasa ingat, sadar, memahami, mengerti, mengucapkan, melaksanakan dan
senantiasa memandang kepada Yang Memberi Nikmat yaitu Allah SWT. Dan
barang siapa yang mensyukuri nikmat-Nya, maka Allah pun akan membalasnya.
Sebagaimana firman Allah SWT:
“Dan ketika Tuhanmu memaklumkan: ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti
Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari
(nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih’.” (Q.s. Ibrahim: 7)
Inilah salah satu sikap dari orang-orang yang beriman. Mereka menyadari
kelemahan mereka, di hadapan Allah, mereka memanjatkan syukur dengan
rendah diri atas setiap nikmat yang diterima. Bukan hanya kekayaan dan
harta benda yang disyukuri. Karena orang-orang yang beriman mengetahui
bahwa Allah adalah Pemilik segala sesuatu, mereka juga bersyukur atas
kesehatan, keindahan, ilmu, hikmah, kepahaman, wawasan, dan kekuatan yang
dikaruniakan kepada mereka. Mereka bersyukur karena telah dibimbing dalam
kebenaran.
Syukur dan sabar adalah kunci bagi meningkatnya keimanan seseorang pada
Allah SWT. Berbagai sarana telah disediakan bagi tumbuhnya rasa syukur dan
sabar dalam diri, baik berupa kenikmatan ataupun ujian. Syukur dan sabar
juga merupakan sarana untuk meningkatkan kwalitas diri agar lebih berharga
dalam pandangan Allah SWT.
Keindahan orang-orang yang memiliki pribadi syukur dan sabar akan tampak
dalam pola hidup kesehariannya. Ia tidak akan memiliki sikap sombong
meskipun bergelimangan harta dan kemewahan. Pribadinya terasa sejuk dan
penuh keakraban. Namun demikian, ia juga penuh dengan kegigihan untuk
tetap berjuang di jalan Allah untuk meraih keridhaan-Nya. Sungguh indah
pribadi-pribadi yang memiliki sifat syukur dan sabar dalam dirinya,
sehingga tidak tampak sama sekali dalam dirinya penyesalan dalam
penderitaan, rasa putus asa dalam ujian. Karena keindahan pribadinya
itulah, Allah merelakan diri-Nya duduk bersama golongan orang-orang
seperti ini. Allah SWT berfirman:
“…Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar” (QS. Al-Baqarah
[2]: 153).
Demikianlah urgensi sabar dan syukur. Keduanya akan membuat manusia
menjadi pribadi yang menarik dan mempersona bagi orang-orang yang di
sekitarnya. Mudah-mudahan kita termasuk golongan orang yang memiliki sifat
ini, sehingga kemuliaan diri akan mengiringi kita selamanya.
Wa Allahu ‘alamu bi showaab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar