Sabtu, 02 Juni 2012

AURAT DAN PAKAIAN



Keberhasilan pertama kali yang diperoleh iblis dalam menggoda manusia setelah ia mendapat vonis diusir dari surga adalah dengan melucuti pakaian Adam dan Hawa sehingga terbuka auratnya.
Allah berfirman :
Tatkala keduanya telah merasai buah kayu itu, nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun surga… (QS. 7/Al A’raf: 22)
Dan ketika aurat telah terbuka maka dampak ma’siat yang muncul kemudian sebagai akibat logisnya tidak dapat dihindarkan lagi. Di samping telah runtuhnya kehormatan dan kemulian seseorang dengan aurat yang terbuka itu. Maka Allah swt memperingatkan manusia agar berhati-hati menjaga auratnya dari godaan syetan yang senantiasa mengintainya.
Allah berf irman :

“Hai anak Adam sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah mudahan mereka selalu ingat. Hai anak Adam janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syetan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapakmu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihatmu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah jadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman. QS. 7/Al A’raf: 26-27

Makna Aurat
Kata “aurat” menurut bahasa berarti an naqshu (kekurangan). Dan dalam istilah syar’iy (agama), kata aurat berarti : sesuatu yang wajib di tutup dan haram dilihat. Dan para ulama telah bersepakat tentang kewajiban menutup aurat baik dalam shalat maupun di luar shalat. [1]
Menjaga aurat adalah konsekwensi logis dari konsep menundukkan pandangan, atau sering pula disebut sebagai langkah kedua dalam mengendalikan keinginan dan membangun kesadaran, setelah konsep menundukkan pandangan. Dari itulah dua hal ini diletakkan dalam satu rangkaian ayat yang mengisyaratkan adanya hubungan sebab akibat, atau keduanya sebagai dua langkah strategis yang saling mendukung.

Hakikat menutup Aurat
Hakikat pakaian menurut Islam ialah untuk menutup aurat, yaitu menutup bagian anggota tubuh yang tidak boleh dilihat oleh orang lain. Syariat Islam mengatur hendaknya pakaian tersebut tidak terlalu sempit atau ketat, tidak terlalu tipis atau menerawang, warna bahannya pun tidak boleh terlalu mencolok, dan model pakaian wanita dilarang menyerupai pakaian laki-laki. Selanjutnya, baik kaum laki-laki maupun perempuan dilarang mengenakan pakaian yang mendatangkan rasa berbangga-bangga, bermegah-megahan, takabur dan menonjolkan kemewahan yang melampaui batas.

Aurat Laki-laki dan Hukum Menutupnya
Aurat laki-laki yang harus ditutup saat menunaikan shalat adalah qubul (kemaluan bagian depan) dan dubur (kemaluan bagian belakang), adapun diluar itu, mulai dari paha, pusar dan lutut, para ulama berbeda pendapat; sebagian ulama menganggapnya sebagai aurat dan sebagian lagi tidak menganggapnya sebagai aurat.
Pendapat pertama :
Bahwa paha, pusar dan lutut bukan aurat
Mereka beralasan :
Nabi bersabda :

عن عائشة رضي الله عنها: أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان جالسا كاشفا عن فخذه، فاستأذن أبو بكر فأذن له وهو على حاله، ثم استأذن عمر فأذن له، وهو على حاله ثم استأذن عثمان فأرخى عليه ثيابه. فلما قاموا قلت: يا رسول الله استأذن أبو بكر وعمر فأذنت لهما.
وأنت على حالك، فلما استأذن عثمان أرخيت عليك ثيابك؟ فقال: "يا عائشة ألا أستحي من رجل والله إن الملائكة لتستحي منه" رواه أحمد، وذكره البخاري تعليقا.
Dari Aisyah ra, bahwa Rasulullah saw saat duduk pahanya terbuka, lalu Abu Bakar meminta izin kepada Rasul, beliaupun mengizinkannya dan belaiu dalam keadaan seperti semula, kemudian Umar  meminta izin dan beliau mengizinkannya dan beliau dalam keadaan seperti itu, kemudian Utsmanpun ikut meminta izin namun baliau menurunkannya pakaiannya, setelah mereka pergi aku berkata : Wahai Rasulullah ketika Abu Bakar dan Umar meminta izin engkau mengizinkan keduanya. Dan engkau dalam keadaan semula, namun ketika Utsman meminta izin engkau mengulurkan pakaianmu ? maka beliau bersabda : Wahai Aisyah,  apakah aku tidak malu dari seseorang, demi Allah para malaikat lebih malu darinya”. (HR. Ahmad, dan disebutkan oleh imam Bukhari dalam ta’liqnya)
وعن أنس: "أن النبي صلى الله عليه وسلم يوخ خيبر حسر الازار عن فخذه، حتى إني لانظر إلى بياض فخذه" رواه أحمد والبخاري.
Dari Anas ra : bahwa Nabi saw membuka pada saat Khaibar kain sarungnya sehingga terbuka pahanya, sampai aku dapat melihat pahanya yang berwarna putih. (HR. Ahmad dan Bukhari)
Ibnu Hazm berkata : Jelas bahwa paha bukan aurat, sekiranya merupakan aurat maka Allah tidak akan menyingkapkannya padahal beliau seorang yang suci dan maksum dari manusia, saat beliau menyampaikan risalahnya dan tidak diperlihatkan pahanya dihadapan Anas bin Malik dan yang lainnya.
وعن مسلم عن أبي العالية البراء قال: إن عبد الله ابن الصامت ضرب فخذي وقال: إني سألت أبا ذر فضرب فخذي كما ضربت فخذك وقال: إني سألت رسول الله صلى الله عليه وسلم كما سألتني فضرب فخذي كما ضربت فخذك وقال: (صل الصلاة لوقتها) إلى آخر الحديث.
Dari Imam Muslim, dari Abu Al-‘Aliyah al-barra berkata : bahwa Abdullah bin As-shamit memukul paha saya, dia berkata : lalu saya bertanya keapda Abu Dzar, maka beliau memukul paha saya seperti Aku memukul paha kamu, kemudian dia berkata : kemudian saya bertanya kepada Rasulullah saw seperti yang kamu Tanya kepadaku maka beliaupun memukul saya seperti aku memukul paha kamu, dan beliau bersabda : “Dirikanlah shalat pada waktunya…sampai akhir hadits.
Ibnu Hazm  berkata : jika paha sebagai bagian dari aurat maka Rasulullah saw tidak akan menyentuhnya dari dari Abu Dzar dengan tangannya yang suci. Dan jika paha merupakan aurat menurut Abu Dzar maka tidak menyentuh paha Abdullah bin Shamit dengan tangannya, begitupun Abdullah bin Shamit dan Abu al-Aliyah.
Pendapat kedua :
Bahwa paha, pusar dan lutut adalah aurat.
Mereka beralasan :
            Hadits nabi saw :
عن محمد بن جحش قال: مر رسول الله صلى الله عليه وسلم على معمر، وفخذاه مكشوفتان فقال  :"يا معمر غط فخذيك فإن الفخذين عورة" رواه أحمد والحاكم والبخاري في تاريخه، وعلقه في صحيحه.
Dari Muhammad bin Jahsy berkata : Rasulullah saw melewati ma’mar sementara kedua pahanya tersingkap, beliau bersabda : “Wahai Ma’mar tutuplah kedua pahamu karena paha itu adalah aurat”. (HR. Ahmad, Hakim dan Bukhari).

وعن جرهد قال: مر رسول الله صلى الله عليه وسلم وعلي بردة وقد انكشفت فخذي فقال: "غط فخذيك فإن الفخذ عورة" رواه مالك وأحمد وأبو داود والترمذي وقال: حسن: وذكره البخاري في صحيحه معلقا.

Dan dari Jurhud berkata : Rasulullah saw lewat pada Burdah dan kedua pahanya tersingkap, beliau bersabda : “Tutuplah kedua pahamu karena paha itu adalah aurat”. (HR. Malik, Ahmad, Hakim, Abu Dawud dan Tirmidzi serta Bukhari dalam shahihnya).
Demikian dua pendapat tentang batasan aurat laki-laki, namun bagi kita untuk lebih berhati-hati, saat akan menunaikan shalat maka kita menutup aurat kita mulai dari pusar hingga dua lututnya sebisa mungkin.
·         Aurat laki-laki bersama dengan laki-laki.
Bersama dengan kaum lelaki, ia tidak boleh menampakkan bagian antara lutut dan pusarnya, baik laki-laki yang melihatnya itu kerabatnya maupun orang lain, baik muslim maupun kafir. Adapun selain anggota tubuh itu boleh terlihat selama tidak ada fitnah. 
Rasulullah bersabda :
Artinya: Apa yang ada di antara pusar dan lutut adalah aurat. (H.R.  Al Hakim)
Rasulullah saw bersabda :
Artinya: Tutuplah pahamu, karena paha lelaki adalah aurat”. (H.R. Al Hakim)
·         Aurat laki-laki di hadapan wanita
Seorang wanita muslimah diperbolehkan melihat kaum lelaki yang berjalan di jalan-jalan, atau memainkan permainan yang tidak diharamkan, yang sedang berjual beli, dan sebagainya.
Rasulullah SAW menyaksikan orang-orang Habsyiy bermain lembing di dalam masjid pada hari raya dan Aisyah ikut menyaksikan mereka dari belakang beliau. Rasulullah menghalangi Aisyah dari mereka, sampai ia merasa bosan dan pulang. Peristiwa ini terjadi pada tahun ke tujuh Hijriyah. [2]
Sedangkan hadits yang mengatakan :
“Berhijablah kalian berdua dari padanya. Apakah kalian berdua buta? Bukankah kalian berdua melihatnya?”[3] Menunjukkan bahwa Ummu Salamah dan Maimunah berkumpul bersama Ibnu Ummi Maktum di dalam satu majlis, mereka bertemu pandang dan berhadap hadapan.
Pada kenyataannya, memang sangat berbeda antara pandangan laki-laki pada wanita dan pandangan wanita pada laki-laki. Wanita dengan rasa malu yang tinggi akan cenderung pasif, sedangkan laki-laki dengan sifat pemberaninya akan cenderung aktif dan kreatif.
Kesimpulannya, wanita diperbolehkan melihat lelaki lain dengan dua syarat, yaitu :
Pertama, tidak dikhawatirkan akan menimbulkan fitnah.
Kedua, tidak berada dalam satu majlis  berhadap-hadapan.

Aurat wanita dan hukum menutupnya
Yang menjadi dasar aurat wanita adalah:
1. Al-Qur’an
Allah SWT berfirman :

 “Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman : Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkkan khumur (jilbab)nya ke dadanya”. (An-Nur : 30-31)
Ayat ini menegaskan empat hal :
a. Perintah untuk menahan pandangan dari yang diharamkan oleh Allah.
b. Perintah untuk menjaga kemaluan dari perbuatan yang haram.
c. Larangan untuk menampakkan perhiasan kecuali yang biasa tampak.
d. Perintah untuk menutupkan khumur ke dada. Khumur adalah bentuk jamak dari khimar yang berarti kain penutup kepala. Atau dalam bahasa kita disebut jilbab.
Allah SWT berfirman :

 “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang-orang mukmin : Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal dan oleh karenanya mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Qs. Al-Ahzab: 59).
Jilbab dalam bahasa Arab berarti pakaian yang menutupi seluruh tubuh (pakaian kurung), bukan berarti jilbab dalam bahasa kita (lihat arti kata khimar di atas). Ayat ini menjelaskan pada kita bahwa menutup seluruh tubuh adalah kewajiban setiap mukminah dan merupakan tanda keimanan mereka.

2. Hadis Nabi saw.
Dalam riwayat Aisyah RA, bahwasanya Asma binti Abu Bakar masuk menjumpai Rasulullah dengan pakaian yang tipis, lantas Rasulullah berpaling darinya dan berkata : Hai Asma, seseungguhnya jika seorang wanita sudah mencapai usia haid (akil baligh) maka tak ada yang layak terlihat kecuali ini,sambil beliau menunjuk wajah dan telapak tangan. (HR. Abu Daud dan Baihaqi).
Hadis ini menunjukkan dua hal:
a.       Kewajiban menutup seluruh tubuh wanita kecuali wajah dan telapak tangan.
b.      Pakaian yang tipis tidak memenuhi syarat untuk menutup aurat.
Dari kedua dalil di atas jelaslah batasan aurat bagi wanita, yaitu seluruh tubuh kecuali wajah dan dua telapak tangan. Dari dalil tersebut pula kita memahami bahwa menutup aurat adalah wajib. Berarti jika dilaksanakan akan menghasilkan pahala dan jika tidak dilakukan maka akan menuai dosa.
Kewajiban menutup aurat ini tidak hanya berlaku pada saat solat saja namun juga pada semua tempat yang memungkinkan ada laki-laki lain bisa melihatnya.
·         Aurat wanita bersama wanita
Wanita bersama dengan kaum wanita, bagaikan laki-laki bersama dengan laki-laki, diperbolehkan melihat seluruh badannya kecuali antara lutut dan pusarnya, kecuali diindikasikan akan membawa fitnah, maka tidak boleh menampakkan bagian tubuh itu. Hanya saja kepada wanita yang tidak seagama, wanita muslimah tidak boleh menampakkan auratnya sebagaimana kepada sesama wanita muslimah. Karena wanita yang tidak seagama berstatus orang lain bagi wanita muslimah. Allah berfirman :
Artinya: …atau wanita-wanita Islam…. (QS. An Nur/24:30)
·         Aurat wanita di hadapan laki-laki
Keberadaan wanita di hadapan lawan jenisnya memiliki rincian hukum yang berbeda-beda, yaitu:
a.      Di hadapan laki-laki lain, yang tidak ada hubungan mahram.
Maka seluruh badan wanita adalah aurat, kecuali wajah dan telapak tangan. Karena keduanya diperlukan dalam bermu’amalah, memberi dan menerima.
Pandangan laki-laki kepada wajah dan telapak tangan wanita bisa diklasifikasikan dalam tiga kelompok, yaitu:
1.      Tidak diperbolehkan dengan sengaja melihat wajah dan telapak tangan wanita lain tanpa tujuan sya’iy. Dan jika tanpa sengaja melihatnya maka segera harus memalingkan pandangan seperti yang telah dijelaskan pada pandangan faj’ah (tanpa sengaja).
2.      Melihat karena ada tujuan syar’iy dan tidak ada fitnah, seperti melihat untuk melamar. Rasulullah menyuruh Mughirah bin  Syu’bah untuk melihat wanita yang hendak dinikahinya:
            Jika salah seorang diantaramu, meminang seorang wanita maka jika ia mampu melihat bagian yang mendorongnya untuk menikahinya maka lakukanlah. (H.R. Ahmad, dan Abu Daud) 
Dan untuk semua tujuan itu,  seseorang diperbolehkan melihat wajahnya, yang dengan melihat wajah itu sudah cukup untuk mengenalinya.
3.      Memandang dengan syahwat, inilah pandangan terlarang, seperti yang disebutkan dalam hadits Nabi:
Nabi saw bersabda :
“Telah ditetapkan atas setiap anak Adam bagian dari zina, zina mata adalah pandangannya, zina mulut adalah ucapannya, zina telinga adalah mendengarkannya, zina tangan adalah memegangnya, zina kaki adalah melangkah menemuinya, nafsunya berharap dan berselera, kemaluannya membenarkan atau mendustakannya. (H.R. Ibnu Majah)

Sababun nuzul ayat 30 ini sangat memperjelas kewajiban menjaga pandangan, yaitu kisah seorang laki-laki yang lewat di salah satu jalan di Madinah, ia memandangi seorang wanita. Dan wanita itupun membalas memandanginya. Syetan ikut bermain menggoda keduanya, sehingga keduanya saling mengagumi. Sambil berjalan laki-laki itu terus memandangnya hingga ia menabrak tembok dan berdarah hidungnya. Ia berkata:
“Demi Allah! Saya tidak akan membasuh darah ini sebelum saya menemui Rasulullah SAW lalu saya ceritakan kejadian ini.”
Laki-laki itu segera menemui Nabi dan menceritakan kejadiannya. Nabi bersabda :
“Inilah hukuman dosamu”. Dan Allah menurunkan  ayat 30 dan 31 ini.[4]          
Pengecualian dalam hukum ini adalah jika berada dalam keadaan terpaksa, seperti penglihatan dokter muslim yang terpercaya untuk pengobatan, khitan, atau penyelamatan dari bahaya kebakaran, tenggelam, dsb. 
b.      Di hadapan laki-laki yang memiliki hubungan mahram
Jika laki-laki itu memiliki hubungan mahram karena nasab, sepersusuan, atau hubungan perkawinan (mertua), maka aurat wanita itu sebagaimana aurat laki-laki yaitu diperbolehkan melihat semua badannya kecuali antara pusar dan lututnya. Kecuali jika ada fitnah, maka harus menutup seluruh badannya.
Ada Ulama lain yang mengatakan bahwa dalam kondisi itu wanita hanya boleh menampakkan bagian tubuh yang biasa terlihat sewaktu bekerja, yaitu: rambut, leher, lengan, dan  betis.
               Allah berfirman :
                

“Dan hendaklah mereka menutup kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasan-nya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera  saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka” ( QS. An Nur/24:31)
c.       Di hadapan suami
Seorang wanita di hadapan suaminya boleh menampakkan seluruh anggota badannya. Karena segala sesuatu yang boleh dinikmati, tentu boleh juga dilihat.
Allah berfirman :
kecuali kepada suami mereka, …,
Ada sebagian ulama yang mengatakan makruh melihat kemaluan. Karena Aisyah ra mengatakan tentang hubungannya dengan Nabi Muhammad SAW:
Artinya: “Saya tidak pernah melihat darinya dan ia tidak pernah melihat dariku. (H.R. At Tirmidzi)
d.      Budak wanita di hadapan orang yang tidak boleh menikmatinya
Aurat budak wanita di hadapan laki-laki yang tidak boleh menikmatinya adalah seperti aurat laki-laki, yaitu antara lutut dan pusar. Dan jika di hadapan tuan yang boleh menikmatinya maka kedudukannya bagaikan isteri dengan suaminya.
Allah berfirman :
atau budak-budak yang mereka miliki,….

Pakaian wanita

Islam mengharamkan perempuan memakai pakaian yang membentuk dan tipis sehingga nampak kulitnya. Termasuk diantaranya ialah pakaian yang dapat mempertajam bagian-bagian tubuh khususya tempat-tempat yang membawa fitnah, seperti: tetek, paha, dan sebagainya.
Dalam hadisnya yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah s.a.w. bersabda : "Ada dua golongna dari ahli neraka yang belum pernah saya lihat keduanya itu: (1) Kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi yang mereka pakai buat memukul orang (penguasa yang kejam); (2) Perempuan-perempuan yang berpakaian tetapi telanjang, yang cenderung kepada perbuatan maksiat, rambutnya sebesar punuk unta. Mereka ini tidak akan bisa masuk shorga, dan tidak akan mencium bau shorga, padahal bau shorga itu terciun sejauh perjalanan demikian dan demikian." (HR. Muslim, Babul Libas)
Mereka dikatakan berpakaian, karena memang mereka itu melilitnya pakaian pada tubuhnya, tetapi pada hakikatnya pakaiannya itu tidak berfungsi menutup aurat, karena itu mereka dikatakan telanjang, karena pakainnya terlalu tipis sehingga, dapat memperlihatkan kuli tubuh, seperti kebanyakan pakaian perempuan sekarang ini.
Bukhtun adalah salah satu macam daripada unta yang mempunyai kelasa (punuk) besar; rambut orang-orang perempuan seperti punuk unta tersebut karena rambutnya ditrik keatas.
Dibalik keghaiban ini, Rasulullah seolah-olah melihat apa yang terjadi di zaman sekarang ini yang kini di wujudkan dalam bentuk penataan rambut, dengan berbagai macam mode dalam salon-salon khusus, yang biasa disebut salon kecantikan, dimana banyak sekali laki-laki yang bekerja pada pekerjaan tersebut dengan upah yang sangat tinggi.
Tidak cukup sampai disitu saja, banyak pula permpuan yang merasa kurang puas dengan rambut asli pemberian Allah s.w.t. Untuk itu mereka membeli rambut palsu yang disambung dengan rambutnya yang asli, supaya tampak lebih menyenangkan dan lebih cantik, sehingga dengan demikian dia akan menjadi permepuan yang menarik dan memikat hati.
Satu hal yang sangat mengherankan, justeru persoalan ini sering di kaitkan penjajahan politik dan kejatuhan moral, dan ini dapat di buktikan oleh suatu kenyataan yang terjadi, dimana para penjajah politik itu dalam usahanya untuk menguasai rakyat sering menggunakan sesuatu yang dapat membangkitkan syahwat dan untuk dapat mengalihkan pandangan manusia, dengan di berinya kesenangan yang kiranya dengan kesenangannya itu, manusia tidak mau lagi memperhatikan persoalannya yang lebih umum.
Aurat wanita yang tak boleh terlihat di hadapan laki-laki lain (selain suami dan mahramnya) adalah seluruh anggota badannya kecuali wajah dan telapak tangan.

Syarat-syarat pakaian Wanita
Pada dasarnya seluruh bahan, model dan bentuk pakaian boleh dipakai, asalkan memenuhi syarat-syarat berikut
  1. Menutup seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan.
  2. Tidak tipis dan tidak transparan
  3. Longgar dan tidak memperlihatkan lekuk-lekuk dan bentuk tubuh (tidak ketat)
  4. Bukan pakaian laki-laki atau menyerupai pakaian laki-laki.
  5. Tidak berwarna dan bermotif terlalu menyolok. Sebab pakaian yang menyolok akan mengundang perhatian laki-laki. Dengan alasan ini pula maka maka membunyikan (menggemerincingkan) perhiasan yang dipakai tidak diperbolehkan walaupun itu tersembunyi di balik pakaian.


Islam Agama Bersih dan Cantik
Dalam salah satu hadisnya, Rasulullah s.a.w. pernah bersabda sebagai berikut : "Menjadi bersihlah kamu, karena sesungguhnya Islam itu bersih."
(HR. Ibnu Hiban)
Dan Sabdanya pula : "Kebersihan itu dapat mengajak oarang kepada iman. Sedang iman itu akan bersama pemiliknya ke Surga." ( HR. Thabarani)
Rasulullah s.a.w. sangat menekankan tentang masalah kebersihan pakaian, badan rumah, dan jalan-jalan. Dan lebih serius lagi, yaitu tentang kebersihan gigi, tangan dan kepala.
Ini bukan suatu hal yang mengherankan, karena Islam telah meletakkan suci (bersih) sebagai kunci bagi para peribadatannya yang tertinggi yaitu shalat. Oleh karena itu tidak akan diterima sembahyangnya seorang muslim sehingga badannya bersih, pakaiannya bersih dan tempat yang dipakai pun dalam keadaan bersih. Ini belum termasuk kebersihan yang diwajibkan terhadap seluruh badan atau pada anggota badan. Kebersihan yang wajib ini dalam Islam dilakukan dengan mandi dan wudhu'.
Pernah juga Nabi melihat seorang yang pakainnya kotor sekali, maka apa kata Nabi : "Apakah orang ini tidak dapat mendapatkan sesuatu yang dapat dipakai mencuci pakainnya?" (HR. Abu Daud)
Dan pernah ada seorang laki-laki datang kepad Nabi, pakainnya sangat menjijikan, maka tanya Nabi kepadanya : "Apakah kamu mempunyai Uang ? Orang tersebut menjawab: Ya! Saya punya: Nabi bertanya lagi: Dari mana uang itu? Orang itupun kemudian menjawab: dari setiap harta yang Allah berikan kepadaku. Maka kata Nabi: Kalau Allah memberimu harta, maka sungguh Dia (lebih senang) menyaksikan bekas nikmat-Nya yang diberikan kepadamu dan bekas kedermawaan-Nya itu."(HR. Nasa'i)
Masalah kebersihan ini lebih ditekankan lagi pada hari-hari berkumpul, mislnya: Pada hari Jum'at dan hari raya. Dalam hal ini Nabi pun pernah bersabda : "Seyognyalah salah seorang diantara kamu jika ada rezeki memakai dua pakaian untuk hari Jum'at, selain pakaian kerja." (HR. Abu Daud)


Laki-laki Menyerupai Perempuan dan Perempuan Menyerupai Laki-laki
Rasulullah s.a.w. pernah mengumumkan, bahwa perempuan dilarang memakai pakaian laki-laki dan laki-laki dilarang memakai pakaian perempuan. Disamping itu beliau melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan perempuan yang menyerupai laki-laki. Termasuk diantaranya, ialah tentang bicaranya, geraknya, cara berjalannya, pakainnya dan sebagainya.
Sejahat-jahat bencana yang akan mengancam kehidupan manusia dan masyarakat, ialah karena sifat yang abnormal dan menentang tabiat. Sedang tabiat ada dua : tabiat laki-laki dan tabiat perempuan. Masing-masing mempunyai keistimewaan tersendiri. Maka jika ada laki-laki yang berlagak seperti perempuan dan perempuan yang bergaya seperti laki-laki, maka ini berarti suatu sikap yang tidak normal dan meluncur ke bawah.
Rasulullah saw. pernah menghitung orang-orang yang dilaknat didunia ini dan disambutnya juga oleh Malaikat, diantaranya ialah laki-laki yang oleh Allah dijadikan betul-betul laki-laki, tetapi dia menjadikan dirinya seorang perempuan; dan yang kedua yaitu perempuan yang memang dicipta oleh Allah sebagai perempuan, tetapi kemudian dia menjadikan dirinya sebagai laki-laki dan menyerupai seorang laki-laki.
Justeru itu pulalah, Maka Rasulullah saw melarang laki-laki memakai pakaian yang dicelup dengan 'ashfar (wenter berwarna kuning yang biasa di pakai untuk mencelup pakain-pakain wanita di zaman itu).
Ali ra meriwayatkan:
"Rasulullah s.a.w. pernah melarang aku memakai cincin emas dan pakain sutera dan pakaian yang di celup dengan 'ashfar." (Hadis Riwayat Thabarani)
Ibnu Umar pun pernah meriwayatkan:
"Bahwa Rasulullah saw pernah melihat aku memakai dua pakaian yang di celup dengan 'ashfar, maka sabda Nab i: Ini adalah pakaian orang-orang kafir, oleh karena itu jangan kamu pakai dia."

Pakaian Untuk Berfoya-foya dan Kesombongan
Ketentuan secara umum dalam hubungannya dengan masalah menikmati hal-hal yang baik, yang berupa makanan, minuman ataupun pakaian, yaitu tidak boleh berlebih-lebihan dan untuk kesombongan.
Berlebih-lebihan, yaitu melewati batas ketentuan dalam menikmati yang halal. Dan yang disebut kesombongn, yaitu erat sekali dengan masalah niat, dan hati manusia itu berkait dengan masalah yang dzahir. Dengan demikian apa yang disebut dengan kesombongan itu ialah bermaksud untuk bermegah-megah dan menunjuk-nunjukan serta menyombongkan diri terhadap orang lain. Padahal Allah sama sekali tidak suka terhadap orang yang sombong.
Allah SWT berfirman :
"Allah tidak suka kepada setiap orang yang angkuh dan sombong."
(Q. S. Al-Hadid: 23)
Dan Rasulullah saw juga bersabda :
"Barang siapa melabuhkan kainnya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya nanti di hari kiamat." (HR. Bukhari dan Muslim)
Kemudian agar setiap Muslim dapat menjauhkan diri dari hal-hal yang menyebabkan kesombongan, maka Rasulullah saw melarang untuk berpakaian yang berlebih-lebihan, dimana hal tersebut akan dapat menimbulkan perasaan angkuh, membanggakan diri pada orang lain dengan bentuk-bentuk lahiriah yang kosong itu.
Di dalam Hadisnya, Rasulullah s.a.w. bersabda sebagai berikut:
"Brang siapa memakai pakaian yang berlebih-lebihan, maka Allah akan memberikan pakaian kehinaan nanti di hari kiamat." (Riwayat Ahmad, Abu Daud, Nasa'i, dan Ibnu Majjah, dengan sanad yang kepercayaan)
Ada seorang laki-laki bertanya kepada Ibnu Umar tentang pakaian apa yang harus dipakainya? Maka jawab Ibnu Umar : Yaitu pakaian yang kiranya kamu tidak akan di hina oleh orang-orang bodoh dan tidak dicela oleh kaum failosofis. (HR. Thabarani)

Mensosialisasikan Jilbab dan Busana Muslimah
Allah SWT berfirman :

"Hai anak Adam, kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu, dan untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang terbaik bagi kamu." (Al-A'raf: 26)
Islam adalah agama fitrah. Karena itu, dalam segala urusan kehidupan manusia yang bersifat duniawi, Islam lebih banyak mengikuti ketentuan yang sesuai dengan fitrah manusia yang sempurna. Termasuk di dalamnya adalah masalah pakaian. Islam tidak pernah menentukan ataupun memaksakan suatu bentuk pakaian yang khusus bagi manusia. Islam tidak mempersoalkan model pakaian yang dipakai oleh suatu bangsa atau kelompok masyarakat tertentu, bahkan Islam mengakui setiap bentuk pakaian dan arah hidup manusia.
Islam secara tegas telah menetapkan batas-batas penutupan aurat bagi laki-laki dan perempuan. Islam mewajibkan kaum lelaki menutup auratnya dengan pakaian yang sopan, diutamakan dari pusar hingga lutut, sedangkan bagi wanita, diwajibkan menutup seluruh anggota badannya, secuali wajah dan telapak tangannya.
Jika dilihat dari banyak kasus seperti pelecehan akhlak, kemesuman, dan perzinahan, salah satu sebabnya ialah karena kebebasan wanita memakai pakaian yang tidak sopan, ajaran Islam sungguh merupakan suatu solusi alternatif yang paling tepat.
Pakaian gaya Barat dirancang bukannya untuk menutup aurat, tetapi untuk mendatangkan syahwat. Menghias diri memakai make up bukannya untuk suami dirumah, tetapi ditujukan untuk menarik perhatian orang di jalan atau pertemuan umum. Selera hidup mereka pun karena tidak dibimbing oleh agama dan lebih terdorong oleh hawa nafsunya, telah menyebabkan budaya mode-mode pakaian mereka yang serba wah, mewah, dan memancing nafsu.
Akibatnya, pergaulan antara pria dan wanita cenderung tidak mengenal kehormatan diri dan tidak lagi didasari oleh iman dan akhlak yang terpuji. Duduk-duduk berduaan dengan lain jenis ditempat sunyi amat mudah dilakukan di mana saja, dan oleh siapa saja. Sehingga, perbuatan zina pun seakan-akan sudah tidak dianggap sebagai suatu kejahatan, selama hal itu dilakukan dengan dasar suka sama suka antara yang bersangkutan.
Sikap dan perilaku tidak terhormat seperti digambarkan di atas sangat dibenci oleh Islam. Sehingga untuk mencegah dan menangkalnya, Islam telah menyariatkan pemakaian jilbab bagi wanita muslim.
Allah SWT berfirman :
"Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan istri orang-orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal sehingga mereka tidak diganggu." (Al-Ahzab: 59)
Ayat ini menegaskan bahwa wanita-wanita mukmin diperintah untuk menjulurkan jilbabnya, yakni memakai hijab untuk menutup auratnya. Adapun yang dimaksud dengan jilbab atau hijab itu adalah sejenis baju kurung dengan kerudung yang longgar bentuknya, yang didesain supaya dapat menutup kepala, muka, dan dada. Model pakaian seperti itu sudah umum dipakai oleh kaum muslimah karena merupakan simbol penampilan wanita pribadi yang salehah.
Rasulullah saw bersabda, "Wahai Asma', sesungguhnya wanita itu bila sudah mentruasi (baligh) tidak pantas terlihat tubuhnya kecuali ini dan ini. Dan beliau menunjukan muka dan telapak tangannya." (HR Abu Dawud dan Aisyah)
Syariat Islam mewajibkan wanita mengenakan jilbab, yakni berpakaian yang benar-benar menutup aurat, tidak lagi agar kaum wanita tidak terjerumus menjadi alat penggoda bagi setan untuk melecehkan akhlak dan nilai-nilai kemanusiaan. Dengan pakaian yang sesuai dengan kaidah Islam itu, setidaknya akan melindungi pemakainya dari godaan setan yang jelalatan di jalanan. Bagi wanita yang memakai jilbab pada umumnya bisa merasakan adanya semacam kendala diri untuk tidak melakukan hal-hal yang terlarang dan dicela oleh syara. Dengan kata lain, jilbab dapat dikategorikan sebagai pengontrol perilaku wanita guna menyelamatkan kehormatan dirinya dari berbagai macam godaan dan rongrongan setan.
Disamping itu, dengan tertutupnya aurat, wanita muslim tidak mudah dijadikan permainan oleh orang-orang yang berniat jahat, terutama kaum lelaki yang mata keranjang dan suka mengganggu kehormatan kaum hawa. Di dalam tubuh wanita diibaratkan ada perhiasan yang harus dijaga. Jika dijaga dengan penutup yang rapat, niscaya perhiasan tersebut akan mudah jadi sasaran kerlingan mata siapa saja. Jadi, sangat berbeda dengan kaum wanita yang gemar mengumbar auratnya di muka umum dengan pakaiannya yany tak senonoh. Kelompok wanita ini, seperti biasanya, akan mudah dituduh sebagai wanita yang tidak berakhlak mulia dan berselera rendah.
Rasulullah saw bersabda :
"Seseorang wanita yang menanggalkan pakaiannya di luar rumah, yakni membuka auratnya untuk laki-laki lain, maka Allah Azza wa Jalla akan mengelupaskan kulit tubuh si wanita itu." (HR Imam Ahmad, Thabrani, Hakim, dan Baihaki)
Dulu, jilbab yang merupakan identitas busana muslimah ini pernah menjadi isu politik di sementara negeri-negeri yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Bahkan ketika itu, masyarakat Islam sendiri umumnya masih menganggap bahwa jilbab merupakan busana ekslusif yang hanya dipakai oleh kalangan santri di pondok pesantren atau siswa pada sekolah agama. Sekarang, alhamdulillah, jilbab telah memasyarakat dan menyeruak ke segenap lapisan masyarakat; dipakai oleh kalangan luas, baik santri, pelajar, mahasiswa, pegawai, ibu rumah tangga, maupun para wanita karir, di desa maupun di kota-kota besar.
Mengapa busana muslimah sampai di zaman modern ini tetap digemari dan dirasa cocok, baik oleh kawula muda maupun kaum tua?
Selain karena alasan syara, bentuk pakaian jilbab memang tak pernah ketinggalan jaman, dan akan tetap eksis atau bertahan di tengah-tengah masyarakat. Sebab, sebenarnya mode busana muslimah itu tidaklah statis. Boleh-boleh saja ia mengalami renovasi atau pembaharuan mode yang mengacu kepada modernisasi, sebagaimana yang kini telah banyak ditampilkan oleh para perancang mode, asalkan semua itu tidak terlepas dari kaidah-kaidah yang ada dalam Alquran dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai akhlakul karimah.
Kenyataan ini patut kita banggakan, lebih-lebih dalam rangka membentengi kaum wanita dari persaingan mode-mode pakaian Barat yang semakin norak dan tidak berakhlak. Kenyataan ini bisa terjadi karena sesunggguhnya hukum Islam membolehkan orang Islam mengenakan pakaian dengan bentuk dan model apa saja sesuai dengan zaman dan budaya bangsanya, asalkan dapat berfungsi untuk menutup aurat dan tidak menjurus kepada pemborosan atau kesombongan atau bermegah-megahan. Sebab, Rasulullah saw telah memperingatkan : "Allah tidak akan melihat dengan rahmat pada hari kiamat kepada orang yang memakai kainnya (pakain) karena sombong." (HR Bukhari dan Muslim)
Rasulullah saw bersabda : "Barang siapa meninggalkan pakaian yang mewah-mewah karena tawadhu kepada Allah, padahal ia mampu membelinya, maka Allah akan memanggilnya pada hari kiamat di muka sekalian manusia untuk disuruh memilih sendiri pakain iman yang mana yang ia sukai untuk dipakainya." (HR Tarmidzi)

Tabarruj - Memamerkan Aurat
Allah SWT juga berfirman :

“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu melakukan tabarruj sebagaimana tabarrujnya orang-orang jahiliyyah dahulu”. (Qs. Al-Ahzab: 33).
Tabarruj adalah perilaku mengumbar aurat atau tidak menutup bagian tubuh yang wajib untuk ditutup. Fenomena mengumbar aurat ini adalah merupakan perilaku jahiliyyah. Bahkan diriwayatkan bahwa ritual haji pada zaman jahiliyyah mengharuskan seseorang thawaf mengelilingi ka’bah dalam keadaan bugil tanpa memandang apakah itu lelaki atau perempuan.
Konteks ayat di atas adalah ditujukan untuk istri-istri Rasulullah. Namun keumuman ayat ini mencakup seluruh wanita muslimah. Kaidah ilmu ushul fiqh mengatakan : Yang dijadikan pedoman adalah keumuman lafadz sebuah dalil dan bukan kekhususan sebab munculnya dalil tersebut (al ibratu bi umumil lafdzi la bikhususis sabab).
  • Bila seorang wanita tidak memakai penutup kepala maka ia telah bertabarruj.
  • Bila ia membiarkan lengan tangannya tidak terbungkus kain maka ia telah bertabarruj.
  • Bila ia mempertontonkan betisnya dinikmati orang maka ia telah bertabarruj.
  • Apatah lagi jika aurat wanita itu malah dilombakan. Kontes bibir indah, leher indah, betis indah, rambut indah dsb. Semua itu tak syak lagi, termasuk tabarruj.
Pendeknya, tabarruj, sebagaimana dikatakan Imam Al Bukhari adalah perbuatan wanita yang memamerkan segala kecantikan yang dimili-kinya.
Tabarruj diambil dari akar kata al buruj yang berarti bangunan benteng, istana atau menara yang menjulang tinggi. Wanita yang bertabarruj berarti wanita yang menampakkan tinggi-tinggi kecantikannya, sebagaimana benteng atau istana atau menara yang menjulang tinggi-tinggi.
Tabarruj adalah perbuatan nista yang tegas-tegas diharamkan Allah.
Allah berfirman :

"Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putera-putera saudara-saudara perempuan mereka." (An Nur; 31)

Identitas Wanita Suci dan Terhormat.
Allah berfirman :

"Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuan-mu dan isteri-isteri orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal, karena itu mereka tidak diganggu..."(Al Ahzab: 59)
Sebelum turunnya ayat ini, sebelum dikenalnya WC, para wanita muslimah -seperti yang lain- juga buang hajat di padang terbuka. Sebagian orang mengira kalau dia adalah budak. Ketika diganggu, wanita muslimah itu berteriak lalu laki-laki itu pun kabur. Kemudian mereka mengadukan peristiwa tersebut kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam sehingga turunlah ayat di atas.
Hal ini menegaskan, wanita yang memamerkan auratnya dan mempertontonkan kecantikan dan kemolekan tubuhnya lebih berpotensi menjadi korban pelecehan seksual bahkan perkosaan. Sebab dengan begitu, ia telah membangkitkan nafsu seksual laki-laki.
Allah mensyariatkan jilbab agar menjadi benteng bagi wanita dari gangguan orang lain. Jilbab adalah lambang ketakwaan dan Islam. Jilbab adalah bukti masih adanya rasa malu. Jilbab adalah pagar kehormatan dan kesucian. Dan ia pula merupakan identitas wanita suci dan terhormat.



[1] Az Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa adillatuh, op  cit. Juz I h. 579
[2] As Shan’ani, Subulusalam, (Riyadh: Mathabi’ Jami’ah Al Imam Muhammad Ibn Su’ud Al Islamiyah, 1408 H) Juz I h. 304
[3] Al Qurthubi, Al Jami’ li Ahkam Al Qur’an, op  cit, Juz XII h. 228
[4] Asy Syaukani, Fathul-Qadir, (Beirut: Dar El Fikr T th) Jilid IV h.25

Tidak ada komentar:

Posting Komentar