Keberhasilan pertama kali yang diperoleh iblis dalam menggoda
manusia setelah ia mendapat vonis diusir dari surga adalah dengan melucuti
pakaian Adam dan Hawa sehingga terbuka auratnya.
Allah berfirman :
“Tatkala keduanya telah merasai buah kayu
itu, nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulailah keduanya menutupinya
dengan daun-daun surga… (QS. 7/Al
A’raf: 22)
Dan ketika aurat telah terbuka maka dampak ma’siat yang muncul
kemudian sebagai akibat logisnya tidak dapat dihindarkan lagi. Di samping telah
runtuhnya kehormatan dan kemulian seseorang dengan aurat yang terbuka itu. Maka
Allah swt memperingatkan manusia agar berhati-hati menjaga auratnya dari godaan
syetan yang senantiasa mengintainya.
Allah berf irman :
“Hai anak Adam sesungguhnya Kami telah
menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk
perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah
sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah mudahan mereka selalu ingat.
Hai anak Adam janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syetan sebagaimana
ia telah mengeluarkan kedua ibu bapakmu dari surga, ia menanggalkan dari
keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya auratnya. Sesungguhnya
ia dan pengikut-pengikutnya melihatmu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa
melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah jadikan syaitan-syaitan itu
pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman. QS. 7/Al A’raf: 26-27
Makna Aurat
Kata “aurat” menurut bahasa berarti an naqshu (kekurangan).
Dan dalam istilah syar’iy (agama), kata aurat berarti : sesuatu yang wajib di
tutup dan haram dilihat. Dan para ulama telah bersepakat tentang kewajiban
menutup aurat baik dalam shalat maupun di luar shalat. [1]
Menjaga aurat adalah konsekwensi logis dari konsep menundukkan pandangan,
atau sering pula disebut sebagai langkah kedua dalam mengendalikan keinginan
dan membangun kesadaran, setelah konsep menundukkan pandangan. Dari itulah dua
hal ini diletakkan dalam satu rangkaian ayat yang mengisyaratkan adanya
hubungan sebab akibat, atau keduanya sebagai dua langkah strategis yang saling
mendukung.
Hakikat
menutup Aurat
Hakikat pakaian menurut Islam ialah untuk menutup aurat, yaitu
menutup bagian anggota tubuh yang tidak boleh dilihat oleh orang lain. Syariat
Islam mengatur hendaknya pakaian tersebut tidak terlalu sempit atau ketat,
tidak terlalu tipis atau menerawang, warna bahannya pun tidak boleh terlalu
mencolok, dan model pakaian wanita dilarang menyerupai pakaian laki-laki.
Selanjutnya, baik kaum laki-laki maupun perempuan dilarang mengenakan pakaian
yang mendatangkan rasa berbangga-bangga, bermegah-megahan, takabur dan
menonjolkan kemewahan yang melampaui batas.
Aurat
Laki-laki dan Hukum Menutupnya
Aurat laki-laki
yang harus ditutup saat menunaikan shalat adalah qubul (kemaluan bagian depan)
dan dubur (kemaluan bagian belakang), adapun diluar itu, mulai dari paha, pusar
dan lutut, para ulama berbeda pendapat; sebagian ulama menganggapnya sebagai
aurat dan sebagian lagi tidak menganggapnya sebagai aurat.
Pendapat
pertama :
Bahwa paha,
pusar dan lutut bukan aurat
Mereka beralasan :
Nabi bersabda :
عن عائشة رضي الله عنها: أن رسول
الله صلى الله عليه وسلم كان جالسا كاشفا عن فخذه، فاستأذن أبو بكر فأذن له وهو
على حاله، ثم استأذن عمر فأذن له، وهو على حاله ثم استأذن عثمان فأرخى عليه ثيابه.
فلما قاموا قلت: يا رسول الله استأذن أبو بكر وعمر فأذنت لهما.
وأنت على حالك، فلما استأذن عثمان أرخيت
عليك ثيابك؟ فقال: "يا عائشة ألا أستحي من رجل والله إن الملائكة لتستحي
منه" رواه أحمد، وذكره البخاري تعليقا.
Dari Aisyah
ra, bahwa Rasulullah saw saat duduk pahanya terbuka, lalu Abu Bakar meminta
izin kepada Rasul, beliaupun mengizinkannya dan belaiu dalam keadaan seperti
semula, kemudian Umar meminta izin dan
beliau mengizinkannya dan beliau dalam keadaan seperti itu, kemudian Utsmanpun
ikut meminta izin namun baliau menurunkannya pakaiannya, setelah mereka pergi
aku berkata : Wahai Rasulullah ketika Abu Bakar dan Umar meminta izin engkau
mengizinkan keduanya. Dan engkau dalam keadaan semula, namun ketika Utsman
meminta izin engkau mengulurkan pakaianmu ? maka beliau bersabda : Wahai
Aisyah, apakah aku tidak malu dari
seseorang, demi Allah para malaikat lebih malu darinya”. (HR. Ahmad, dan disebutkan oleh imam Bukhari
dalam ta’liqnya)
وعن أنس: "أن النبي صلى
الله عليه وسلم يوخ خيبر حسر الازار عن فخذه، حتى إني لانظر إلى بياض فخذه"
رواه أحمد والبخاري.
Dari Anas ra
: bahwa Nabi saw membuka pada saat Khaibar kain sarungnya sehingga terbuka
pahanya, sampai aku dapat melihat pahanya yang berwarna putih. (HR. Ahmad dan Bukhari)
Ibnu Hazm
berkata : Jelas bahwa paha bukan aurat, sekiranya merupakan aurat maka Allah
tidak akan menyingkapkannya padahal beliau seorang yang suci dan maksum dari
manusia, saat beliau menyampaikan risalahnya dan tidak diperlihatkan pahanya
dihadapan Anas bin Malik dan yang lainnya.
وعن مسلم عن أبي العالية البراء
قال: إن عبد الله ابن الصامت ضرب فخذي وقال: إني سألت أبا ذر فضرب فخذي كما ضربت
فخذك وقال: إني سألت رسول الله صلى الله عليه وسلم كما سألتني فضرب فخذي كما ضربت
فخذك وقال: (صل الصلاة لوقتها) إلى آخر الحديث.
Dari Imam
Muslim, dari Abu Al-‘Aliyah al-barra berkata : bahwa Abdullah bin As-shamit
memukul paha saya, dia berkata : lalu saya bertanya keapda Abu Dzar, maka
beliau memukul paha saya seperti Aku memukul paha kamu, kemudian dia berkata :
kemudian saya bertanya kepada Rasulullah saw seperti yang kamu Tanya kepadaku
maka beliaupun memukul saya seperti aku memukul paha kamu, dan beliau bersabda
: “Dirikanlah shalat pada waktunya…sampai akhir hadits.
Ibnu Hazm berkata : jika paha sebagai bagian dari aurat
maka Rasulullah saw tidak akan menyentuhnya dari dari Abu Dzar dengan tangannya
yang suci. Dan jika paha merupakan aurat menurut Abu Dzar maka tidak menyentuh
paha Abdullah bin Shamit dengan tangannya, begitupun Abdullah bin Shamit dan
Abu al-Aliyah.
Pendapat kedua :
Bahwa paha, pusar dan
lutut adalah aurat.
Mereka beralasan :
Hadits
nabi saw :
عن محمد بن جحش قال: مر رسول
الله صلى الله عليه وسلم على معمر، وفخذاه مكشوفتان فقال :"يا معمر غط فخذيك
فإن الفخذين عورة" رواه أحمد والحاكم والبخاري في تاريخه، وعلقه في صحيحه.
Dari Muhammad bin
Jahsy berkata : Rasulullah saw melewati ma’mar sementara kedua pahanya
tersingkap, beliau bersabda : “Wahai Ma’mar tutuplah kedua pahamu karena paha
itu adalah aurat”. (HR. Ahmad,
Hakim dan Bukhari).
وعن جرهد قال: مر رسول الله صلى
الله عليه وسلم وعلي بردة وقد انكشفت فخذي فقال: "غط فخذيك فإن الفخذ
عورة" رواه مالك وأحمد وأبو داود والترمذي وقال: حسن: وذكره البخاري في صحيحه
معلقا.
Dan dari
Jurhud berkata : Rasulullah saw lewat pada Burdah dan kedua pahanya tersingkap,
beliau bersabda : “Tutuplah kedua pahamu karena paha
itu adalah aurat”. (HR.
Malik, Ahmad, Hakim, Abu Dawud dan Tirmidzi serta Bukhari dalam shahihnya).
Demikian dua pendapat
tentang batasan aurat laki-laki, namun bagi kita untuk lebih berhati-hati, saat
akan menunaikan shalat maka kita menutup aurat kita mulai dari pusar hingga dua
lututnya sebisa mungkin.
·
Aurat
laki-laki bersama dengan laki-laki.
Bersama dengan kaum lelaki, ia tidak boleh
menampakkan bagian antara lutut dan pusarnya, baik laki-laki yang melihatnya
itu kerabatnya maupun orang lain, baik muslim maupun kafir. Adapun selain
anggota tubuh itu boleh terlihat selama tidak ada fitnah.
Rasulullah bersabda :
Artinya: Apa
yang ada di antara pusar dan lutut adalah aurat. (H.R. Al Hakim)
Rasulullah saw bersabda :
Artinya: Tutuplah
pahamu, karena paha lelaki adalah aurat”. (H.R. Al Hakim)
·
Aurat
laki-laki di hadapan wanita
Seorang wanita muslimah diperbolehkan melihat kaum
lelaki yang berjalan di jalan-jalan, atau memainkan permainan yang tidak
diharamkan, yang sedang berjual beli, dan sebagainya.
Rasulullah SAW menyaksikan orang-orang Habsyiy bermain
lembing di dalam masjid pada hari raya dan Aisyah ikut menyaksikan mereka dari
belakang beliau. Rasulullah menghalangi Aisyah dari mereka, sampai ia merasa
bosan dan pulang. Peristiwa ini terjadi pada tahun ke tujuh Hijriyah. [2]
Sedangkan hadits yang mengatakan :
“Berhijablah kalian berdua dari padanya. Apakah kalian
berdua buta? Bukankah kalian berdua melihatnya?”[3]
Menunjukkan bahwa Ummu Salamah dan Maimunah berkumpul bersama Ibnu Ummi Maktum
di dalam satu majlis, mereka bertemu pandang dan berhadap hadapan.
Pada kenyataannya, memang sangat berbeda antara
pandangan laki-laki pada wanita dan pandangan wanita pada laki-laki. Wanita
dengan rasa malu yang tinggi akan cenderung pasif, sedangkan laki-laki dengan
sifat pemberaninya akan cenderung aktif dan kreatif.
Kesimpulannya, wanita diperbolehkan melihat lelaki lain dengan dua
syarat, yaitu :
Pertama, tidak dikhawatirkan akan menimbulkan fitnah.
Kedua, tidak berada dalam satu majlis
berhadap-hadapan.
Aurat wanita
dan hukum menutupnya
Yang menjadi dasar aurat wanita adalah:
1. Al-Qur’an
Allah SWT berfirman :
“Dan katakanlah kepada
wanita-wanita yang beriman : Hendaklah mereka menahan pandangannya dan
memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali
yang biasa nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkkan khumur
(jilbab)nya ke dadanya”. (An-Nur : 30-31)
Ayat ini menegaskan empat hal :
a. Perintah
untuk menahan pandangan dari yang diharamkan oleh Allah.
b. Perintah
untuk menjaga kemaluan dari perbuatan yang haram.
c. Larangan
untuk menampakkan perhiasan kecuali yang biasa tampak.
d. Perintah
untuk menutupkan khumur ke dada. Khumur adalah bentuk jamak dari khimar yang
berarti kain penutup kepala. Atau dalam bahasa kita disebut jilbab.
Allah SWT berfirman :
“Hai Nabi, katakanlah kepada
istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang-orang mukmin :
Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian
itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal dan oleh karenanya mereka tidak
diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Qs. Al-Ahzab: 59).
Jilbab dalam bahasa Arab berarti pakaian yang menutupi seluruh tubuh
(pakaian kurung), bukan berarti jilbab dalam bahasa kita (lihat arti kata
khimar di atas). Ayat ini menjelaskan pada kita bahwa menutup seluruh tubuh
adalah kewajiban setiap mukminah dan merupakan tanda keimanan mereka.
2. Hadis Nabi
saw.
Dalam riwayat Aisyah RA, bahwasanya Asma binti Abu Bakar masuk
menjumpai Rasulullah dengan pakaian yang tipis, lantas Rasulullah berpaling
darinya dan berkata : Hai Asma, seseungguhnya jika seorang wanita sudah
mencapai usia haid (akil baligh) maka tak ada yang layak terlihat kecuali
ini,sambil beliau menunjuk wajah dan telapak tangan. (HR. Abu Daud dan
Baihaqi).
Hadis ini menunjukkan dua hal:
a.
Kewajiban
menutup seluruh tubuh wanita kecuali wajah dan telapak tangan.
b.
Pakaian
yang tipis tidak memenuhi syarat untuk menutup aurat.
Dari kedua dalil di atas jelaslah batasan aurat bagi wanita, yaitu
seluruh tubuh kecuali wajah dan dua telapak tangan. Dari dalil tersebut pula
kita memahami bahwa menutup aurat adalah wajib. Berarti jika dilaksanakan akan
menghasilkan pahala dan jika tidak dilakukan maka akan menuai dosa.
Kewajiban menutup aurat ini tidak hanya berlaku pada saat solat saja
namun juga pada semua tempat yang memungkinkan ada laki-laki lain bisa
melihatnya.
·
Aurat
wanita bersama wanita
Wanita bersama dengan kaum wanita, bagaikan laki-laki
bersama dengan laki-laki, diperbolehkan melihat seluruh badannya kecuali antara
lutut dan pusarnya, kecuali diindikasikan akan membawa fitnah, maka tidak boleh
menampakkan bagian tubuh itu. Hanya saja kepada wanita yang tidak seagama,
wanita muslimah tidak boleh menampakkan auratnya sebagaimana kepada sesama
wanita muslimah. Karena wanita yang tidak seagama berstatus orang lain bagi
wanita muslimah. Allah berfirman :
Artinya: …atau wanita-wanita
Islam…. (QS. An Nur/24:30)
·
Aurat
wanita di hadapan laki-laki
Keberadaan wanita di hadapan lawan jenisnya memiliki
rincian hukum yang berbeda-beda, yaitu:
a.
Di
hadapan laki-laki lain, yang tidak ada hubungan mahram.
Maka seluruh badan wanita adalah aurat, kecuali wajah
dan telapak tangan. Karena keduanya diperlukan dalam bermu’amalah, memberi dan
menerima.
Pandangan laki-laki kepada wajah dan telapak tangan
wanita bisa diklasifikasikan dalam tiga kelompok, yaitu:
1.
Tidak
diperbolehkan dengan sengaja melihat wajah dan telapak tangan wanita lain tanpa
tujuan sya’iy. Dan jika tanpa sengaja melihatnya maka segera harus memalingkan
pandangan seperti yang telah dijelaskan pada pandangan faj’ah (tanpa sengaja).
2.
Melihat
karena ada tujuan syar’iy dan tidak ada fitnah, seperti melihat untuk melamar.
Rasulullah menyuruh Mughirah bin Syu’bah
untuk melihat wanita yang hendak dinikahinya:
“Jika salah seorang
diantaramu, meminang seorang wanita maka jika ia mampu melihat bagian yang
mendorongnya untuk menikahinya maka lakukanlah. (H.R. Ahmad, dan Abu
Daud)
Dan untuk semua tujuan itu, seseorang diperbolehkan melihat wajahnya,
yang dengan melihat wajah itu sudah cukup untuk mengenalinya.
3.
Memandang
dengan syahwat, inilah pandangan terlarang, seperti yang disebutkan dalam
hadits Nabi:
Nabi saw bersabda :
“Telah
ditetapkan atas setiap anak Adam bagian dari zina, zina mata adalah
pandangannya, zina mulut adalah ucapannya, zina telinga adalah mendengarkannya,
zina tangan adalah memegangnya, zina kaki adalah melangkah menemuinya, nafsunya
berharap dan berselera, kemaluannya membenarkan atau mendustakannya. (H.R. Ibnu Majah)
Sababun nuzul ayat 30 ini sangat memperjelas kewajiban
menjaga pandangan, yaitu kisah seorang laki-laki yang lewat di salah satu jalan
di Madinah , ia memandangi seorang wanita. Dan wanita
itupun membalas memandanginya. Syetan ikut bermain menggoda keduanya, sehingga
keduanya saling mengagumi. Sambil berjalan laki-laki itu terus memandangnya
hingga ia menabrak tembok dan berdarah hidungnya. Ia berkata:
“Demi Allah! Saya tidak akan membasuh darah ini
sebelum saya menemui Rasulullah SAW lalu saya ceritakan kejadian ini.”
Laki-laki itu segera menemui Nabi dan menceritakan
kejadiannya. Nabi bersabda :
“Inilah hukuman dosamu”. Dan Allah menurunkan ayat 30 dan 31 ini.[4]
Pengecualian dalam hukum ini adalah jika berada dalam
keadaan terpaksa, seperti penglihatan dokter muslim yang terpercaya untuk
pengobatan, khitan, atau penyelamatan dari bahaya kebakaran, tenggelam,
dsb.
b.
Di
hadapan laki-laki yang memiliki hubungan mahram
Jika laki-laki itu memiliki hubungan mahram karena
nasab, sepersusuan, atau hubungan perkawinan (mertua), maka aurat wanita itu
sebagaimana aurat laki-laki yaitu diperbolehkan melihat semua badannya kecuali
antara pusar dan lututnya. Kecuali jika ada fitnah, maka harus menutup seluruh
badannya.
Ada Ulama lain yang mengatakan bahwa dalam kondisi itu
wanita hanya boleh menampakkan bagian tubuh yang biasa terlihat sewaktu
bekerja, yaitu: rambut, leher, lengan, dan
betis.
Allah
berfirman :
“Dan hendaklah mereka
menutup kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasan-nya,
kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau
putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara
laki-laki mereka, atau putera-putera
saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka” ( QS. An Nur/24:31)
c.
Di
hadapan suami
Seorang wanita di hadapan suaminya boleh menampakkan
seluruh anggota badannya. Karena segala sesuatu yang boleh dinikmati, tentu
boleh juga dilihat.
Allah berfirman :
“kecuali kepada suami mereka,
…,
Artinya: “Saya
tidak pernah melihat darinya dan ia tidak pernah melihat dariku. (H.R. At
Tirmidzi)
d.
Budak
wanita di hadapan orang yang tidak boleh menikmatinya
Aurat budak wanita di hadapan laki-laki yang tidak
boleh menikmatinya adalah seperti aurat laki-laki, yaitu antara lutut dan
pusar. Dan jika di hadapan tuan yang boleh menikmatinya maka kedudukannya
bagaikan isteri dengan suaminya.
Allah berfirman :
“atau
budak-budak yang mereka miliki,….
Pakaian
wanita
Islam mengharamkan perempuan memakai pakaian yang membentuk
dan tipis sehingga nampak kulitnya. Termasuk diantaranya ialah pakaian yang
dapat mempertajam bagian-bagian tubuh khususya tempat-tempat yang membawa
fitnah, seperti: tetek, paha, dan sebagainya.
Dalam hadisnya yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah
s.a.w. bersabda : "Ada
dua golongna dari ahli neraka yang belum pernah saya lihat keduanya itu: (1)
Kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi yang mereka pakai buat memukul orang
(penguasa yang kejam); (2) Perempuan-perempuan yang berpakaian tetapi
telanjang, yang cenderung kepada perbuatan maksiat, rambutnya sebesar punuk
unta. Mereka ini tidak akan bisa masuk shorga, dan tidak akan mencium bau
shorga, padahal bau shorga itu terciun sejauh perjalanan demikian dan
demikian." (HR. Muslim, Babul Libas)
Mereka dikatakan berpakaian, karena memang mereka itu melilitnya
pakaian pada tubuhnya, tetapi pada hakikatnya pakaiannya itu tidak berfungsi
menutup aurat, karena itu mereka dikatakan telanjang, karena pakainnya
terlalu tipis sehingga, dapat memperlihatkan kuli tubuh, seperti kebanyakan
pakaian perempuan sekarang ini.
Bukhtun adalah salah satu macam daripada unta yang mempunyai kelasa
(punuk) besar; rambut orang-orang perempuan seperti punuk unta tersebut karena
rambutnya ditrik keatas.
Dibalik keghaiban ini, Rasulullah seolah-olah melihat apa yang
terjadi di zaman sekarang ini yang kini di wujudkan dalam bentuk penataan
rambut, dengan berbagai macam mode dalam salon-salon khusus, yang biasa disebut
salon kecantikan, dimana banyak sekali laki-laki yang bekerja pada pekerjaan
tersebut dengan upah yang sangat tinggi.
Tidak cukup sampai disitu saja, banyak pula permpuan yang merasa
kurang puas dengan rambut asli pemberian Allah s.w.t. Untuk itu mereka membeli
rambut palsu yang disambung dengan rambutnya yang asli, supaya tampak lebih
menyenangkan dan lebih cantik, sehingga dengan demikian dia akan menjadi
permepuan yang menarik dan memikat hati.
Satu hal yang sangat mengherankan, justeru persoalan ini sering di
kaitkan penjajahan politik dan kejatuhan moral, dan ini dapat di buktikan oleh
suatu kenyataan yang terjadi, dimana para penjajah politik itu dalam usahanya
untuk menguasai rakyat sering menggunakan sesuatu yang dapat membangkitkan syahwat
dan untuk dapat mengalihkan pandangan manusia, dengan di berinya kesenangan
yang kiranya dengan kesenangannya itu, manusia tidak mau lagi memperhatikan
persoalannya yang lebih umum.
Aurat wanita yang tak boleh terlihat di hadapan laki-laki lain
(selain suami dan mahramnya) adalah seluruh anggota badannya kecuali wajah dan
telapak tangan.
Syarat-syarat
pakaian Wanita
Pada dasarnya seluruh bahan, model dan bentuk pakaian boleh dipakai,
asalkan memenuhi syarat-syarat berikut
- Menutup seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan.
- Tidak tipis dan tidak transparan
- Longgar dan tidak memperlihatkan lekuk-lekuk dan bentuk tubuh (tidak ketat)
- Bukan pakaian laki-laki atau menyerupai pakaian laki-laki.
- Tidak berwarna dan bermotif terlalu menyolok. Sebab pakaian yang menyolok akan mengundang perhatian laki-laki. Dengan alasan ini pula maka maka membunyikan (menggemerincingkan) perhiasan yang dipakai tidak diperbolehkan walaupun itu tersembunyi di balik pakaian.
Islam Agama
Bersih dan Cantik
Dalam salah satu hadisnya, Rasulullah s.a.w. pernah bersabda sebagai
berikut : "Menjadi bersihlah kamu, karena sesungguhnya Islam itu
bersih."
(HR. Ibnu Hiban)
(HR. Ibnu Hiban)
Dan Sabdanya pula : "Kebersihan itu dapat mengajak oarang
kepada iman. Sedang iman itu akan bersama pemiliknya ke Surga." ( HR.
Thabarani)
Rasulullah s.a.w. sangat menekankan tentang masalah kebersihan
pakaian, badan rumah, dan jalan-jalan. Dan lebih serius lagi, yaitu tentang
kebersihan gigi, tangan dan kepala.
Ini bukan suatu
hal yang mengherankan, karena Islam telah meletakkan suci (bersih) sebagai
kunci bagi para peribadatannya yang tertinggi yaitu shalat. Oleh karena itu
tidak akan diterima sembahyangnya seorang muslim sehingga badannya bersih,
pakaiannya bersih dan tempat yang dipakai pun dalam keadaan bersih. Ini belum
termasuk kebersihan yang diwajibkan terhadap seluruh badan atau pada anggota
badan. Kebersihan yang wajib ini dalam Islam dilakukan dengan mandi dan wudhu'.
Pernah juga Nabi melihat seorang yang pakainnya kotor sekali, maka
apa kata Nabi : "Apakah orang ini tidak dapat mendapatkan sesuatu yang
dapat dipakai mencuci pakainnya?" (HR. Abu Daud)
Dan pernah ada seorang laki-laki datang kepad Nabi, pakainnya sangat
menjijikan, maka tanya Nabi kepadanya : "Apakah kamu mempunyai Uang ?
Orang tersebut menjawab: Ya! Saya punya: Nabi bertanya lagi: Dari mana uang
itu? Orang itupun kemudian menjawab: dari setiap harta yang Allah berikan
kepadaku. Maka kata Nabi: Kalau Allah memberimu harta, maka sungguh Dia (lebih
senang) menyaksikan bekas nikmat-Nya yang diberikan kepadamu dan bekas
kedermawaan-Nya itu."(HR. Nasa'i)
Masalah kebersihan ini lebih ditekankan lagi pada hari-hari
berkumpul, mislnya: Pada hari Jum'at dan hari raya. Dalam hal ini Nabi pun
pernah bersabda : "Seyognyalah salah seorang diantara kamu jika ada
rezeki memakai dua pakaian untuk hari Jum'at, selain pakaian kerja." (HR.
Abu Daud)
Laki-laki
Menyerupai Perempuan dan Perempuan Menyerupai Laki-laki
Rasulullah s.a.w. pernah mengumumkan, bahwa perempuan dilarang
memakai pakaian laki-laki dan laki-laki dilarang memakai pakaian perempuan.
Disamping itu beliau melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan perempuan
yang menyerupai laki-laki. Termasuk diantaranya, ialah tentang bicaranya,
geraknya, cara berjalannya, pakainnya dan sebagainya.
Sejahat-jahat bencana yang akan mengancam kehidupan manusia dan
masyarakat, ialah karena sifat yang abnormal dan menentang tabiat. Sedang
tabiat ada dua : tabiat laki-laki dan tabiat perempuan. Masing-masing mempunyai
keistimewaan tersendiri. Maka jika ada laki-laki yang berlagak seperti
perempuan dan perempuan yang bergaya seperti laki-laki, maka ini berarti suatu
sikap yang tidak normal dan meluncur ke bawah.
Rasulullah saw. pernah menghitung orang-orang yang dilaknat didunia
ini dan disambutnya juga oleh Malaikat, diantaranya ialah laki-laki yang oleh
Allah dijadikan betul-betul laki-laki, tetapi dia menjadikan dirinya seorang
perempuan; dan yang kedua yaitu perempuan yang memang dicipta oleh Allah
sebagai perempuan, tetapi kemudian dia menjadikan dirinya sebagai laki-laki dan
menyerupai seorang laki-laki.
Justeru itu pulalah, Maka Rasulullah saw melarang laki-laki memakai
pakaian yang dicelup dengan 'ashfar (wenter berwarna kuning yang biasa di pakai
untuk mencelup pakain-pakain wanita di zaman itu).
Ali ra meriwayatkan:
"Rasulullah s.a.w. pernah melarang aku memakai cincin emas dan
pakain sutera dan pakaian yang di celup dengan 'ashfar." (Hadis Riwayat Thabarani)
Ibnu Umar pun pernah meriwayatkan:
"Bahwa Rasulullah saw pernah melihat aku memakai dua pakaian
yang di celup dengan 'ashfar, maka sabda Nab i: Ini adalah pakaian orang-orang
kafir, oleh karena itu jangan kamu pakai dia."
Pakaian Untuk
Berfoya-foya dan Kesombongan
Ketentuan secara umum dalam hubungannya dengan masalah menikmati
hal-hal yang baik, yang berupa makanan, minuman ataupun pakaian, yaitu tidak
boleh berlebih-lebihan dan untuk kesombongan.
Berlebih-lebihan, yaitu melewati batas ketentuan dalam menikmati
yang halal. Dan yang disebut kesombongn, yaitu erat sekali dengan masalah niat,
dan hati manusia itu berkait dengan masalah yang dzahir. Dengan demikian apa
yang disebut dengan kesombongan itu ialah bermaksud untuk bermegah-megah dan
menunjuk-nunjukan serta menyombongkan diri terhadap orang lain. Padahal Allah
sama sekali tidak suka terhadap orang yang sombong.
Allah SWT berfirman :
"Allah
tidak suka kepada setiap orang yang angkuh dan sombong."
(Q. S. Al-Hadid: 23)
(Q. S. Al-Hadid: 23)
Dan Rasulullah saw juga bersabda :
"Barang siapa melabuhkan kainnya karena sombong, maka Allah
tidak akan melihatnya nanti di hari kiamat." (HR.
Bukhari dan Muslim)
Kemudian agar setiap Muslim dapat menjauhkan diri dari hal-hal yang
menyebabkan kesombongan, maka Rasulullah saw melarang untuk berpakaian yang
berlebih-lebihan, dimana hal tersebut akan dapat menimbulkan perasaan angkuh,
membanggakan diri pada orang lain dengan bentuk-bentuk lahiriah yang kosong
itu.
Di dalam Hadisnya, Rasulullah s.a.w. bersabda sebagai berikut:
"Brang
siapa memakai pakaian yang berlebih-lebihan, maka Allah akan memberikan pakaian
kehinaan nanti di hari kiamat." (Riwayat
Ahmad, Abu Daud, Nasa'i, dan Ibnu Majjah, dengan sanad yang kepercayaan)
Mensosialisasikan
Jilbab dan Busana Muslimah
Allah SWT berfirman :
"Hai anak Adam, kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk
menutup auratmu, dan untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang terbaik
bagi kamu." (Al-A'raf: 26)
Islam adalah agama fitrah. Karena itu, dalam segala urusan kehidupan
manusia yang bersifat duniawi, Islam lebih banyak mengikuti ketentuan yang
sesuai dengan fitrah manusia yang sempurna. Termasuk di dalamnya adalah masalah
pakaian. Islam tidak pernah menentukan ataupun memaksakan suatu bentuk pakaian
yang khusus bagi manusia. Islam tidak mempersoalkan model pakaian yang dipakai
oleh suatu bangsa atau kelompok masyarakat tertentu, bahkan Islam mengakui setiap
bentuk pakaian dan arah hidup manusia.
Islam secara tegas telah menetapkan batas-batas penutupan aurat bagi
laki-laki dan perempuan. Islam mewajibkan kaum lelaki menutup auratnya dengan
pakaian yang sopan, diutamakan dari pusar hingga lutut, sedangkan bagi wanita,
diwajibkan menutup seluruh anggota badannya, secuali wajah dan telapak
tangannya.
Jika dilihat dari banyak kasus seperti pelecehan akhlak, kemesuman,
dan perzinahan, salah satu sebabnya ialah karena kebebasan wanita memakai
pakaian yang tidak sopan, ajaran Islam sungguh merupakan suatu solusi
alternatif yang paling tepat.
Pakaian gaya
Barat dirancang bukannya untuk menutup aurat, tetapi untuk mendatangkan
syahwat. Menghias diri memakai make up bukannya untuk suami dirumah, tetapi
ditujukan untuk menarik perhatian orang di jalan atau pertemuan umum. Selera
hidup mereka pun karena tidak dibimbing oleh agama dan lebih terdorong oleh
hawa nafsunya, telah menyebabkan budaya mode-mode pakaian mereka yang serba
wah, mewah, dan memancing nafsu.
Akibatnya, pergaulan antara pria dan wanita cenderung tidak mengenal
kehormatan diri dan tidak lagi didasari oleh iman dan akhlak yang terpuji.
Duduk-duduk berduaan dengan lain jenis ditempat sunyi amat mudah dilakukan di
mana saja, dan oleh siapa saja. Sehingga, perbuatan zina pun seakan-akan sudah
tidak dianggap sebagai suatu kejahatan, selama hal itu dilakukan dengan dasar
suka sama suka antara yang bersangkutan.
Sikap dan perilaku tidak terhormat seperti digambarkan di atas
sangat dibenci oleh Islam. Sehingga untuk mencegah dan menangkalnya, Islam
telah menyariatkan pemakaian jilbab bagi wanita muslim.
Allah SWT berfirman :
"Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak
perempuanmu dan istri orang-orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan
jilbabnya keseluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah
dikenal sehingga mereka tidak diganggu."
(Al-Ahzab: 59)
Ayat ini menegaskan bahwa wanita-wanita mukmin diperintah untuk
menjulurkan jilbabnya, yakni memakai hijab untuk menutup auratnya. Adapun yang
dimaksud dengan jilbab atau hijab itu adalah sejenis baju kurung dengan
kerudung yang longgar bentuknya, yang didesain supaya dapat menutup kepala,
muka, dan dada. Model pakaian seperti itu sudah umum dipakai oleh kaum muslimah
karena merupakan simbol penampilan wanita pribadi yang salehah.
Rasulullah saw bersabda, "Wahai Asma', sesungguhnya wanita
itu bila sudah mentruasi (baligh) tidak pantas terlihat tubuhnya kecuali ini
dan ini. Dan beliau menunjukan muka dan telapak tangannya." (HR Abu
Dawud dan Aisyah)
Syariat Islam mewajibkan wanita mengenakan jilbab, yakni berpakaian
yang benar-benar menutup aurat, tidak lagi agar kaum wanita tidak terjerumus
menjadi alat penggoda bagi setan untuk melecehkan akhlak dan nilai-nilai
kemanusiaan. Dengan pakaian yang sesuai dengan kaidah Islam itu, setidaknya
akan melindungi pemakainya dari godaan setan yang jelalatan di jalanan. Bagi
wanita yang memakai jilbab pada umumnya bisa merasakan adanya semacam kendala
diri untuk tidak melakukan hal-hal yang terlarang dan dicela oleh syara. Dengan
kata lain, jilbab dapat dikategorikan sebagai pengontrol perilaku wanita guna
menyelamatkan kehormatan dirinya dari berbagai macam godaan dan rongrongan
setan.
Disamping itu, dengan tertutupnya aurat, wanita muslim tidak mudah dijadikan
permainan oleh orang-orang yang berniat jahat, terutama kaum lelaki yang mata
keranjang dan suka mengganggu kehormatan kaum hawa. Di dalam tubuh wanita
diibaratkan ada perhiasan yang harus dijaga. Jika dijaga dengan penutup yang
rapat, niscaya perhiasan tersebut akan mudah jadi sasaran kerlingan mata siapa
saja. Jadi, sangat berbeda dengan kaum wanita yang gemar mengumbar auratnya di
muka umum dengan pakaiannya yany tak senonoh. Kelompok wanita ini, seperti
biasanya, akan mudah dituduh sebagai wanita yang tidak berakhlak mulia dan
berselera rendah.
Rasulullah saw bersabda :
"Seseorang wanita yang menanggalkan pakaiannya di luar rumah,
yakni membuka auratnya untuk laki-laki lain, maka Allah Azza wa Jalla akan
mengelupaskan kulit tubuh si wanita itu." (HR
Imam Ahmad, Thabrani, Hakim, dan Baihaki)
Dulu, jilbab yang merupakan identitas busana muslimah ini pernah
menjadi isu politik di sementara negeri-negeri yang mayoritas penduduknya
beragama Islam. Bahkan ketika itu, masyarakat Islam sendiri umumnya masih
menganggap bahwa jilbab merupakan busana ekslusif yang hanya dipakai oleh
kalangan santri di pondok pesantren atau siswa pada sekolah agama. Sekarang,
alhamdulillah, jilbab telah memasyarakat dan menyeruak ke segenap lapisan
masyarakat; dipakai oleh kalangan luas, baik santri, pelajar, mahasiswa,
pegawai, ibu rumah tangga, maupun para wanita karir, di desa maupun di
kota-kota besar.
Mengapa busana muslimah sampai di zaman modern ini tetap digemari
dan dirasa cocok, baik oleh kawula muda maupun kaum tua?
Selain karena alasan syara, bentuk pakaian jilbab memang tak pernah
ketinggalan jaman, dan akan tetap eksis atau bertahan di tengah-tengah
masyarakat. Sebab, sebenarnya mode busana muslimah itu tidaklah statis.
Boleh-boleh saja ia mengalami renovasi atau pembaharuan mode yang mengacu
kepada modernisasi, sebagaimana yang kini telah banyak ditampilkan oleh para
perancang mode, asalkan semua itu tidak terlepas dari kaidah-kaidah yang ada
dalam Alquran dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai akhlakul karimah.
Kenyataan ini patut kita banggakan, lebih-lebih dalam rangka
membentengi kaum wanita dari persaingan mode-mode pakaian Barat yang semakin
norak dan tidak berakhlak. Kenyataan ini bisa terjadi karena sesunggguhnya
hukum Islam membolehkan orang Islam mengenakan pakaian dengan bentuk dan model
apa saja sesuai dengan zaman dan budaya bangsanya, asalkan dapat berfungsi
untuk menutup aurat dan tidak menjurus kepada pemborosan atau kesombongan atau
bermegah-megahan. Sebab, Rasulullah saw telah memperingatkan : "Allah
tidak akan melihat dengan rahmat pada hari kiamat kepada orang yang memakai
kainnya (pakain) karena sombong." (HR Bukhari dan Muslim)
Rasulullah saw bersabda : "Barang siapa meninggalkan pakaian
yang mewah-mewah karena tawadhu kepada Allah, padahal ia mampu membelinya, maka
Allah akan memanggilnya pada hari kiamat di muka sekalian manusia untuk disuruh
memilih sendiri pakain iman yang mana yang ia sukai untuk dipakainya."
(HR Tarmidzi)
Tabarruj -
Memamerkan Aurat
Allah SWT juga
berfirman :
“Dan
hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu melakukan tabarruj
sebagaimana tabarrujnya orang-orang jahiliyyah dahulu”. (Qs. Al-Ahzab: 33).
Tabarruj adalah perilaku mengumbar aurat atau tidak menutup bagian
tubuh yang wajib untuk ditutup. Fenomena mengumbar aurat ini adalah merupakan
perilaku jahiliyyah. Bahkan diriwayatkan bahwa ritual haji pada zaman
jahiliyyah mengharuskan seseorang thawaf mengelilingi ka’bah dalam keadaan
bugil tanpa memandang apakah itu lelaki atau perempuan.
Konteks ayat di atas adalah ditujukan untuk istri-istri Rasulullah.
Namun keumuman ayat ini mencakup seluruh wanita muslimah. Kaidah ilmu ushul
fiqh mengatakan : Yang dijadikan pedoman adalah keumuman lafadz sebuah dalil
dan bukan kekhususan sebab munculnya dalil tersebut (al ibratu bi umumil lafdzi
la bikhususis sabab).
- Bila seorang wanita tidak memakai penutup kepala maka ia telah bertabarruj.
- Bila ia membiarkan lengan tangannya tidak terbungkus kain maka ia telah bertabarruj.
- Bila ia mempertontonkan betisnya dinikmati orang maka ia telah bertabarruj.
- Apatah lagi jika aurat wanita itu malah dilombakan. Kontes bibir indah, leher indah, betis indah, rambut indah dsb. Semua itu tak syak lagi, termasuk tabarruj.
Pendeknya, tabarruj, sebagaimana dikatakan Imam Al Bukhari adalah
perbuatan wanita yang memamerkan segala kecantikan yang dimili-kinya.
Tabarruj diambil dari akar kata al buruj yang berarti
bangunan benteng, istana atau menara yang menjulang tinggi. Wanita yang
bertabarruj berarti wanita yang menampakkan tinggi-tinggi kecantikannya,
sebagaimana benteng atau istana atau menara yang menjulang tinggi-tinggi.
Tabarruj adalah perbuatan nista yang tegas-tegas diharamkan Allah.
Allah berfirman :
"Katakanlah
kepada wanita-wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya
dan memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya,
kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain
kerudung ke dadanya dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami
mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka,
atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau
putera-putera saudara-saudara perempuan mereka." (An Nur; 31)
Identitas
Wanita Suci dan Terhormat.
Allah berfirman :
"Hai
Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuan-mu dan
isteri-isteri orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh
tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal, karena itu
mereka tidak diganggu..."(Al Ahzab: 59)
Sebelum turunnya ayat ini, sebelum dikenalnya WC, para wanita
muslimah -seperti yang lain- juga buang hajat di padang terbuka. Sebagian orang mengira kalau
dia adalah budak. Ketika diganggu, wanita muslimah itu berteriak lalu laki-laki
itu pun kabur. Kemudian mereka mengadukan peristiwa tersebut kepada Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam sehingga turunlah ayat di atas.
Hal ini menegaskan, wanita yang memamerkan auratnya dan
mempertontonkan kecantikan dan kemolekan tubuhnya lebih berpotensi menjadi
korban pelecehan seksual bahkan perkosaan. Sebab dengan begitu, ia telah
membangkitkan nafsu seksual laki-laki.
Allah mensyariatkan jilbab agar menjadi benteng bagi wanita dari
gangguan orang lain. Jilbab adalah lambang ketakwaan dan Islam. Jilbab adalah
bukti masih adanya rasa malu. Jilbab adalah pagar kehormatan dan kesucian. Dan
ia pula merupakan identitas wanita suci dan terhormat.
[1] Az Zuhaili, Al Fiqh Al
Islami wa adillatuh, op cit. Juz
I h. 579
[2] As Shan’ani, Subulusalam,
(Riyadh :
Mathabi’ Jami’ah Al Imam Muhammad Ibn Su’ud Al Islamiyah, 1408 H) Juz I h. 304
[3] Al Qurthubi, Al Jami’ li
Ahkam Al Qur’an, op cit, Juz XII
h. 228
[4] Asy Syaukani, Fathul-Qadir,
(Beirut : Dar El
Fikr T th) Jilid IV h.25
Tidak ada komentar:
Posting Komentar